Chapter I - Temu

352 11 0
                                    

Happy Reading<3
×××

Pagi ini suasana di SMA Niskala cerah sekali. Mungkin karena siswa-siswinya sudah terlepas dari bayang bayang ujian akhir semester ganjil alhasil sekarang mereka dapat meraih waktu luang dalam bentuk jeda ujian sebelum mulai bergelut lagi ke dalam peliknya mata pelajaran. Tentunya jeda ujian ini tidak serta merta membiarkan siswa-siswi Niskala untuk luntang-lantung di sekolah. Ada tugas yang diemban oleh kami, pengurus OSIS --Arsa-- untuk mengisi jeda ujian dengan berbagai perlombaan menarik antar kelas.

Saat ini, aku tengah sibuk mengangkut berbagai barang mulai dari kursi, meja, kertas absensi dan lain sebagainya menuju ke lapangan. Sekolah masihlah sepi, belum ada penghuni lain selain kami, para Arsa. Matahari pun masih mengintip malu-malu dari balik pepohonan yang rindang di pinggiran tanah lapang ini. Kiranya begitulah nasib kami sebagai Arsa Niskala yang diharuskan berangkat paling awal dan pulang paling akhir ketika menjadi panitia dari suatu event.

Ketika semua benda sudah tertata sebagaimana mestinya, matahari sudah secara terang-terangan melihat kami. Siswa-siswi Niskala pun sudah mulai satu persatu menunjukkan batang hidung mereka. Tinggal menunggu waktu ketika jam menunjukkan pukul 7 untuk para Arsa dapat mengumpulkan siswa-siswi Niskala di lapangan.

"Nei, daftar hadirnya aman?." Aku menengok ke arah Rere --partnerku sebagai sekertaris dalam event ini-- sembari mengangguk.

"Aman, tenang aja. Daftar hadir buat peserta udah komplit semua. Bentar lagi mereka dipanggil kan?." Rere lantas menghembuskan nafas lega. Tidak heran dia bernafas lega, satu kesalahan kecil berakibat sangat fatal ketika menjalani event semacam ini.

"Iya habis ini pada dipanggil, kamu standby aja disini sambil ngatur kondisi. Aku mau balik ke tempatku dulu, Dah." Aku melihat kepergian Rere dalam diam. Aku sedang menguatkan mental untuk bertemu berbagai jenis makhluk hidup yang ada di Niskala, yang terdiri dari 89% manusia abnormal dengan 10% semiabnormal dan 1% normal. Kalian dapat membayangkan seberapa ricuhnya tempat ini nantinya.

×××

Dan ya, dugaanku terbukti benar dengan adanya perkelahian yang kini terjadi di depan mataku. Kepalaku berdenyut sakit ketika memikirkan bahwa akan menghadapi kondisi seperti ini selama 3 hari kedepan. Baru juga hari pertama, sudah kacau saja.

Masalah yang cukup sepele lalu dibesar-besarkan. Begitulah kelakuan para Niskala jika kalian ingin tau. Tentunya para Arsa tidak akan bisa menghadapi keabnormalan mereka semua, hingga akhirnya guru yang harus turun tangan. Semua sumpah serapah mereka keluarkan, dari kebun binatang safari sampai palung marina tidak ada yang terlewat.

Siswa-siswi Niskala yang memiliki jiwa penasaran yang sangat tinggi pun berkerumun dipinggir lapangan dengan saling berdesak-desakan. Aku hanya bisa melihat dalam diam, tidak ingin ikut campur dan akhirnya terseret kedalam masalah yang tidak ada habisnya. Aku tidak seberani itu untuk melepaskan ketenanganku selama 3 tahun bersekolah di Niskala.

Bugh

"A*u, Maksutmu opo nyenggol-nyenggol. Nek main ki seng sportif ngono lo. Dadi uwong kok mental tempe.¹" Maki salah seorang laki laki bertubuh tinggi dengan logat jawanya sambil melayangkan pukulan mentah kepada sang lawan main.

Dari pinggir lapangan aku hanya bisa mendengar dan melihat sekelibat permasalahan yang menimpa kedua pemain balap karung itu. Dapat disimpulkan bahwa awalnya perlombaan berjalan damai namun berakhir dengan perkelahian disebabkan oleh sang lawan main yang berusaha menjatuhkan pemain lain dengan cara menyenggol.

Perkelahian semakin ricuh karena dari kedua belah pihak dibantu oleh teman-temannya. Salah satu Arsa berinisiatif memanggil guru dan akhirnya mereka terlerai. Ketika keadaan sudah tenang, perlombaan pun mulai berlanjut.

×××

"Nei, kamu lagi free? Ini handyplastnya habis. Bisa minta tolong buat beliin di apotek?." Rere terlihat kebingungan karena banyaknya korban yang berjatuhan ketika perlombaan tarik tambang berlangsung. Jabatannya yang merangkap menjadi salah satu anak PMR membuat jiwa penolongnya tergugah untuk mengobati korban yang terluka, mayoritasnya memiliki tangan yang lecet hingga paling parah mengelupas dan berdarah.

Aku yang turut merasakan rasa bersalah karena menyebabkan banyaknya korban dari perlombaan ini mengiyakan permintaan tolong Rere. Tidak bisa dimungkiri ini juga menjadi salah satu kesalahan kami sebagai panitia karena menyebabkan banyak orang terluka karena perlombaan yang kami buat. Aku saja rasanya miris melihat tangan mereka yang gemetar serta mengelupas karena terlalu memaksakan kekuatan tangan mereka.

Sekembalinya aku dari membeli obat, aku menepi ke pinggir lapangan untuk beristirahat sejenak. Aku beristirahat didekat speaker yang diletakkan di pinggir lapangan. Rasanya kepalaku pening sekali melihat banyaknya orang yang saling berteriak bersahut-sahutan. Aku butuh mengisi kembali energi mentalku yang akan segera habis, dengan cara menyendiri.

"Mbak, ini speakernya boleh tak² bawa? Soalnya kita dipinggir nggak kedengaran mbak MCnya ngomong apa." Aku melongo kebingungan. Apa maksud laki-laki tinggi berambut ikal ini? Masa speaker untuk kelangsungan acara malah mau dibawa!.

×××

¹. Anj*ng, maksudmu apa senggol-senggol. Kalau main itu yang sportif gitu lo. Jadi orang kok mental tempe.
². Tak dalam bahasa jawa jika digabungkan dengan predikat berarti subjek/aku.

Ditulis : 7-10-2023
Dipublish : 30-10-2023

Mirari : Melodi Semesta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang