Setelah kematian Putri Siyu, Meng Rulan diasuh secara langsung oleh Permaisuri. Meng Rulan berpikir benar apa yang dikatakan ibunya, bahkan keluarga Meng tidak berniat sedikitpun untuk meminta dirinya agar diasuh oleh keluarga itu. Belakangan Meng Rulan mengerti bahwa ayahnya menginginkannya karena keuangan keluarga Meng sedang mengalami goncangan, ayahnya hendak menikahi ibunya kembali demi uang. Ketika menerima kenyataan ini, Meng Rulan membenci keluarga Meng dan dirinya sendiri. Ia merasa benar-benar buta serta bodoh sebab dirinya begitu mudah memberi bahu dingin pada ibunya selama ini. Sekarang ibunya sudah meninggal, semua kebenaran keluar satu persatu. Dalam hati Meng Rulan bersumpah jika keluarga Meng mengemis padanya, ia hanya perlu meludahi mereka saja.
Meng Rulan tidak seceria dulu meski ia masih tertawa dan tersenyum, sifat sinisnya sedikit berkurang. Meng Rulan diajari etika istana yang tepat, dalam beberapa bulan Meng Rulan menumbuhkan sifat yang seanggun rembulan. Ia juga lebih suka pergi ke kuil untuk berdoa.
Hari ini ada acara Polo, Permaisuri yang secara khusus meminta acara ini untuk diadakan. Tentu saja para bangsawan keluar untuk berpartisipasi, pria dan wanita berkumpul menjadi satu saling melirik dengan malu-malu.
Mu Jiang turun dari kereta kuda, ia sangat bersemangat dengan acara ini. Sebab dirinya selain suka menyulam, bermain jianzi, Mu Jiang juga suka bermain Polo. Ia merasa sudah lama tidak memainkan permainan ini.
Mu Jiang mengekori Permaisuri yang berjalan anggun, ketika Permaisuri lewat para bangsawan segera berlutut memberikan hormatnya.
"Niaoniao, jika ingin bertemu keluargamu. Pergilah." Ucap Permaisuri dengan senyum lembutnya.
Mendengar ini Mu Jiang bersemangat, walau ia tidak bisa bertemu dengan ibunya karena status ibunya sebagai selir tetapi dirinya masih bisa bertemu Mu Lin dan Zhang-shi.
Kehadiran Mu Jiang cukup membuat orang-orang terkejut, sebab sangat tidak biasa seorang selir bisa pergi sesuka hati seperti ini. Namun mengingat bahwa Mu Jiang sudah dianggap anak sendiri oleh Permaisuri, mereka tidak bisa berkomentar apa-apa.
Mu Jiang segera berlari mencari Keluarga Mu. Dari kejauhan dirinya melihat Mu Lin sedang berbicara dengan Cui Xiaosheng.
"Mu Lin!" Mu Jiang mendekat.
"Shiyi Niang!" Mu Lin sedikit terharu melihat saudara tiri yang selalu ditindasnya ini, setelah tinggal di istana selama satu tahun Mu Jiang terlihat cukup berbeda.
Melihat Mu Jiang, Cui Xiaosheng tidak mampu mengalihkan pandangannya.
"Saudara Cui." Sapa Mu Jiang.
"Lama tidak bertemu, Selir Mu." Ucap Cui Xiaosheng.
"Kenapa kau ada disini? Apakah kau tidak menjadi Hakim Daerah lagi?"
Cui Xiaosheng tersenyum, kemudian menjawab dengan suasana hati baik. "Kemarin adalah peringatan kematian Kakek. Aku kembali untuk memberikan salam."
Mu Jiang mengangguk mengerti.
"Bagaimana dengan kehidupanmu? Hm, kau tampak sangat sehat dan agak gemuk. Pasti kau melewati harimu dengan bahagia, huh!"
"Tentu saja, aku makan enak, tidur nyaman…" Mu Jiang justru menyombongkan diri membuat gigi Mu Lin terasa gatal.
"Menyebalkan!"
Mu Jiang terkekeh. "Bagaimana kabar Yiniang?"
"Selir Li baik-baik saja, dia sangat merindukanmu dan beberapa kali terlihat menangis. Untungnya Mu Xiu sering pergi mengunjungi Selir Li, emosinya perlahan-lahan menjadi stabil."
Mu Jiang menjadi sedih, ia merasa kesempatan bertemu ibunya lagi bagaikan melihat bulan biru. Mu Jiang hanya berharap bahwa dalam hidup ini ia bisa saja sekali bertemu dengan ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] The Land Becomes A River
RomanceMu Jiang memiliki penyesalan yang besar dalam hidupnya. Setelah ia jatuh miskin, wanita yang ia cintai wanita yang membuat hubungannya dengan keluarganya hancur meninggalkannya begitu saja saat ia sakit keras. Mu Jiang di atas ranjang kematiannya ha...