37. Posisi Mu

25.6K 1.4K 30
                                    

Cahaya redup menusuk di sela gorden, memberikan efek temaran yang tak mengganggu di ruangan abu itu. Kamar berwarna abu yang tadinya hening langsung menegang seketika.

Blue yang tenggelam di bantal lembut itu awalnya hanya berniat untuk mengalihkan lengan pria itu dari tubuhnya, tapi sekarang ia harus merutuki mulutnya dalam-dalam, karena berani berkata demikian.

Wajah Blue berubah menjadi gugup mendapati Arthur sudah berada di atasnya, posisi yang membuatnya tak bisa lari kemanapun atau bergerak menghindari. Kedua lengan itu sudah menumpu di samping bantalnya.

"Arthur segera bangun, kau akan terlambat" Blue masih berusaha bersikap tenang dan mengembalikan poin penting pembicaraan mereka yaitu mereka harus bangun segera.

Arthur menaikkan alisnya, "Aku tak peduli, tepati ucapanmu barusan"

Blue susah payah menelan ludahnya mendengar kalimat itu, "Arthur, jangan bercanda. Apa yang akan di katakan mereka jika di hari pertama aku pindah, tapi aku bangun siang? Setidaknya tolong peduli dengan nama baikku" Blue memberikan alasan terbaik untuk bisa meloloskan diri dari keadaan yang mulai sulit ini.

Tapi sayang Arthur tak bergerak sedikitpun, "Tak perlu mengurusi nama baik mu di rumah ini. Kau tak perlu bersikap baik, karena tak ada yang layak mendapatkan itu....Satu-satu nya hal yang harus kau urusi hanya suamimu, aku"

Melihat wajah serius Arthur, sepertinya tak bisa di bantah lagi.

"Arthur, sepertinya kamu lupa satu hal.... Kita hanya menikah karena perjanjian, jadi aku tak perlu melakukan hal-hal yang berhubungan dengan kata suami istri" Blue sudah mulai melakukan penolakan dengan mendorong bahu Arthur untuk menjauh.

Memegang tangan di bahunya, Arthur berbisik pelan, "Siapa yang bilang kau tak perlu melakukan hal itu?"

Seketika itu juga Blue mengernyitkan keningnya gelisah, "Itu tersirat di perjanjian kita tak perlu di ucap, itu lah makna dari perjanjian pernikahan kita. Tak mencampuri urusan masing-masing"

Menggelengkan kepalanya, Arthur menjawab, "Kau salah dan benar secara bersamaan. Benar, kita tak mencampuri urusan masing-masing. Salah, jika kau tak melakukan kewajiban sebagai istri. Aku membawa mu kesini sebagai istriku jadi lakukan kewajiban mu. Kewajiban mu itu berkaitan denganku jadi itu urusan bersama, aku bisa mencampurinya"

Blue menganga tak percaya, penjelasan dari mana itu? Ia tak habis pikir dengan otak cerdas Arthur yang bisa berpikiran seperti itu. Jika dia sadar membawaku sebagai istri, lalu kenapa dia masih mencari wanita lain?

"Tapi aku tetap tidak mau, kau temui saja wanita mu di luar sana, lalu minta mereka melakukan kewajibanku. Toh tak ada bedanya bagimu siapa yang melakukannya" bantah Blue mentah-mentah jelas menolak perkataan yang merugikannya itu.

Ia langsung memalingkan wajahnya ke arah lain, yang penting tidak melihat wajah yang sayang nya kelihatan tampan di pagi ini.

Ia harus mengakhiri percakapan ini.

Tapi saat itu juga Arthur mengulurkan tangannya, meraih sisi pipi kanan Blue dan kembali menghadapkan wajah itu padanya, "Apa sekarang kau ingin mencampuri urusanku? Ingin membatasi kegiatan ku?"

Blue terdiam mendengarnya, bukan itu maksud dari perkataannya. Sebenarnya ada apa dengan otak pria ini??

"Sepertinya aku terlalu lengah akhir-akhir ini, sampai kamu lupa dimana posisimu"
Suara Arthur terdengar tak ramah sama sekali.

Apa ia tersinggung karena Blue meminta nya menemui wanita lain? tapi bukannya ia sudah sering melakukan itu? Kenapa sekarang marah?

Detik berikutnya, senyum tipis muncul di wajah itu, "Tak masalah, khusus untuk istriku, aku berbaik hati menjelaskan di mana posisi mu"

Nada bicara itu terdengar agak arogan tapi juga menggoda secara bersamaan. Apa karena embel-embel panggilan istri itu?

Detik berikutnya, bersamaan dengan keterdiaman Blue. Arthur sudah menarik leher wanita itu dengan kedua tangan mencengkram lehernya, sehingga posisi Blue langsung terangkat duduk di atas paha Arthur.

"Emh" bibir mereka bertemu di bawah kendali Arthur, sedangkan tangan Blue bertengger di lengan Arthur yang menggenggam nya erat karena kaget.

Tak main-main seperti perkataannya, ciuman itu sangat agresif dan kasar, memaksa masuk tanpa ampun.

"Enggh" Napas Blue sedikit tercekik karena gerakan tak sabar pria itu memasuki rongga mulutnya.

Berhenti sejenak melepas bibir peach itu, tangan Arthur perlahan turun membelai leher, lalu bahu lurusnya hingga ke lengan Blue. Blue menyusut karena perasaan geli di kulit yang di lalui telapak tangan Arthur.

"Aku sudah pernah memberitaumu" bersamaan dengan hembusan napas yang menerpa lehernya, kepala Arthur perlahan turun dari leher putih itu berhenti tepat di depan dada Blue, dimana masih terbungkus rapi oleh piyama.

Menatap sejenak, "Aku menyukai tubuhmu" suara itu terendam bersamaan dengan kepala Arthur yang sudah tenggelam di tengah potongan dada Blue. Menghirup di sana dengan gerakan mendusel manja membuat Blue mengangkat bahunya.

Blue hanya bisa melihat rambut hitam lebat yang kini berada di bawah dagunya hingga pandangan itu berganti menjadi mata hitam pekat dengan kilat sendu penuh nafsu menatap tepat kedua mata coklat miliknya.

Tangan Arthur yang tadinya berada di lengannya segera berpindah, "Posisi mu itu di ranjang ku"

Srek

Bersamaan dengan itu, piyama milik Blue di buka paksa, hingga Arthur leluasa melihat kulit putih yang lembut itu.

"Ar..." tak sempat melawan mulut Blue kembali di kendalikan Arthur, bahkan posisi mereka sudah berbaring sekarang. Blue yang tak bisa berbuat banyak berada di bawah Arthur.

Punggung nya terasa sedikit terangkat bersamaan dengan tangan hangat itu yang terlulur ke belakang melepas tali di punggungnya.

Bibir Arthur menyusuri pelipis, pipi hingga telinga Blue, mulut nya berbisik serak menempel di disana, "Ingat posisi ini, karena cuma kamu satu-satunya"

Dan semuanya terjadi sesuai kemauan Arthur, pakaian Blue terlepas satu persatu dan suara desahan memenuhi kamar itu.

Semoga saja kamar presdir Barayev itu kedap suara jika tidak Blue harus menanggung malu karena saat ini suara nya benar-benar tak bisa di tahan.

Arthur mendorong dengan kuat ke dalam dirinya berulang kali, dan ketika Blue sengaja menggigit sprei untuk merendam suaranya. Arthur menggigit telinganya dan berbisik, "Jangan di tahan. Teriaklah, aku suka mendengarnya"

Lalu sodokan lebih keras membuat nya terpekik.

**

Sudah bukan pagi lagi, mungkin sore karena cahaya mentari sudah meredup memenuhi gorden abu itu. Ia tak ingat kapan Arthur pergi dari kamar mereka. Yang pasti saat ia bangun, Blue sudah mendapati keadaan di sekitar kosong.

Menggerakkan badannya mengambil posisi duduk, Blue merasakan ngilu di pinggangnya. Ia berdecak, kurang ajar sekali pria itu, ia membuatnya berteriak sepanjang waktu.

Selain itu anehnya, Ia tak merasakan perasaan lengket sedikitpun di tubuhnya, atau keringat yang menempel. Blue langsung menyibak selimut, seprai nya bersih, dan jangan lupakan rambutnya yang masih di tutupi handuk seakan ia baru saja selesai mandi.

Mandi? Blue melebarkan matanya.
Ia belum mandi harusnya, memeriksa kembali tubuhnya, dia bersih kecuali bercak merah yang banyak tersebar itu.

Apa Arthur yang memandikannya?
Wajah Blue memerah seketika memikirkan perkataan yang muncul di kepalanya itu.

Tapi kenapa kedengarannya tak mungkin. Blue langsung memikirkan korelasi antara Arthur yang dingin dan kasar itu dengan adegan menggendongnya lalu menyabuni dan membasuh rambutnya.

Blue langsung menggelengkan kepalanya heboh, sangat tidak mungkin, tak ada adegan yang cocok dengan wajah datar itu.

'Hatinya terlalu bersih jika itu yang terjadi' pikir Blue.

Pasti pelayan di keluarga ini, putus Blue akhirnya kembali memejamkan mata dan kembali mencari posisi terbaik untuk tidur. Sepertinya seseorang lupa, tak mungkin bangun siang di hari pertamanya di mansion ini.

Alasan Ku MenikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang