Chapter 45 - Rumah Sakit

39 6 1
                                    

Happy reading <3
+++

Suara jarum jam yang berdenting mengisi kesunyian ruangan ini. Dadaku sesak seperti tertindih oleh gajah dan tangan kananku seperti digenggam oleh tangan hangat seseorang. Aku menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina mataku. Langit-langit putih menyapa pandanganku, perlahan semua kenangan sebelum aku kehilangan kesadaran muncul. Hotel yang kebakaran, dan batita yang ku selamatkan.

Aku tidak bisa menoleh dengan bebas karena ventilator menutupi hidung dan mulutku. Aku mencoba menarik tangan kananku yang berat, tidak tau siapa yang ada di dalam ruanganku ini.

"Nei?." Aku beradu pandang dengan Alka. Mata Alka berkaca-kaca, tangannya tidak melepaskan tanganku namun mendekat seraya menekan salah satu tombol yang ada di atas ranjang pasien milikku.

Aku tidak bisa membalas Alka, nafasku masih berat walaupun dipasangi ventilator. Sepertinya aku menghirup terlalu banyak asap sehingga keadaanku menjadi seperti ini. Sampai dokter datang pun Alka masih saja diam dengan menggenggam tangan kananku. Matanya tidak lepas dariku sama sekali sampai rasanya aku tidak tahan dilihat dengan sedemikian rupa oleh Alka.

Tanganku mencoba meregang untuk melepaskan genggaman Alka namun menjadi sia-sia karena Alka sama sekali tidak berniat untuk melepas genggamannya. Aku mengangkat tangan kiriku untuk melepas ventilator namun tanganku langsung dicekal dan dikembalikan ke tempat semula.

"Maaf." Padanganku yang tidak fokus, kini fokus pada Alka yang tiba-tiba mengungkapkan permintamaafan. Aku berfikir sejenak. Di dalam ingatanku dia akhir-akhir ini tidak mencari masalah denganku. Jadi, untuk apa meminta maaf?.

"Aku telat selamatin kamu. Maaf Nei, lagi-lagi aku nggak becus." Alka menunduk dalam, aku merasakan ada air yang menetes di tanganku namun langsung di usap oleh Alka. Aku yakin sekarang Alka sedang menangis.

Aku mengangkat tangan kananku dan akhirnya berhasil lepas dari genggaman Alka. Tanganku terulur untuk mengusap pipi Alka yang banjir oleh air mata lalu mengelus rambut Alka, mencoba membuat Alka lebih tenang. Kemana perginya Alka sang bos yang pendiam dan perfeksionis, sekarang yang ada hanyalah Alka yang rapuh. Seperti porselen rapuh yang akan pecah sekali disentuh.

Tidak ada yang bisa aku lakukan hingga menunggu Alka benar-benar tenang. Matanya yang memerah menatapku seperti anjing yang ditinggalkan pemiliknya. Mata itu penuh luka yang terpendam, sebenarnya apa yang dilalui Alka selama delapan tahun ini hingga dia menjadi seperti sekarang ini. Aku masih tidak tau apa yang sebenarnya terjadi dengan kehidupannya selama ini. Dan aku tidak bisa mengerti kenapa dia sekarang bersikap seperti ini, seolah tidak ingin kehilangan aku sama sekali. Padahal dialah yang pertama kali pergi.

Aku masih berada di Jepang. Menurut dokter aku bisa kembali dalam 2 hari jika keadaanku mulai membaik. Aku menghembuskan nafas dengan berat, aku saja yang menghirup asap kebakaran sudah seperti orang sekarat begini lalu orang yang menghirup asap rokok setiap harinya akan menjadi seperti apa. Aku menarik pelan tangan Alka mencoba membuat Alka lebih dekat karena aku ingin berbicara. Alka mendekatkan tubuhkan ke arahku, satu tanganku yang bebas menarik ventilator agar terlepas. Kali ini aku tidak di tahan oleh Alka.

"Anak itu mana?." Dengan lemas aku menanyakan batita yang tadi sempat aku tolong.

"Dia udah balik ke orang tuanya, kamu nggak usah khawatir. Udah ya dipakai lagi." Aku menahan tangan Alka yang akan memasangkan kembali ventilator padaku.

"Semua orang selamat kan?." Alka mengangguk lalu kembali memasangkan ventilatorku.

"Semuanya selamat, maaf aku nggak tau kalau kamu masih di atas. Aku terlambat. Untung saja kamu bisa selamat." Alka menundukkan kepalanya merasa bersalah karena tidak mengetahui keberadaanku. Memang benar, jika telat sedikit saja aku bangun dari tidur mungkin sekarang ini aku sudah kembali ke pangkuan-Nya.

Aku kembali menarik pelan tangan Alka lalu menggeleng pelan mencoba mengusir kegundahan hati Alka. Aku termenung, akankah aku masuk ke dalam lubang yang sama?. Aku harus segera mencari jalan keluar dari semua trauma masa lalu Alka sebelum semuanya menjadi lebih jauh lagi. Aku tidak bisa dan tidak ingin lagi mengalami sakit hati untuk yang kesekian kalinya. Luka kemarin saja belum sembuh masa harus membuka luka lama.

Aku tidak pernah percaya kalau keajaiban itu ada di dunia. Nyatanya luka lama tidak bisa secara ajaib sembuh dan menghilang. Semua keajaiban hanyalah semu belaka, semuanya hanyalah takdir yang menyamar sedemikian rupa dan dikemas dengan apiknya. Semua hanyalah melodi dari sang semesta yang tidak akan pernah ada ujungnya.

+++

Diketik : 15-12-23
Dipublish : 21-12-23

Mirari : Melodi Semesta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang