24. Undangan atau Ancaman?

23.1K 1.4K 13
                                    

Hamparan langit biru membentang luas. Sinar matahari segar menerpa kulit. Suara klakson dan kendaraan yang berdesakan di jalan langsung mengaburkan pandangan.

Pagi ini jauh cerah dari biasanya. Membuat suasana hati siapa saja menjadi lebih baik.

Tak tak

Blue berjalan memasuki gedung Darold Group dengan ditemani Jani, mengenakan blouse putih dengan bawahan hitam di atas lutut, rambutnya di ikat satu.

Kemudian berhenti di cafeteria depan kantor. Setelah mendapatkan cappuccino keinginannya hari ini, perasaannya menjadi segar karena satu tegukan, memberikan efek luar biasa.

Baru saja keluar dari lift, menuju ruangannya. Blue disambut sapaan karyawan di bawah divisinya.

"Selamat pagi Bu"

"Selamat pagi Manajer"

"Selamat pagi"

Blue hanya tersenyum, tak repot mengeluarkan kalimatnya hingga ia disambut sang sekretaris.

"Selamat Pagi Manajer Blue" ucapnya sopan dengan senyum manis .

Blue berhenti tepat di meja Bunga, memperhatikan sejenak, "Ke ruangan saya!" ucapnya tanpa basa basi.

Meletakkan tas nya yang berwarna hitam di atas meja sekaligus menaruh cup coffee itu, dan melirik ke arah Jani yang masih berdiri dekat dengan nya, "Nggak usah formal begitu, Lo bisa duduk di manapun" ucapnya geli dengan tingkah Jani.

Jani tertawa pelan, "Saya mana berani kalau tidak mendapat perintah dari Manajer Blue" ucapnya dengan nada mengejek.

Blue hanya mendengus saja tak berkomentar, karena bersamaan dengan itu suara ketukan datang yang bisa Blue tebak itu pasti Bunga meminta izin masuk ke ruangannya.

"Masuk" ucap Blue bersamaan dengan dirinya yang duduk di kursi kerja nya.

Suara pintu di buka dan muncul lah Bunga di baliknya. Wajah Bunga tampak terlihat baik-baik saja. Sangat profesional.

Tepat ketika Bunga berdiri di dekat mejanya, Blue mengamati dengan seksama. Sebenarnya Bunga tergolong bagus dalam pekerjaan, penampilan yang sopan dan sifanya juga. Tapi setelah ia tau Bunga di peralat Hazel untuk memata-matai pekerjaannya, ia hilang respect pada perempuan ini.

Tak tahan dengan mata Blue yang seperti menghunusnya, Bunga bertanya terlebih dahulu, "Ada apa anda memanggil saya Bu?"

Blue mengetukkan jarinya pada meja kayu disana, yang terdengar seperti menguarkan nada tekanan untuk Bunga.

"Sudah berapa lama kamu bekerja di sini?" tanya Blue.

Merasa aneh tapi Bunga menjawab segera, "Saya sudah bekerja 5 tahun Bu"

"Hm, bagus kalau begitu uang pesangon nya pasti besar, kau karyawan lama" ucapan Blue membuat mata Bunga membulat kaget. Pesangon? Apa ia akan di pecat?

Dengan terbata Bunga bertanya, "A-apa saya akan di pecat Bu? Kenapa anda membahas uang pesangon? Apa kesalahan saya Bu?" tanya nya mulai gugup.

Blue dapat merasakan perasaan takut itu, tapi mengapa dia berani mencelakainya,jika takut?

"Kau juga harus bertanggung jawab kan untuk kelalaian mu. Satu kesalahan kecil seperti salah flashdisk bisa menghanguskan investasi triliunan. Apa kau tak merasa bertanggung jawab?" Blue masih mengeluarkan nada tenangnya.

Merasa di tembak tepat di kepala, Bunga merasakan tangannya berubah menjadi dingin. Ia tertangkap tapi tak surut kembali menjernihkan pikiran untuk mencari solusi.

"Saya benar-benar minta maaf Bu, saya melakukan kesalahan tapi itu pertama kalinya saya melakukannya. Tolong jangan pecat saya, saya akan introspeksi diri, anda bisa memotong gaji saya untuk itu"

Alasan Ku MenikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang