Mu Jiang dan Xiao Xinyi memperhatikan Xiao Duyi yang kini terlelap damai. Ketika Mu Jiang menceritakan apa yang Xiao Duyi alami, Xiao Xinyi ingin bergegas menusuk Chanyu itu sampai mati. Tetapi Mu Jiang menahannya, ia mengingatkan Xiao Xinyi bahwa kekuatan mereka hanya bagaikan debu bagi orang-orang Hu itu.
"Kakakku mungkin terlihat lemah tetapi sebenarnya dia sangat kuat. Kakak lahir saat orangtua kami belum memiliki apa-apa, masih sangat miskin. Kakakku lemah dari segi fisik karena tidak ada makanan yang bisa dimakan, jika kakak lapar dan mulai menangis ibu hanya akan menyelipkan ibu jarinya ke mulut kecil kakak agar terlihat seperti makanan. Kemudian ayah mulai bergabung dengan tentara, walau gajinya kecil tapi itu sudah lebih dari cukup untuk bertahan hidup. Lantas, ibu mengandung pelayan ini dan meninggal saat melahirkan. Kami diasuh wanita tua yang tinggal disamping rumah, tetapi tetap saja ada perbedaan antara anak sendiri dan anak orang lain. Wanita tua hanya tahu memberi kami makan, itu saja. Saat pasukan ayah mengalami kekurangan makanan, uang juga tidak didapatkan. Kakak saat itu baru berusia empat tahun, tetapi turun ke jalan untuk mengemis sambil menggendongku. Kadang kami hanya makan sayuran liar yang kami temukan di pinggir jalan. Hidup kami begitu sulit. Hingga akhirnya ayah meninggal dalam pertempuran dan kami dibawa menjadi pelayan Tuan Kesebelas. Jika bukan karena belas kasih Tuan Besar kami pasti akan mati dan menjadi tulang belulang menyedihkan. Pelayan ini lebih berani dari kakak, jadi pelayan ini berusaha sekuat tenaga melindungi kakak sebagai penebusan masa lalu. Tuan Kesebelas, terima kasih sudah menyelamatkan kakakku!"
Mu Jiang mendengarkan dalam diam, ia tumbuh dengan segala kenyamanan dan di kehidupan lalu sempat merasakan kerasnya kemiskinan itu. Jadi Mu Jiang sedikitnya bisa mengerti.
"Tidak perlu berterima kasih, aku sudah menganggap kalian sebagai saudaraku sendiri. Jika… suatu saat kita secara tidak sengaja bertemu dengan Chanyu itu lagi, jangan memprovokasinya lebih baik segera menghindar." Mu Jiang dapat merasakan tatapan yang Chanyu berikan pada Xiao Duyi tidaklah biasa, seolah-olah Chanyu itu seperti api dan Xiao Duyi hanyalah ranting. Api itu akan melalap ranting hingga tidak tersisa.
Pada dasarnya orang-orang Hu hidup lebih bebas, jika mereka melihat sesuatu yang cantik tidak peduli pria atau wanita mereka tetap akan menikahinya atau tidur dengannya.
Hanya saja sebenarnya Mu Jiang pikir ia tidak perlu sekhawatir itu. Bagaimanapun dirinya hanyalah anak kesebelas dan kelahiran selir milik Mu Shen sementara Chanyu adalah Chanyu penguasa padang rumput jadi kesempatan mereka untuk bertemu lagi tentulah akan sangat kecil.
"Baik Tuan Kesebelas. Lalu, bagaimana dengan anda?"
Mu Jiang baru ingat bahwa ia memiliki luka semacam ini. Mu Jiang menenangkan Xiao Xinyi. "Menurut orang yang menyelamatkanku, luka ini tidak dalam dan akan kering dalam beberapa hari."
"Orang yang menyelamatkan anda… kita harus berterima kasih padanya!"
"Aku tidak tahu siapa dia. Aku lupa bertanya namanya!"
Tuan dan Pelayan itu sama-sama kebingungan.
.
.
Seorang wanita dengan mata tajam dan tanda kecantikan yang menonjol dibawah matanya berjalan mendekati seorang pria yang duduk dipinggir sungai. Pria itu terlihat sibuk dengan kegiatannya.
"Perampok itu sudah diserahkan pada petugas dan akan menjalani eksekusi esok hari." Wanita itu, Cui Manting berbicara. Cui Manting duduk di atas batu besar yang kering, fitur wajahnya yang tegas namun cantik bersinar karena cahaya rembulan.
Feng Yuxuan menggunakan belati untuk mencukur jenggot dan kumisnya yang sudah menebal. Ketika wajahnya bersih, itu benar-benar tampan.
"Cui Xiaosheng? Bukankah ini milik adikmu?" Feng Yuxuan membaca ukiran nama yang ada pada bilah belati itu. Feng Yuxuan menemukan belati ini ketika berusaha melawan perampok.

KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] The Land Becomes A River
RomanceMu Jiang memiliki penyesalan yang besar dalam hidupnya. Setelah ia jatuh miskin, wanita yang ia cintai wanita yang membuat hubungannya dengan keluarganya hancur meninggalkannya begitu saja saat ia sakit keras. Mu Jiang di atas ranjang kematiannya ha...