Chapter 44 - Kebakaran

29 4 0
                                    

Happy reading<3
+++

Aku hari ini bebas, sedari semalam sebelum tidur aku sudah membuat list kemana saja aku harus pergi. Hujan, badai, angin ribut, apalagi salju bukanlah halangan untukku keluar dari dalam kamar hotel. Aku tidak ada teman untuk berjalan-jalan di Jepang. Dalam perjalanan bisnis kali ini sebenarnya ada satu lagi perempuan, namun sudah paruh baya. Tidak mungkin aku mengajak ibu-ibu sosialita untuk berjalan kaki keliling Tokyo.

Aku sekarang bersenjata lengkap, lebih mirip seperti selimut berjalan. Dari atas sampai bawah tidak ada bagian tubuhku yang terpapar suhu dingin. Memang benar kata Alka bahwa aku tidak tahan dengan suhu dingin, baru keluar beberapa langkah dari hotel udara dingin sudah menusuk ke dalam hidungku dan membuatku bersin. Semoga pulang dari sini aku tidak sakit.

Tujuan utamaku adalah menuju ke Museum Seni Mori, aku beruntung karena Museum ini terbuka saat musim dingin. Saat aku sampai ke dalam museum, museum masih sepi. Hanya ada beberapa orang saja yang menikmati seni di dalam ruangan Museum yang luas ini. Aku melepaskan jaketku, udara dalam Museum hangat. Mencairkan butiran salju halus yang menempel di tubuhku. Padahal aku sudah memakai payung, tapi tetap saja salju mau dekat-dekat denganku.

Sumpah aku tidak berhenti berdecak kagum ketika masuk ke dalam museum ini. Semua pesan tersirat dari seni membuat aku takjub. Bagi para penikmat seni, disini adalah tempat yang kalian cari. Lama aku berkeliling sampai tidak sadar kalau sekarang matahari sudah mulai meninggi. Jika bukan karena perutku yang kelaparan aku akan berlama-lama lagi di dalam museum.

Pilihanku selanjutnya jatuh ke restoran ramen di dekat museum yang dijamin kehalalannya. Ramennya enak, rasa autentik khas Jepang. Jalanan di jepang lebih sepi saat musim dingin, semua orang lebih memilih ada di dalam ruangan daripada harus berjalan dalam keadaan udara yang dingin. Sebenarnya ini masih awal musim dingin, jadi tidak begitu banyak salju di jalanan. Hujan Salju pun tidak sering turun, mungkin beberapa hari lagi salju akan menumpuk.

Restoran ramen ini cukup dekat dengan hotel jadi tidak butuh waktu lama untuk aku bisa kembali, aku sudah cukup puas dengan perjalanan singkatku ini. Aku masih harus beristirahat untuk mempersiapkan penerbangan besok. Mataku terpejam tepat setelah menghempaskan diri ke kasur hotel. Rasanya nyaman sekali sampai aku tidak sadar kalau ternyata aku sudah masuk ke dalam alam bawah sadarku.

+++

Rasanya udara disekitarku teramat panas, sepertinya aku tidak menyalakan pemanas ruangan sampai sepanas ini. Rasanya tidak nyaman sekali sampai akhirnya aku membuka mata dan hasilnya seluruh pandanganku berkabut. Ditengah musim dingin Jepang yang seharusnya membekukanku aku malah merasa seperti saat musim panas. Kesadaranku dipaksa bangkit ketika menyadari bahwa ada yang tidak beres disekitarku.

Aku terduduk alarm kebakaran berdering dengan keras di dalam ruangan ini dan bisa-bisanya aku masih bisa terlelap dalam tidurku. Disekelilingku penuh dengan asap dan hawa panas. Mataku pedas sekali berhadapan langsung dengan asap.

Uhuk uhuk

Perih menjalar di rongga dadaku ketika aku semakin banyak menghirup asap. Udara disini benar-benar panas, seperti ada dalam oven besar yang sedang melakukan pemanggangan. Aku bergerak cepat mengambil selimut lalu berlari ke kamar mandi untuk mencelupkan selimut ke dalam air. Setidaknya jika aku mati sekarang aku tidak dalam keadaan yang terlalu buruk.

Aku membuka pintu kamar hotel, aku melihat sumber api yang membumbung tinggi. Ternyata inilah alasannya mengapa aku merasakan panas yang keterlaluan seperti ada dalam simulasi neraka. Api itu tepat berada tiga kamar dari kamarku dan memiliki kemungkinan untuk terus menjalar sampai ke sisi ini. Aku melilitkan selimut basah itu pada tubuhku. Berlari menuju sisi yang berlawanan untuk menuju ke tangga darurat. Asap membuat dadaku sesak.

Aku mendengar suara anak menangis yang semakin lama semakin keras, siapa manusia yang tega meninggalkan anak mereka ditengah situasi genting seperti ini. Aku mencoba mencari dengan mengikuti sumber suara, langkahku semakin kupercepat. Jika tidak, api itu akan dengan cepat sampai kesini. Akhirnya aku berhasil menemukan anak itu ada di dalam ruangan yang tidak terkunci, orang tuanya benar-benar tidak bertanggung jawab meninggalkan anak sekecil ini tanpa perlindungan.

Batita itu berjalan dengan tertatih menuju pintu yang aku buka, aku segera menjangkau batita itu dan memeluknya dengan erat. Nafasku semakin berat, aku harus segera keluar dari sini. Dengan sekuat tenaga yang aku bisa, aku berlari menuruni tangga darurat yang banyaknya bukan main. Aku ada di lantai 6 dan membutuhkan banyak waktu untuk bisa sampai ke bawah. Rasa takut menjalar di hatiku, segala macam doa selalu aku rapalkan.

Ingin mengambil nafas pun sulit, aku menjaga pandanganku agar tetap jernih, masih ada 3 lantai lagi yang harus aku lewati tapi rasanya aku tidak kuat. Aku jatuh terduduk saat sampai di depan pintu darurat lantai 2, batita yang aku selamatkan sudah tidak lagi menangis saat aku peluk dengan erat. Aku semakin kesulitan bernafas, terlalu banyak asap yang aku hirup. Ditengah kesadaranku yang semakin menipis, pintu darurat dibuka secara kasar. Aku tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang datang sampai akhirnya mataku sepenuhnya menggelap.

+++

Diketik : 12-12-23
Dipublish : 20-12-23

Mirari : Melodi Semesta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang