Chapter 4 - Alka

60 9 0
                                    

Happy reading<3
×××

Hari yang menegangkan untuk seluruh siswa siswi Niskala. Hari dimana hasil pembelajaran selama satu semester ini akan dirangkum hanya dengan selembar kertas. Satu kertas dengan sejuta beban yang menyertainya. Kertas ini bernama rapor.

Rapor pertamaku di Niskala. Rasanya sangat campur aduk menantikan hasil kerja kerasku selama satu semester. Katakanlah aku anak ambis, memang nyatanya seperti itu. Ingin selalu menjadi yang terbaik, bukankah semua orang menginginkan itu?. Kecewa karena hasil tidak memuaskan hati kadangkala aku alami.

Tetapi, bukankah diatas langit masih ada langit?. Jadi, intinya kadang aku memang lebih baik dari yang lainnya namun ada yang lebih baik lagi daripada aku. Untung saja orang tuaku tidak terlalu menuntut hasil raporku harus selalu menjadi yang terbaik. Kalau kurang memuaskan tidak akan dimarahi, minimal ditertawakan.

Aku berangkat terpisah dengan ibuku, karena ibuku harus mengambil rapor milik adikku terlebih dahulu. Kadang sampai sudah sepi ibuku baru datang. Banyak orang berlalu lalang kesana kemari dengan orang tua mereka masing-masing. Orang tua Lana, Cyra dan Aria pun juga telah menempatkan diri ke dalam kelas kami. Sedangkan kami dengan gugup menanti-nanti di luar kelas.

"Aku takut banget kalau ternyata nilainya minus." Cyra memilin tangannya dengan gugup, terlihat sekali bahwa dia sangat tertekan hari ini.

"Kalau aku bilang tenang aja pasti kamu nggak bakal tenang. Jadi gini deh, kamu merasa usaha kamu udah maksimal kan? Kalau merasa udah ngelakuin yang terbaik yaudah jangan takut. Usaha nggak akan menghianati hasil. Ilingo Gusti mboten sare⁵." Aku menepuk-nepuk pelan pundak Cyra yang terlihat terperangah takjub mendengar apa yang aku katakan.

"Wedyan Neisha tok til⁶." Aria mengacungkan kedua jempolnya membuatku sedikit merasa malu. Apalagi hingga beberapa ibu-ibu atau bapak-bapak yang sudah selesai mengambil rapor anaknya ikut menoleh ke arah kami.

Tring Tring...

"Bentar ada telfon." Ijinku pada mereka. Ternyata mamaku yang menelepon, pasti ia sudah sampai di Niskala. Buru-buru aku mengangkat panggilan mama.

"Assalamualaikum Halo ma, mama udah sampai dimana? Mau tak jemput?."

"Waalaikumsalam, Mama ada di parkiran depan, kamu kesini cepetan mama ndak tau jalan."

"Iya, mama tunggu disana dulu. Shasha kesana sekarang."

Tut..

"Aku jemput mamaku dulu ya." Pamitku kepada Lana, Cyra dan Aria. Tanpa menunggu jawaban mereka aku segera menerobos banyaknya manusia di koridor untuk bisa dengan cepat sampai ke parkiran, tentunya dengan permisi.

Bukan karena apa aku terburu-buru untuk menjemput mamaku, karena mamaku ini tipe yang akan jadi badmood kalau harus menunggu terlalu lama. Bisa-bisa uang jajanku selama liburan tertahan, kan tidak lucu. Tapi, apa ini? Mama sedang berbincang dengan siapa? Padahal tidak sampai lima menit setelah aku mematikan telfon mama, mama sudah bersama orang lain saja.

Setelah berjarak kurang dari 10 meter aku melambatkan langkahku. Menatap bolak-balik antara mama dengan orang yang dia ajak untuk berbincang dengan terkejut. Karena tidak lain dan tidak bukan yang diajak berbincang oleh mama adalah Alka. Betulan Alka, Alka yang beberapa hari lalu follow pentagram milikku!.

Mama sepertinya sudah melihatku, sebelum aku sampai ketempatnya ia sudah mengakhiri perbincangannya dengan Alka dan kemudian menghampiriku. Aku sempat bertatap mata dengan Alka, lagi. Sekilas matanya terlihat menampilkan kekosongan, entahlah mungkin aku salah lihat. Aku tidak terlalu menghiraukannya. Nanti setelah pulang aku akan bertanya kepada mama, ia membicarakan apa dengan Alka.

×××

"Ma, mama tadi waktu di parkiran ngobrol sama siapa? Mama kenal?." Tanyaku pada Mama yang kini tengah berbaring diatas sofa ruang keluarga. Sedangkan Aku duduk lesehan di bawah sambil memakan kripik kentang yang aku bawa.

"Oh yang laki tadi?, tadi itu rapornya Aisha jatuh didepan gerbang, mama gak ngeh kalau ternyata jatuh terus disamperin sama siapa ya namanya mama lupa, ya pokoknya si itu. Dibawain rapornya Aisha. Udah gitu aja." Aku tidak menyangka, ternyata dibalik kemiringan di otaknya, si Alka ini baik. Tentunya kita tidak boleh menilai buku dari sampulnya saja.

"Mama kayaknya tadi aku lihat ada sedikit ngobrol sama dia, mama ngobrolin apa?." Aku semakin mengorek informasi dari mama, yang mungkin saja bisa menjadi bahan perbincangan dengan teman-temanku. Bahasa halusnya, Gibah.

"Kamu kenapa tanya-tanya kayak gini? Nggak kaya biasanya, kamu suka ya sama dia? Hayooo" Mama menoel lenganku dengan menaik-naikkan alisnya. Mama jika dalam mode ini terlihat menyebalkan.

"Apasih ma, Shasha cuma kepo aja. Lagian nih ya, yang tadi mama ajak ngomong itu nyebelin banget." Balasku menepis tangan mama, sedangkan mama malah tertawa melihat raut muka kesalku.

"Darimana nyebelinnya. Dia itu malah kasian tau, mama tadi basa-basi tanya lagi nungguin orang tua atau udah selesai ambil rapor, mama sendiri yang ngerasa nggak enak. Soalnya dia ternyata yang ngambilin rapor rewangnya⁷ dirumah. Mama nggak tau ya mungkin orang tuanya sibuk atau gimana." Aku terperangah mendengar penuturan mama.

Sekarang aku tau kenapa matanya menunjukkan kekosongan itu. Bagimana tidak sedih jika dihari kita akan mendapatkan hasil kerja keras kita, malahan orang tua kita tidak bisa ikut mendampingi. Disaat siswa-siswi lain berjalan bersama orang tua mereka, ia harus menahan iri melihat hal itu. Apakah senyumnya adalah salah satu cara menutupi luka? Siapa yang tau?.

×××

⁵. Ingatlah Tuhan tidak tidur.
⁶. Gila cuma Neisha.
⁷. Pembantu

Ditulis : 15-10-2023
Dipublish : 30-10-2023

Mirari : Melodi Semesta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang