"Sudah bangun? Ada yang sakit?" suara dari arah belakang yang familiar selaras dengan tangan di pinggangnya yang sekarang mulai mengelus kulitnya pelan.
Kemampuan Blue untuk berbicara hilang saat ini, perasaan merebut suami orang menggorogoti hatinya. Apa bedanya ia dan Hazel jika seperti ini?
Tersadar Blue langsung beringsut menjauh dari tempat yang memberikan rasa nyaman itu, hingga tangan Arthur terlepas dari pinggangnya.
Menarik selimut hingga leher Blue beranjak duduk membelakangi jendela kaca tanpa menatap Arthur, "Apa yang kamu lakukan disini?....tunggu kenapa kita bisa disini?"
Mendapat pertanyaan tak berbobot menurut Arthur, pria itu beranjak dari tidurnya berdiri mengambil bathrobe putih dan memakainya menutupi tubuhnya yang telanjang itu.
"Ah pasti tidak terjadi apa-apa kan? mari beranggapan tak ada yang terjadi diantara kita" Blue mengambil keputusan sendiri yang membuat Arthur menoleh kembali padanya.
Bukannya membela diri, Arthur malah merangkak naik ke kasur lagi yang membuat Blue waspada tersudut di kepala tempat tidur.
Semakin dekat, "Jadi kau ingin beranggapan tidak terjadi apa-apa? Begitu?"
Mendengar pertanyaan itu Blue hanya diam dan beralih menatap apa saja selain pria di hadapannya ini.
"Sebaiknya kau lihat dulu bukti yang ada" Arthur berbicara menatap Blue dengan mulai membuka bathrobenya memperlihatkan tubuh bagian atasnya dengan bathrobe yang hanya dibuka sampai di lengan atasnya saja.
Blue menoleh mendengar kata bukti macam apa yang di maksud pria ini.
Deg
Gilaa tanda merah apa itu? Tak hanya satu, Blue bisa melihatnya banyak di leher hingga turun ke bawah. Orang seperti apa yang melakukan itu? Belum berhenti terkejut, Blue juga melihat perban menutupi perut bagian bawahnya.
Melihat tatapan itu, Arthur memegang perban di perutnya dan berujar dengan nada geli, "Aku berterima kasih untuk luka ini, jika tidak perut ku akan bernasib sama dengan leherku"
Wajah Blue sontak memerah, pasti ia yang melakukan itu semua. Bagaimana mungkin ia menyerang orang yang terluka? perasaan bersalah Blue makin bertambah.
Tunggu, bukannya ia minum di bar restoran kemarin, tak mungkin ia yang membawa pria ini ke kamar hotel.
Mendapat pencerahan, Blue mendongak menatap wajah pria yang sudah membenarkan bathrobe nya kembali.
"Aku mabuk kemarin, aku tidak sadar jadi pasti kamu kan yang mengambil keuntungan padaku. Jadi bukan salahku jika keadaanmu begitu" Blue membela diri tak ingin di salahkan begitu saja.
Jika pria ini tak ingin tidur dengannya pasti mudah baginya melawan wanita mabuk.
Tak menampik perkataan Blue, Arthur hanya semakin mencodongkan badannya itu ke depan dengan tangan terulur mendarat di sebelah kepala Blue.
Blue berusaha menetralkan detak jantungnya dengan posisi ini, hingga
Cup
Sebuah kecupan mendarat di sudut bibirnya yang malah membuat detak jantungnya makin menggebu.
Dengan santai Arthur menarik tangannya, menatap Blue, "Tidak masalah, jika kau ingin berpikir tidak terjadi apapun diantara kita"
Memiringkan wajah dengan senyum tipis, "Kalau begitu aku harus bekerja keras agar banyak yang terjadi kedepannya"
Setelah mengatakan itu, ia turun dengan nada teratur dan berganti dengan suara pintu tertutup hingga terakhir terdengar suara air bergemericik.
Setelah itu, barulah Blue menghela napas panjang yang dari tadi di tahannya, ini gila!
Ia benar-benar merasa jadi pelakor sungguhan.
Memegang bibirnya kembali, 'Dasar playboy, sudah berapa banyak wanita yang jadi korbannya?' pikir Blue
Tak menunggu waktu lama untuk mempermalukan diri, Blue bergegas berdiri yang langsung di sambut pusing di kepala, pasti akibat mabuk kemarin.
Tak sempat menikmati rasa pusing itu, Blue bergegas memakai pakaiannya kembali agar bisa dengan cepat melarikan diri. Jangan sampai ia terciduk paparazi sedang berdua dengan playboy kota ini.
**
Hari ini, Blue secara resmi bergabung dengan Darold Group perusahaan keluarganya, sang Ayah langsung memperkenalkannya di rapat resmi perusahaan. Itu membuktikan keberadaannya tak bisa di anggap sebelah mata oleh orang lain.
Blue sedang memperhatikan ruang kantornya yang sangat formal ini, nuansa abu dengan campuran gold tampak mewah.
Mengingat kata mewah pikirannya melayang pada kamar hotel tadi pagi dengan nuansa yang sama mewah dan warna abu juga.
Blue duduk di kursi di belakang mejanya, mengingat kembali bagaimana bisa dia sampai di kamar itu. Memegang kepala, tampak memaksa untuk berpikir keras hingga....
Siluet tubuh tegap dengan otot terpahat tampak terbaring di bawahnya, telapak tangan yang hangat memegang pinggangnya dengan kuat, suara napas, kulit, deru jantung, dan tubuh mereka bersatu di sana.
Pria itu bangkit memeluk erat pinggangnya menyatukan bibir mereka, "Kamu sangat agresif"
Urat malu Blue terputus saat ingatan itu muncul, wajahnya merah padam. Jadi dia yang memimpin adegan panas mereka semalam? Dan paginya dia mengatakan tak terjadi apa-apa pada pria itu?
Blue tak tau wajahnya harus di buang kemana, kepalanya memang selalu begini, ingatan 21+ seperti itu selalu mudah untuk muncul. Tapi bagaimana ia bisa ke kamar hotel itu tak pernah dia ingat.
Kembali sadar Blue menekan telepon ke ruang sekretarisnya, "Bunga, masuk ke ruangan saya"
Tak lama Bunga sekretaris perusahaannya muncul, perempuan yang cantik menurut Blue.
Blue menatap lagi ruangan itu, ini bahaya pikirnya, "Bunga, saya ingin kamu mengganti warna abu di ruangan ini. Ganti dengan warna lain, terserah pokoknya jangan abu.... Ah, juga jangan terlalu mewah"
Bunga mengangguk mendengar perintah itu, "Baik Bu. Tapi membutuhkan waktu min 2 hari untuk itu Bu. Apa tidak masalah?"
Blue mengangguk mengiyakan yang penting ia tak akan berpikir ke malam itu lagi.
**
Arthur duduk di kursi kebesarannya, menyenderkan punggung ke sandaran kursi hitam itu sambil melihat-lihat benda yang sangat menarik untuknya.
Sedangkan Baron yang berdiri di depannya yang usai melaporkan kegiatan perusahaan hanya diam, karena belum mendapatkan tanggapan sama sekali dari atasannya itu.
Sepertinya cek uang yang di pegang atasannya itu lebih menarik dari perusahaannya, "Tuan, apa ada masalah dengan cek itu, jika iya saya akan memeriksanya"
Arthur mendongak mendengarnya dan menaruh cek itu ke atas meja, "Tak ada masalah hanya saja cek ini sudah sering berganti pemilik"
"Jadi cek itu bukan milik anda? Saya akan mencari tau" Baron segera berinisiatif memecahkan masalah tuannya.
Arthur segera menolak, "Blue yang memberikannya"
Benar, itu cek yang pertama kali di berikan Blue bernilai 10 juta pada saat mereka tidur pertama kali, lalu dikembalikan oleh Arthur saat di klinik dan sekarang di kembalikan lagi oleh Blue tadi pagi saat Arthur keluar dari kamar mandi.
Ia melihat cek itu ada di atas meja. Lagi-lagi ia dibayar setelah mereka tidur bersama.
Baron tercengang sebentar, "Ah, istri anda yang memberikannya"
Perkataan spontan Baron membuat Arthur terdiam sebentar mencerna kalimat itu 'istri' terdengar manis pikir Arthur.
"Ya, istri ku yang memberikannya" ucapnya dengan senyum terukir tipis tapi tentu saja tertangkap oleh mata Baron
KAMU SEDANG MEMBACA
Alasan Ku Menikah
RomanceBlue Darold, dihari kemenangan sebagai aktris terbaik tahun itu Blue harus menelan air mata saat melihat sang kekasih bercumbu mesra dengan sang adik. Hari kebahagiaan itu berubah jadi pintu pembuka segala rahasia di hidupnya Dimanfaatkan oleh sang...