Makan malam berlangsung saat ini di kediaman Darold, berbagai aroma gurih, pedas, dan asin bercampur di meja persegi panjang berwarna coklat itu.
Di ujung meja Eden sebagai kepala keluarga memulai makannya dengan yang lain.
Hanya ada denting sendok dan garpu mengisi di udara, Diana yang dari tadi melirik pada Blue akhirnya berani mengucapkan kata bertanya pada suaminya.
"Mas, apa benar soal investasi Barayev Company pada proyek yang di pegang Blue?" tanyanya dengan menatap sang suami menghentikan makannya memulai pembicaraan.Eden berdehem singkat membersihkan kerongkongan sebelum menjawab, senyum tak bisa tak muncul jika membahas hal ini, "Iya, tanyakan saja langsung pada Blue, dia yang berhasil mendapatkan investasinya"
Ada raut kaget dari Diana, ia pasti sudah sangat berharap berita yang di dengarnya itu tak semenakjubkan ini bahwa Blue yang ada di balik alasan investasi.
Tak hanya Diana, Hazel pun tak bisa menyembunyikan raut kaget berubah getir, "Bagaimana bisa? Bukankah Barayev Group sangat berbeda jauh dengan level perusahaan kita? Bahkan sebelumnya aku sudah berulang kali mencoba menghubungi mereka tapi hasilnya nihil"
"Lalu berada di mana level Darold Group? Kita tak bisa bekerja sama sebelumnya itu membuktikan kalau kamu perlu banyak belajar dari kakak mu" nada suara Eden tak enak di dengar telinga.
Setelah mentransfer Hazel ke cabang perusahaan, sepertinya tak cukup untuk membuang semua amarahnya. Eden tampak masih belum ramah seperti sebelumnya pada Hazel yang tentu di sambut bahagia oleh Blue.
"Darold Group hanya belum mendapatkan peluangnya, mungkin setelah proyek ini berhasil akan memudahkan untuk langkah selanjutnya. Jadi jangan terlalu pesimis pada perusahaan kita Hazel" suara Blue tenang dengan kesan lembut. Ia berniat memperbagus citranya di depan Ayahnya.
"Itu benar, jadi Blue manfaatkan peluang ini dengan baik. Ayah sangat mengandalkanmu. Jika membutuhkan apapun atau ada hal yang tak kau mengerti langsung saja tanyakan pada Ayah. Kapan pun Ayah akan bantu" Eden menatap Blue dengan wajah penuh harapan dan bangga, yang membuat Blue refleks mengangguk bersemangat.
"Iya Ayah"
Tepat kalimat itu selesai, Eden meletakkan sendok dan garpunya, menandakan ia siap meninggalkan semua hidangan beserta manusia di meja itu, "Ayah naik ke atas dulu. Kalian lanjut kan makanannya"
"Baik, Ayah jangan terlalu sering bekerja. Ayah baru kembali dari dinas beristirahatlah" ucap Blue dengan tulus yang sampai pada Eden.
Membuat senyum di wajah yang tergolong tak lagi muda itu mengembang atas perhatian dari putrinya.
Sejurus kemudian Eden perlahan menaiki tangga yang masih menjadi atensi Blue, menatap punggung yang tak lagi kokoh itu.
"Dengan apa kau bisa buat kontrak itu deal?" Hazel menguarkan nada sinis yang tak ikhlas jika Blue menarik begitu banyak perhatian.
Memutuskan tatapannya, Blue beralih menatap piringnya yang masih tersisa makanan itu, "Kenapa? Kau jadi berminat mengikuti saran Ayah dengan belajar dariku?"
Hazel berdecih membantah pertanyaan itu lalu menyenderkan punggungnya pada sandaran kursi, "Ck, mentang-mentang berhasil dapat tangkapan besar kau jadi sombong seperti ini ya. Kamu nggak punya basic kerja ginian, paling juga jual diri kan untuk kontrak. Pantes sih mengingat Presdir Barayev yang terkenal playboy itu"
Blue mengangkat pandangannya dari piring yang tak lagi menarik itu, melepaskan sendok dan garpu. Menatap nyalang ke arah Hazel tapi masih berusaha tenang, lagi pula perkataan Hazel tak sepenuhnya salah. Ia memang pernah tidur dengan presdir Barayev itu. Kenapa tuduhannya bisa mirip dengan Angel?
"Bukannya itu keahlian adik ku ini, jual diri dengan mantan tunangan kakaknya untuk posisi kekasih gelap? Ah, tapi sorry aku nggak berminat membagi tipsnya" sarkas Blue dengan senyum manis yang tak enak itu.
Ya, status Hazel yang hanya kekasih sedangkan Blue yang tunangan tentu akan tau siapa yang menjual diri pada Ian. Blue kehilangan selera makannya apalagi dengan hanya melihat wajah dua orang yang di benci nya ini. Jika bukan karena keberadaan Ayahnya dan kenangan bersama alm. ibunya, sudah pasti ia tak akan tinggal di rumah ini.
Berdiri ingin meninggalkan meja makan, Hazel terlebih dahulu menghentikan, "Mau kemana kau? Aku belum selesai bicara"
Blue sempat berhenti menoleh menatap pada Hazel, seolah baru saja mengingat sesuatu.
"Oh iya kapan pernikahan kalian akan di langsungkan? Ian masih ingin menikahi mu kan, aku tunggu undangannya" nada mengejek keluar sesaat setelah melihat Hazel menegang ditempatnya.Seperti dugaan calon suaminya itu tak mungkin akan menikahinya dalam waktu dekat.
'Poor Hazel' kasihan Blue.
**
Blue merebahkan dirinya di atas kasur Queen size itu, mengguling-gulingkan badannya mengusir lelah.
Pikiran Blue bekerja cukup berat kali ini, rencana nya telah dimulai saat ini sedangkan Arthur sudah banyak memberikan masalah untuknya.
Keputusan untuk menghindari Angel adalah pilihan terbaik saat ini, atau kontrak mereka akan bernasib sama seperti kerja sama nya dengan Nature.Blue jadi teringat kejadian di restoran waktu itu, dimana ia lagi-lagi sempat berselisih dengan Angel sesaat setelah ia pamit ke kamar mandi.
Suara air kran memenuhi toilet dengan logo wanita itu, keadaan tampak sepi tak ada siapapun kecuali Blue.
Bayangan seseorang di cermin membuat keadaan tak sehening tadi.
Angel
Langsung berdiri bersisian dengan Blue, mengeluarkan benda tipis berbentuk bulat dan mulai mengoleskan pada wajahnya.
Blue tak peduli dengan rileks melanjutkan kegiatannya.
"Aku dengar kau batal menjadi BA Nature Skincare. Yah salahkan dirimu yang berani mencari masalah padaku" ucap Angel di sela kegiatannya yang kini sudah beralih membuka lipstick dengan merek mahal itu.
Blue tersenyum tipis, "Ya, apa kau ingin mendengar ucapan terima kasih ku? Kau tak mengharapkannya kan?"
Angel ingin melihatnya dalam keadaan lemah? Tak mungkin terjadi, meski kalah pun Blue tak akan mengakui.
Angel berdecih sinis, "Sepertinya benar kata orang ya kau banyak berubah setelah tunanganmu di rebut adikmu. Miris sekali"
Menghentikan kegiatannya, Angel menatap Blue lewat cermin di depan mereka dengan Blue yang sibuk juga mengolesi lipstiknya tampak tak terganggu dengan sindiran itu.
"Apa karena itu kau alih profesi dan sekarang menjadi wanita penghangat ranjang Arthur?" nada merendahkan tak bisa tak mempengaruhi emosi Blue.
Berhenti sejenak, "Kau sedang mendeskripsikan dirimu? Aku pebisnis tak pelacur seperti mu" ucap Blue singkat yang membuat air muka Angel berubah gelap.
"Pelacur? Berani sekali kau. Kau kira kau siapa, aku bisa menghancurkan karirmu sekarang" ancam Angel.
Blue bersiap untuk keluar sembari menjawab, "Kalau begitu kau harus melakukannya pada investasi Barayev dan Darold. Tapi bukannya pria mu itu terkenal anti nepotisme pada perusahaannya? Kau terlalu percaya diri Angel" puas melihat wajah terdistorsi Angel. Blue melangkah keluar dengan sudut bibir terangkat.Sekarang dengan saksi kamar yang sudah di tinggalkannya selama 3 tahun, Blue menyesali mulutnya yang lancang berkata demikian.
Bagaimana jika Arthur menuruti perkataan Angel seperti terakhir kali? Jelas ia bukan lawan sepadan dengan Angel yang merupakan kekasih pria.
'Menyesal selalu di akhir' kesal Blue.
Apalagi besok dia harus datang untuk kedua kalinya ke Barayev Company yang bukannya malah untuk tanda tangan tapi berujung pembatalan.
Blue kembali berguling dengan kesal naik ke kepala kali ini, ia tak sanggup untuk esok hari dan lebih tak sanggung untuk kecerobohannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alasan Ku Menikah
RomansaBlue Darold, dihari kemenangan sebagai aktris terbaik tahun itu Blue harus menelan air mata saat melihat sang kekasih bercumbu mesra dengan sang adik. Hari kebahagiaan itu berubah jadi pintu pembuka segala rahasia di hidupnya Dimanfaatkan oleh sang...