Tidak terasa sudah satu tahun lebih masa SMA Bagas dan Riki dan kisah cinta mereka yang terus berjalan, mereka sudah melepas seragam abu-abunya hari ini digantikan baju jas hitam rapi yang melekat ditubuhnya dan murid lain seangkatan dengan mereka.
"Ngga kerasa gua udah lulus, siap-siap jadi pengangguran gua." Celetuk Ucup menatap kearah teman-temannya yang sudah duduk disalah satu meja bundar tamu setelah selesai acara wisuda disekolah.
"Gua bakal kangen kalian si, terutama Riki. Soalnya gua mau ke luar negeri buat kuliah," ucap Cici sambil cemberut menatap kearah Riki yang berada disebelahnya sedang dirangkul oleh Bagas.
"Riki aja kaga kangen lu," ujar Bagas.
"Jahat! Kangen kan lu, Rik?" Tanya Cici ngegas kearah Riki yang dibalas anggukkan pemuda itu membuat Cici menjulurkan lidahnya mengejek kearah Bagas yang sudah merotasikan kedua matanya.
"Lu mau kuliah, Bal?" Tanya Riki kearah Iqbal yang duduk didepannya.
"Iya, disinian aja gua gamau yang jauh-jauh dari rumah." Jelas Iqbal yang dianggukkan Riki.
"Lu, Le? Mau ikut Mama lu yang jadi Menteri atau Papah lu yang jadi pengusaha?" Celetuk Bagas yang sedari tadi diam menyimak, sekali bertanya membuat semua teman-temannya melongo kearah Rico terkejut yang hanya memasang wajah cengirannya.
"Gila! Mamah lu Menteri?" Tanya Ucup menatap kepo kearah Rico.
Sontak Rico mengusap belakang lehernya, dia menatap teman-temannya yang menatap dirinya kepo."Iya," jawabnya.
"Anjir kok gua kaga tau, ya?" Monolog Ucup.
"Emang lu harus tau?" Celetuk Rio kearah Ucup.
"Ya kaga, cuma gua sebagai masyarakat
yang budiman harus tau seluk beluk orang-orang politik." Jelas Ucup dramatis."Alah!" Elak Bagas yang dibalas lototan Ucup.
"Lu tau dari mana?" Tanya Riki kearah Bagas membuat atensi pemuda itu teralihkan dari teman-temannya kearah Riki.
"Papa dia investasi ke Ayah gua, jadi gua kenal keluarganya." Jelas Bagas yang dianggukkan Riki.
"Rio, lu kuliah dimana?" Tanya Ucup kearah Rio membuat atensi semua teman-temannya menatap kearah pemuda itu.
"Luar negeri." Jawab Rio singkat, dia sempat melirik kearah Iqbal yang tidak disebelahnya yang ternyata menatap dirinya juga tapi langsung mengalihkan pandangannya kearah lain.
"Ini gua doang yang jadi pengangguran?" Ucap Ucup dengan wajah dibuat lesu.
"Kerja dikantor gua," celetuk Bagas.
"Beneran?"
"Jadi OB hahaha" Gelak Bagas dengan tawanya yang dibalas cibiran Ucup.
"Foto bareng-bareng, yuk!" Ajak Cici kearah teman-temannya.
"Ayok!" Balas Ucup semangat.
Mereka bertujuh berdiri dari duduknya mencari tempat luas untuk berfoto bersama lalu mereka berdiri dengan posisi—Rico, Ucup, Riki, Cici, Bagas, Iqbal dan Rio.
"Dek! Boleh minta fotoin kita ya?" Tanya Ucup kearah salah satu murid yang lewat, pemuda itu mengangguk mengiyakan dan menerima ponsel dari Ucup.
Mereka bertujuh berpose formal untuk foto pertama, kedua pose mulai bebas dan yang ketiga pose amburadul, tidak jelas namun terlihat dari hasil fotonya yang tersirat ada rasa kebahagian diwajah mereka dengan senyum merekah dari bibir mereka masing-masing.
*****
5 tahun kemudian...
Lelaki dengan setelan jas rapinya itu melihat foto bingkai ditangannya dengan senyuman tipis dibibirnya, dia meletakkan foto tersebut dimeja kerja kantor lalu suara ketukan dari pintu membuat atensi lelaki itu teralihkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAGAS
أدب المراهقينstatus : END WARNING : contains stories about sex, harshwords, boyslove, 18+ etc. ___________________________________ Riki dan Bagas. Mereka berdua musuh bebuyutan dari kelas 10, entah apa alasan mereka musuhan. Setiap mereka bertemu tidak ada hari...