Bab 55 : Cinta dan Rasa Hormat

12.6K 1.5K 80
                                    

Feng Yuxuan langsung melompat turun dari kudanya, ia menatap tidak percaya pada pria dengan armor ini.

Feng Yuxuan mendengar kabar bahwa seluruh orang di Istana sudah tewas dalam kebakaran, bahkan Mu Jiang tidak luput dari peristiwa mengenaskan itu. Sejak mendengar kabar kematian orang-orang yang ia cintai Feng Yuxuan seperti cangkang kosong, ia merasa hatinya ikut mati.

Tetapi apa yang dilihatnya kini seperti sebuah mimpi yang menjadi kenyataan.

Feng Yuxuan menangkup wajah Mu Jiang yang kotor oleh darah dan debu, Mu Jiang juga terkejut hingga membeku melihat Feng Yuxuan.

Jun Wang bisa merasakan sentuhan yang begitu nyata, ia merasakan hangatnya tubuh Mu Jiang, airmata Mu Jiang, dan bahkan darah di wajahnya.

Feng Yuxuan selalu tangguh sepanjang hidupnya, namun kali ini ia meneteskan airmata. Feng Yuxuan menangis dan memeluk Mu Jiang erat, sangat erat ia berharap Mu Jiang menyatu dengan dirinya. Feng Yuxuan tidak mampu mengungkapkan betapa ia sangat bersyukur kepada Dewa. Mu Jiang juga menangis keras di bahu Feng Yuxuan, ia membalas pelukan Feng Yuxuan.

"Wangye! Wangye!" Mu Jiang menangis seperti anak kecil yang lega ketika melihat jalan keluar di tengah tempat yang asing dan mengerikan.

Pasukan yang tersisa melihat reuni itu dengan perasaan campur aduk.

Feng Yuxuan melepas pelukannya, ia menangkup wajah Mu Jiang yang sudah memerah dan basah oleh air matanya. Feng Yuxuan mencium bibir selirnya ini dengan sangat lembut, menyalurkan seluruh kerinduan dan rasa lega di hatinya.

Cui Manting mengingatkan pada Feng Yuxuan bahwa mereka harus kembali untuk beristirahat. Feng Yuxuan mengiyakan, sisa pasukan dibawa menuju barak sementara. Sisa pasukan mulai membersihkan Kerajaan Yue dan memasang bendera Yezi dimana-mana.

Qi Wei terlihat sibuk, berlari kesana kemari untuk menangani pasukan yang terluka dibantu oleh Chu Ronglian.

Ketika memasuki barak, Meng Rulan yang juga baru kembali setelah membakar lumbung makanan Pasukan Yue muncul. Meng Rulan melihat paman yang sangat ia rindukan selama ini, gadis itu segera berlari menuju Feng Yuxuan.

"Paman!"

Feng Yuxuan mulanya tidak mengenali keponakannya sendiri karena Meng Rulan biasanya memakai baju indah khas seorang putri istana namun hari ini mengenakan pakaian pria serta armor besi. Di tangan Meng Rulan terdapat busur serta anak panah.

Feng Yuxuan memeluk keponakannya ini dengan penuh rasa bangga, ia mengusap kepala Meng Rulan lembut. "Kau benar-benar hebat."

"Paman! Aku pikir paman sudah meninggal! Aku benar-benar merasa sangat sedih!" Meng Rulan tidak mampu menahan emosinya.

"Aku masih hidup, tetapi kesulitan untuk memberikan informasi dan mendapatkan informasi. Aku lega kau baik-baik saja."

Meng Rulan kemudian merangkul lengan pamannya, ia mengantarkan pamannya menuju tenda yang dipersiapkan untuk Mu Jiang. Ketika masuk ternyata Mu Jiang sedang telanjang dada dan Chu Ronglian mengobati lukanya, Meng Rulan walaupun bersikap seperti pria namun ia tetaplah gadis muda yang tahu batasan. Meng Rulan batal untuk masuk, sebaliknya ia memilih menemui Cui Manting.

Tubuh Mu Jiang memiliki beberapa luka yang terlihat segar dan tangannya kini dibebat dengan kain putih bersih yang kotor oleh rembesan darahnya. Feng Yuxuan segera mendekat.

"Apakah menyakitkan?"

"Wangye? Hm, tidak apa aku sudah terbiasa." Mu Jiang menjawab dengan senyum simpul. Chu Ronglian selesai mengobati luka Mu Jiang, ia pamit undur dan membiarkan waktu untuk Wangye dan selirnya ini.

[BL] The Land Becomes A River Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang