Dalam ruang klinik dengan nuansa krim dengan tanaman hijau yang menghias setiap sudut ruangan dan kaca transparan di bagian depan, terdengar berisik oleh suara dua orang di dalamnya.
'Arthur Barayev' Blue terkejut mendengar nama ini serasa mirip dengan nama seseorang, tapi dimana ia pernah mendengar ini. Blue berpikir keras untuk menemukan jawabannya.
Hingga Darla datang membawakan resep ke hadapan mereka, "Ini resepnya silahkan di tebus" Darla memberikan kertas itu pada Arthur yang diterimanya.
Dan terjadi masalah ketika ingin melakukan pembayaran. Arthur tak pernah membawa dompet karena semua itu di urus asistennya bahkan sekarang hp pun ia tak pegang.
Melihat Arthur yang terdiam, helaan terdengar dari Blue.
'Bahkan ia tak punya uang tapi masih bekerja sulit seperti ini? kehidupan preman yang kaya hanya ada di televisi saja ternyata' prihatin Blue.
"Aku saja yang mengurus pembayarannya" baru beberapa langkah Arthur menghentikan.
"Biarkan aku meminjam ponselmu, aku butuh memanggil seseorang" Arthur berucap yang kembali mendapat tatapan prihatin dari Blue.
'Wanita ini pasti berpikir yang tidak-tidak tentangnya' pikir Arthur.
Blue menyerahkan ponselnya dan mendekat pada Darla ke meja kasir klinik.
Darla tak lagi menahan pertanyaan yang dari tadi muncul di pikirannya, mendekat pada Blue ia berbisik, "Siapa tuh cowok? Gebetan baru? Ganteng sih tapi kok pekerjaannya bahaya kayaknya?"
Menoleh kebelakang, memastikan Arthur tak mendengarnya, Blue menjawab dengan berbisik, "Nggak tau, gue mungut di parkiran club"
"Uh jangan bilang gigolo" canda Darla membuat Blue terkikik. 'Yah dengan wajah itu dia cocok juga jadi gigolo' pikirnya.
"Tapi wajahnya kayak ngga asing deh, tapi dimana ya?" Ucap Darla langsung berpikir keras.
Mendengar itu, Blue kembali menatap Arthur yang kini sudah berdiri menelpon, 'Tampilan pria ini memang acak-acakan, kemeja nya kusut dengan bercak darah, belum lagi rambutnya yang terjatuh ke dahi. Mungkin karena itu Darla sulit mengenalinya, tapi masih tampan' menurut Blue.
Melihat Blue yang diam menatap pria itu, Darla segera menepuk lengan temannya itu, "Heh, bayar!" Ucapnya membuat Blue kaget kemudian mendengus.
Selesai dengan pembayaran, Blue kembali ke tempat Arthur tadi. Melihat ranjang itu kosong, Blue memilih mencari keluar.
Pria itu sudah berdiri di depan klinik, Blue berhenti tepat di samping Arthur yang terlihat sudah selesai dengan kegiatan menelponnya, "Apa keluargamu bisa menjemput?"
Menoleh, Arthur memberikan ponsel Blue, "Sebentar lagi mereka akan datang. Terima kasih"
Tak itu saja, Arthur juga mengulurkan kertas tipis kepada Blue bersama dengan ponsel itu, yang mau tak mau diambil Blue.
Matanya melebar, ini cek yang dia berikan pada Arthur hari itu, dengan nominal 10 juta sebelum ia berlari meninggalkan club itu.
"Kali ini aku yang membayar" Arthur berucap kemudian berjalan menjauh tanpa sepatah kata lagi.
Sedangkan Blue hanya diam menatap cek dan Arthur bergantian di iringi udara malam dan semilir angin menghamburkan rambutnya.
Punggung yang kokoh dan tegap itu perlahan mengecil.
'Mengapa ia membawa cek ini?' tanya Blue.
**
Blue memarkirkan mobilnya kembali ke kediaman Darold setelah mendapat ceramah panjang dari Jani yang marah sudah di tinggalkan sendirian. Sedangkan Blue hanya menerima saja tanpa menjelaskan alasan kepergiannya, bahkan jika dijelaskan sepertinya ceramah Jani hanya akan menjadi lebih panjang. Karena itu Blue memilih diam saja.
Melangkah masuk, Blue langsung berhadapan dengan mata menyala Hazel yang syarat kemarahan.
Hazel mendiri dan mendekat pada Blue, "Kau sengaja bukan? Kau sengaja membuat konferensi itu tepat di hari pernikahanku! Kau memang ingin menghancurkan pernikahanku kan?"
Blue yang tanyai, hanya diam saja dengan kaki yang terus berjalan. Ia bahkan tak menatap Hazel, hanya terus melangkah ingin ke kamarnya.
Diabaikan, Hazel hanya akan berubah makin marah. Berlari pada Blue, "Berhenti dasar pelacur, kau kira bisa mengambil semuanya dariku? Kau ingin merebut Ian kembali bukan?" Hazel menumpahkan segala kemarahannya. Dia sangat marah karena Blue menghancurkan pernikahan yang sudah lama di nantikannya.
Menarik kasar tangannya dari cengkraman Hazel, "Pelacur? Bukannya kau yang pelacur, tidur dengan kekasih orang lain? jangan samakan aku denganmu. Dan soal Ian, aku tak tertarik sama sekali"
Mendengar itu, Hazel tak percaya, "Kalau begitu kenapa kau menghancurkan pernikahanku? Kau kira aku bisa di bohongi? Kau itu sengaja ingin merusak kebahagiaanku. Seharusnya kau mati saja"
Blue terkekeh mendengarnya, "Aku? Sadar diri juga di perlukan, kau lah yang merusak kebahagiaan orang lain"
"Jadi kau berniat balas dendam padaku? Kau hanya orang naif, setelah pergi 3 tahun kau merasa bisa mengalahkanku?" Hazel tertawa sombong.
Blue mengeluarkan nada sinis, "Kau juga masih orang yang sombong, kau kira aku tidak mengalami perubahan setelah 3 tahun itu? Kau tunggu dan lihat saja, berbicara denganmu hanya percuma"
Blue ingin berbalik pergi sebelum dia kembali menatap Hazel, "Ah dan kau kira Ian masih ingin menikah denganmu setelah reputasi kalian sama-sama rusak? Dia hanya mencari kekayaan, dia akan membuangmu dan mencari wanita kaya lain"
Hazel terdiam mendengarnya, luapan emosi tadi seperti terendam air es. Dia juga mengenal dengan baik Ian, pria itu sangat mementingkan uang di atas segalanya. Bahkan ia bisa meninggalkan Blue yang notabenenya cantik dan karir aktrisnya bagus, demi dia yang di gadang menjadi pewaris Darold Group.
Tapi jika keadaannya begini, posisinya juga bisa goyah di perusahaan dan besar kemungkinan dia akan dibuang Ian.
"Aku tidak sepertimu yang bodoh, aku bisa mempertahankan posisiku dan menyingkirkanmu lagi" Hazel mengepal tinju nya menahan pikiran nya.
Melihat Hazel yang terpancing, Blue terus memprovokasi, "Lalu cobalah minta Ian menikahimu lagi. Jika kau memang masih berguna untuknya dia pasti tak akan menolak"
Hazel tentu tau jawabannya, Ian tak akan mau menikahinya dalam jarak dekat ini. Reputasi mereka sama-sama buruk itu tak akan berguna untuk memulihkan citra perusahaannya.
Menyadari itu, untuk pertama kali nya Hazel tak dapat bicara melawan lawan debatnya.
Blue sudah banyak berubah, dia bukan lagi kakaknya yang lugu dan polos seperti dulu, bahkan ia terang-terangan menunjukkan kebenciannya.
Melihat Hazel yang diam, Blue tak bisa menahan senyum menang di wajahnya, "Lihat! kau akan di buang sama sepertiku"
Hazel menggelap mendengar itu, layangan tamparan melayang di udara ke arah Blue.
Sebelum sempat mendarat di pipi kiri Blue, tangan itu sudah di tahannya dengan cengkraman kuat membuat Hazel meringis.
"Mulai sekarang kau tak akan bisa lagi melukaiku. Aku tak selemah itu sekarang yang akan menerima begitu saja"
Hazel meringis mendengarnya berusaha menarik tangannya kembali. Tapi sayang, Blue lebih dulu menatap siluet yang dikenalnya turun dari arah tangga.
'Drama di mulai' seringai Blue.
Blue mencengkram lebih kuat seolah melayangkan telapak tangan itu pada wajahnya.
"Akhhh"
Blue terjatuh ke lantai, "Apa salah ku? Kenapa kamu menamparku Hazel. Padahal aku sudah memaafkanmu"
Hazel kaget melihat Blue yang tiba-tiba terjatuh dan tertegun di tempatnya.
"Apa yang terjadi di sini?" suara Eden menarik kesadaran Hazel.
"Hazel apa kamu menampar kakakmu?" Eden bertanya dengan nada dingin setelah melihat keadaan Blue di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alasan Ku Menikah
RomanceBlue Darold, dihari kemenangan sebagai aktris terbaik tahun itu Blue harus menelan air mata saat melihat sang kekasih bercumbu mesra dengan sang adik. Hari kebahagiaan itu berubah jadi pintu pembuka segala rahasia di hidupnya Dimanfaatkan oleh sang...