POV Arthur
Negara Ensikla
Royal Club, salah satu club di sudut kota Negara Ensikla tampak penuh seperti hari-hari biasanya.
Entah di lantai dansa atau di sofa melingkar yang tersebar di lantai dua dan satu.Gemerlap lampu yang remang hanya sesekali mengizinkan mata untuk bisa melihat dengan jelas ke sekitar. Tapi tentunya itu tak penting karena komunikasi sentuhanlah yang paling mujarab di tempat ini.
Di area lantai dua dengan akses terbuka ke lantai bawah. Ketiga pria duduk dengan tangan memegang gelas alkohol di tangannya, kecuali satu pria yang lebih memilih sampanye yang ringan alkohol.
Masih mengenakan celana bahan kantornya serta kemeja putih dengan dua kancing di bagian atas yang terbuka, kedua lengan kemeja itu sudah di gulung hingga siku, menampilkan aura santai dengan sentuhan sedikit kaku.
Arthur duduk dengan bosan, melirik singkat pada kedua temannya Hamlin dan Cain yang sibuk saling menggoda dengan wanita masing-masing. Bahkan wanita memenuhi di kedua sisi teman-temannya itu.
Hanya Arthur yang duduk dengan tenang sendirian, berdua dengan gelas yang ia pegang.
Ia sama sekali tak berniat menghabiskan waktu di tempat ini. Tapi ia terseret ke sini oleh kedua temannya yang tiba-tiba datang ke kantor cabang Barayev saat ia sedang dinas di negara ini.
Menatap malas sekali lagi ke sekitar dengan gelas sampanye yang ia putar-putar. Lampu menyorot sebentar mengelilingi ruangan, hingga matanya berhenti pada perkumpulan yang sedikit jauh darinya.
Tampak seperti acara perpisahan karena salah satu penghuni meja sana menangis tersedu, sedangkan alkohol tersebar memenuhi meja.
Tapi mata nya tak beralih walaupun pandangannya terhalang cahaya remang, yang membuat sosok wanita itu tak terlalu jelas terlihat.
Ia menatap lama karena ia kenal dengan wajah wanita itu, dia seperti pernah melihatnya. Tapi ia tak ingat pasti.
Wanita itu memiliki rambut cokelat panjang dengan garis wajah tirus yang menampilkan sosok cantik. Rambut nya tergerai menutupi sebagian bahunya dengan pakaian melekat sempurna ke tubuhnya, menonjolkan bagian penting yang menarik perhatian.
Arthur menaikkan alisnya setiap kali wanita itu bergerak di posisi duduknya yang di apit teman-temannya. Wanita itu akan tersenyum lepas lalu tertawa lebar, lalu beberapa saat kemudian menjadi semangat bercerita, lalu berubah diam merenung dan kembali tertawa lagi.
'Wanita itu pasti mabuk' simpul Arthur.
Tapi anehnya, pemandangannya layak di tonton, setiap kali senyum nya naik ke mata hingga melengkung. Arthur merasakan perasaan menular seakan ingin tersenyum juga.
Dan setiap ia menundukkan wajahnya hingga rambut cokelatnya menutupi wajahnya, dan menghalangi mata Arthur untuk memandang. Tiba-tiba tangan Arthur langsung bergerak ringan seolah gatal ingin menyingkirkan rambut itu.
Arthur tersenyum miring, ini perasaan yang aneh.
Tapi sebagai pria ia tau penyebabnya, visual wanita itu entah wajah atau fisik memang tak bisa di alihkan. Sangat mengundang perhatian, sepertinya kata cantik dan sexy cocok untuknya.
Bagaimana ia tak terpengaruh? jika wanita itu hanya duduk seperti itu saja tapi aura sexy yang ia tampilkan sangat menariknya untuk mendekat.
"Samperin, jangan di pandang doang. Lo bukan lagi bocah, Ar" ejek Hamlin yang baru menyadari jika temannya yang cuek itu sedang menatap wanita penuh minat.
Seakan diberi peringatan, Arthur memutus tatapannya. Berganti menatap Hamlin dengan malas, "Gue nggak suka wanita club" ucapnya singkat meminum sampanye itu hingga habis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alasan Ku Menikah
RomanceBlue Darold, dihari kemenangan sebagai aktris terbaik tahun itu Blue harus menelan air mata saat melihat sang kekasih bercumbu mesra dengan sang adik. Hari kebahagiaan itu berubah jadi pintu pembuka segala rahasia di hidupnya Dimanfaatkan oleh sang...