5. Pria itu playboy

40K 1.7K 13
                                    

Kediaman Darold terbilang masuk dalam kategori orang kaya, bangunan 3 tingkat yang besar dengan halaman yang membentang luas.

Melihat ke luar jendela, Blue merasakan kerinduan mendalam terhadap rumah ini, tempat Ia dan ibunya menghabiskan waktu sebelum Ibunya meninggal mendadak.

Kembali memasuki bangunan yang sudah 25 tahun di tempati tentu memberikan rasa sedih bahagia bersamaan.

Berhenti di ruang tamu dengan sofa empuk besar di tengah ruangan dengan berbagai lemari yang berisi vas dan benda antik serta permadani menutupi lantai. Kedatangan Blue langsung di sambut oleh Eden, Diana, dan Hazel yang menangis tersedu-sedu.

Begitu melihat Blue, Eden langsung bangkit dan memeluk putrinya. Kerinduan selama 3 tahun dan kesalahpahaman yang terjadi membuat dadanya sakit dan menyesal. Merasakan bahu Ayahnya bergetar, Blue balik memeluk Ayahnya dengan erat.

"Maafkan Ayah, Blue" bisik Eden dengan suara bergetar membuat Blue terisak. Ia sudah lama tak bertemu Ayahnya, tapi kata pertama yang ia dengar adalah kata maaf, betapa menyakitkannya itu.

"Ayah tidak salah" Blue menggeleng pelan, menolak kata maaf itu. Ia tak ingin Ayahnya di liputi rasa bersalah terus menerus. Sekarang hanya Ayahnya yang dia miliki. Blue tak ingin kehilangan Ayahnya juga karena rasa bersalah itu.

Mengurai pelukan itu, Eden merasakan denyutan perih di hatinya saat melihat air mata putrinya. Bagaimana pun ini adalah putri dari istri yang ia cintai, melihat Blue menangis membuatnya merasa bersalah pada istrinya. Menghapus air mata putrinya, "Pasti sangat sulit bukan? 3 tahun menderita pasti..." suara Eden terputus. "Ayah minta maaf Blue, ayah bukan ayah yang baik, ayah bersalah pada ibumu" sekali lagi Eden meminta maaf.

"Tidak Ayah, itu bukan salah Ayah. Ada seseorang yang seharusnya bertanggung jawab" ucap Blue yang langsung membuat wajah Eden berubah.

Seakan diingatkan apa yang sudah ia lupakan, Eden berbalik menatap tajam pada Hazel yang kini bersimpuh di lantai. Gaun pengantin yang kotor karena lemparan para tamu itu, makin terlihat lusuh dengan wajah penuh air mata Hazel.

"Blue, katakan apa yang kau inginkan? Jika kau ingin Hazel bertanggung jawab di kantor polisi, maka Ayah akan membawanya malam ini juga kesana" ucap Eden serius makin membuat tubuh Hazel bergetar panik. Ia tak pernah membayangkan akan masuk ke kantor polisi, hidupnya akan benar-benar hancur jika itu terjadi.

Begitu mendengarnya, Diana langsung berteriak, "Mas, kamu tidak bisa melakukan itu! Walaupun Hazel anak tirimu, kau tidak bisa sekejam ini padanya. Dia tidak akan bisa hidup di dalam sel, Mas. Dia masih terlalu muda!" Pekik Diana memeluk putrinya, tak membiarkan Hazel di bawa pergi.

Mendengar teriakan itu, Eden berubah makin marah, "Terlalu muda? Tapi bisa menjebak kakaknya sekejam itu?! Anakmu yang kejam disini Diana!" Teriak marah Eden membuat Diana memucat, karena selama ini Eden tak pernah membedakan Blue dan Hazel, walaupun bukan anak kandung Eden tak pernah menyebutkan secara langsung kalau Hazel bukan anaknya seperti saat ini, dengan begitu Diana tau kalau saat ini Eden benar-benar sangat marah.

Eden berbalik kembali menatap Blue dengan lembut, "Blue, katakan saja, akan ayah lakukan semua yang kau mau" bujuknya dengan raut tak berdaya membuat Blue menghela napas.

"Tidak perlu Ayah, aku tidak ingin Hazel di penjara" ucapnya lembut. Dengan begitu Eden makin bersalah, memegang kedua tangan putrinya, "Blue, kau tidak perlu merasa tak enak. Dia pantas bertanggung jawab atas tindakannya" bujuk Eden kembali.

Tapi Blue sekali lagi menggeleng, 'Ayah, terlalu mudah kalau dia hanya masuk penjara' batin Blue tak terima. Tapi sambil tersenyum sendu di depan Ayahnya, "Aku tetap tidak akan melakukan itu Ayah. Selama ini aku selalu menganggap Hazel sebagai adikku sendiri, jadi mana mungkin aku tega melakukan hal kejam itu" ucapnya lembut makin membuat Eden terhenyuh.

Alasan Ku MenikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang