Entah angin dari mana tapi disinilah Blue saat ini, di salah satu restoran di tengah kota ini. Siang tadi ia mendapatkan telepon dari orang yang tak terduga, Ian Jagger.
Blue penasaran melihat wajah seperti apa yang akan Ian tampilkan, setelah pernikahannya gagal dan mendapat kecaman dari publik. Pasti akan menyenangkan menikmati wajah itu.
Tak lama menunggu Ian hadir dengan raut yang sungguh membuat Blue senang, wajahnya tak bisa menyembunyikan beban beratnya.
Ian tampak berusaha baik-baik saja, "Maaf, apa kamu menunggu lama?"
Blue menatap sinis nada khawatir itu, "Barusan sampai, pesan lah terlebih dahulu"
Setelah keheningan mereka memesan makanan, Ian mulai membuka topik pembicaraan.
"Blue, aku benar-benar minta maaf jika perlakuan ku menyakiti mu. Aku tidak berniat meninggalkan mu sama sekali, apalagi kita sudah menjalin kasih selama itu. Hazel yang menghasut ku Blue, dia memiliki dendam padamu sehingga menggunakan ku untuk menyakiti mu" Ian berucap pelan dengan nada sedih dan menyesal.
Blue menghela napas, "Tapi pada akhirnya kamu tetap menyakitiku kan, lalu apa bedanya entah itu hasutan Hazel atau tidak. Aku tidak marah aku hanya kecewa saja padamu Ian"
"Blue, karena itu aku menghubungi ingin meminta maaf padamu. Aku tau kamu sengaja melakukan itu semua. Kamu yang menyebarluaskan video itu ke sosial media kan, kamu ingin balas dendam pada kami. Karena kami memang bersalah" Ian tampak begitu menyesal, nada suaranya berubah serak yang mendapat perhatian Blue.
"Ian, aku minta maaf jika kelakuan ku menyakiti kalian, tapi kalian yang pertama kali menyakiti ku. Selingkuh, mendorongku dari tangga, menyuruh orang untuk mengambil organ ku, lalu kalian menyebarkan gosip buruk tentang ku" Blue berujar sedih, air mata nya keluar mengingat hal itu.
Ian panik melihat Blue menangis seperti itu, "Blue aku minta maaf, tolong maafkan aku. Aku tau kamu masih mencintai ku kan makanya kamu menyebarluaskan video itu, benar kan Blue kamu sengaja menjatuhkan kami berdua hanya karena kami bahagia bersama"
Blue yang semula menangis berdiri dan berjalan mendekati Ian, tangannya bergerak cepat bahkan lebih cepat dari pikiran Ian saat ini.
"Apa sudah puas merekamnya?" Blue terkekeh dengan mematikan layar rekam suara dari hp Ian.
Lalu meletakkan hp itu kembali, "Kamu kira aku sebodoh itu bisa terjebak tipuan murahan kamu itu. Ini lah kesalahanmu terlalu banyak drama"
Wajah Ian pucat pasi melihat rencananya gagal begitu saja, ia sengaja merekam percakapan mereka ingin membalikkan keadaan dengan menuduh Blue, karena itu ia seolah memancing Blue marah dan mengatakan ia sengaja balas dendam.
Tapi belum itu terjadi, Blue malah berakting tersakiti, seperti nya Ian lupa jika Blue seorang aktris.
Blue tertawa lepas melihat wajah terdistorsi Ian, "Aku memang sengaja melakukannya"
Setelah mengatakan itu, Blue mengambil tas Channel putihnya dan berlalu pergi tanpa menghiraukan Ian lagi.
Sampai di depan lift hendak masuk, sebuah tangan membalikkan badannya, "Kamu kira bisa pergi begitu saja? Setelah menghancurkan perusahaan ku?" Ian tampak marah dengan mata menyala mencengkram kuat tangan Blue.
Blue menyentak tangan itu keras hingga lepas, "Lalu apa mau mu? Perusahaan mu itu aku yang membesarkannya, jadi jika aku menghancurkannya itu tak jadi masalah kan"
"Kau ternyata lebih buruk dari dugaan ku, kemana wanita polos baik hati itu pergi?" Ian masih menatap nyalang pada Blue.
Blue beralih menatap penuh pada mata Ian ada syarat kesedihan di sana, "Kau... kau yang merubahnya jadi seperti ini"
Ian tertegun mendengar nada dan kalimat yang menusuk hatinya. Terlihat Blue yang menyembunyikan perasaan kecewa sedih dan tersakiti di mata coklatnya itu. Ada rasa sedih yang tak bisa ditampik Ian muncul di hatinya ketika melihat pemandangan itu, tak menunggu Ian yang bernostalgia, Blue melangkah cepat masuk ke dalam lift tak ingin mengundang pasang mata untuk menonton mereka.
Masuk ke dalam benda kotak itu, Blue tak bisa menahan air mata sedih itu untuk turun.
Tak semudah itu untuk membenci seseorang yang pernah jadi sumber kebahagiaan.
Blue ingat Ian satu-satunya orang yang peduli dan mendukung semua keputusannya, tak pernah berlawanan arah dengannya. Tangan yang selalu di pegang nya di segala kondisi hidupnya.
Merasakan perasaan sesak itu muncul, Blue beralih kedalam bar restoran. Mabuk mungkin pilihan terbaik untuk mengenyahkan pikiran ini.
Duduk di stool bar restoran dengan gelas yang sudah entah ke berapa. Penampilan Blue pun sudah tak bagus lagi, berulang kali ia mengacak rambutnya atau menangis yang merusak make up nya. Bersyukur ia tak memakai air liner, jika tidak ia tak layak untuk di lihat saat ini.
Mengguncang gelas itu lagi hingga sebuah tangan besar menutupi gelas dan tangan mungilnya.
Mendongak, menatap Pria dengan jas hitam dan kemeja putih di dalamnya, rambut yang masih tertata rapi ke atas. Blue memiringkan wajahnya menatap lebih lama, "Ah, pria gangster.... Tidak-tidak... pria playboy"
Sedangkan Arthur yang tak tau konteksnya hanya menaikkan alis mendengar itu, Blue menghempas tangan Arthur yang memegang tangannya itu, hingga minuman itu tumpah di meja dan mengalir hingga ke dress yang di kenakan Blue.
"Lepas, lo itu sudah punya istri jangan megang-megang wanita lain" Blue masih mengomel tak menghiraukan dress nya.
Arthur tertegun sejenak mendengar panggilan Lo itu.
Kemudian dengan Arthur mengambil tisu dan menjauhkan Blue dari tumpahan air, mau tak mau ia menyentuh lengan Blue untuk menariknya berdiri.
Sepertinya Blue yang kesadarannya setipis tisu itu tak suka, "Iiih.... Udah di bilang jangan pegang-pegang. Gue nggak minat jadi pelakor" ucap Blue sudah menunjuk wajah Arthur.
Baron yang berdiri tak jauh dari mereka merasa khawatir dengan tangan itu, jangan sampai tuannya ini kehilangan akal dengan mematikan jari kecil itu.
Sedangkan Arthur pun ikut menatap telunjuk itu, tak sesuai ekspektasi Baron. Arthur menggenggam telunjuk itu dan menurunkannya, "Seharusnya kamu senang aku menyentuh mu, jadi aku tak perlu mencari pelakor untuk saingan mu"
**
Udara ac yang terasa pas di kulit dan cahaya matahari redup yang tak menusuk mata. Semilir angin dingin di tambah selimut membuat perasaan tidur jauh lebih nyaman, bantal dengan ketinggian yang pas dan empuknya kasur seakan membuat tak ingin beranjak.
Bahkan Blue bisa merasakan hawa hangat seperti tangan seseorang memeluknya erat.
Tunggu-tunggu seperti ada yang salah dari narasi ini, tangan seseorang memeluknya erat?
Mata Blue membuka terkejut dan langsung menyibak selimut dengan horor benar saja perasaannya itu, sebuah tangan dengan urat yang menonjol itu memeluknya di bagian pinggang, belum diizinkan berhenti dari kagetnya, tunggu kenapa ia bisa melihat kulitnya langsung di bawah tangan itu?
Mengatur napas berusaha agar tak terkena serangan jantung dadakan, sebuah suara malah membuat jantung nya jatuh ke tenggorokan.
"Sudah bangun? Ada yang sakit?" suara dari arah belakang yang familiar selaras dengan tangan di pinggangnya yang sekarang mulai mengelus kulitnya pelan.
Mengirimkan sinyal kesetrum ke jantung Blue. Ia berbalik perlahan, wajah yang masih terbenam di bantal dengan rambut yang jatuh sempurna di dahi, mata hitam yang memicing perlahan membuka, pahatan hidup dan rahang yang sempurna.
'Sangat sexy'
Jika saja situasinya normal Blue akan bersyukur melihat pemandangan indah ini, tapi....
'Apa aku sekarang termasuk jajaran pelakor? Jani bisa marah mengetahui ini' ringis Blue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alasan Ku Menikah
RomanceBlue Darold, dihari kemenangan sebagai aktris terbaik tahun itu Blue harus menelan air mata saat melihat sang kekasih bercumbu mesra dengan sang adik. Hari kebahagiaan itu berubah jadi pintu pembuka segala rahasia di hidupnya Dimanfaatkan oleh sang...