Chapter 32 - Penebusan

31 3 0
                                    

Happy reading <3
+++

"Oh iya, ini tasnya. Isinya dijamin masih lengkap. Tapi anu.." Aku semakin curiga ketika tas sudah kembali ke tanganku tapi wajah Arkan masih saja tidak meyakinkan.

"Motor saya sekarang dimana?." Aku memincingkan mataku curiga. Arkan terlihat semakin gelagapan, pasti hal yang dia tutupi terkait dengan motorku. Aku mengobrak-abrik isi tasku namun tidak kunjung menemukan kunci motor berbandul kucing milikku.

"Mbak Neisha, maaf banget saya semalem panik jadi nggak kepikiran kalau Mbak Neisha bawa motor. Motornya hilang." Aku membelalakkan mataku, yang benar saja masa hilang!.

"HILANG? KOK BISAA??." Mataku kembali berkaca-kaca, sial sekali hariku. Sudah jatuh tertimpa tangga dua kali pula.

"Aduh, tenang dulu Mbak jangan nangis lagi. Saya ganti rugi, Mbak mau motor? atau mau mobil?." Arkan gelagapan menenangkanku yang akan menitikkan air mata, aku memukul keras bahunya menggunakan tanganku yang tidak di infus.

"Saya lagi sedih, jangan bercanda." Aku tau uangnya tidak akan habis hanya karena membelikanku motor, tapi aku sedih bukan karena itu tapi karena gantungan kunci kucing milikku. Aku sudah custom agar mirip dengan Abu, kucingku yang sudah berpulang ke pangkuan-Nya. Hanya ada satu di dunia karena itu berasal dari bulu Abu sendiri. Dan aku tidak akan pernah bertemu lagi dengan Abu.

"Saya bisa ganti motornya, mbak nggak usah nangis. Walah kok malah tambah kejer." Arkan menyodorkan sekotak penuh tisu kepadaku. Aku ingin tertawa melihat mukanya yang lucu karena panik, tapi kesedihan karena kehilangan gantungan kunci milikku tidak akan pernah padam.

"Saya tau Mas bisa ganti hikss, tapi gantungan kunci saya Mas nggak bisa ganti." Dengan sesegukan aku membalas Arkan.

"Saya carikan yang baru ya, udah dong masa nangis terus nanti cantiknya ilang." Aku mencoba menetralkan kembali nafasku yang tersenggal. Badanku yang sudah lemas bersandar tak berdaya pada tumpukan bantal yang diletakkan Arkan di belakang punggungku.

"Nggak bakalan bisa diganti, itu cuma ada satu di dunia ini. Mau cari kemanapun juga tetep nggak bakalan nemu." Mungkin ini kesalahanku sendiri karena bukannya meletakkan dengan benar gantungan kunci itu di rumah, malah membawanya kemana-mana dan ujung-ujungnya sekarang hilang.

"Terus saya harus ganti ruginya gimana?." Aku menatap Arkan dengan penuh perhitungan, pasti sekarang bulu kuduknya sedang merinding.

+++

Satu hal yang menjadi kesamaan dari Alka, Arkan, dan Kai, mereka bertiga bisa tertidur dengan lelap ketika bersama denganku. Aku tidak tau kenapa, tapi menurut pandanganku sebagai psikolog, mereka mendapatkan rasa aman dari kehadiranku. Mereka semua adalah sosok yang berbeda namun satu.

Sekarang ini Arkan sedang terlelap di atas sofa yang ada di ruanganku, kelihatannya dia lelah setelah mengurus diriku yang mempermasalahkan tentang gantungan kunciku yang ikut menghilang. Setelah perdebatan panjang akhirnya kami mendapatkan suatu keputusan besar, dia tetap mengganti motorku dan dia akan menjagaku selama aku masih di rawat di rumah sakit sebagai penebusan gantungan kunciku yang lucu.

Untung saja hari ini dan besok adalah weekend jadilah jika aku dan manusia satu itu tidak masuk ke kantor tidak akan ada yang mencari. Dia benar-benar tepat janji, semua keperluannya sudah berada di dalam ruangan ini. Aku akan dirawat selama 2 hari, lukaku bisa dikatakan agak parah, bahu kiriku lebam, lengan kiriku perlu di jahit, kaki kiriku kesleo, intinya tubuh bagian kiriku remuk karena aku gunakan untuk menahan bobot tubuhku ketika tergesek aspal.

Aku melamun, jika dipikir-pikir aku tau kenapa Alka malah menggunakan nama Kai ketika di kantor. Karena menghindari kecurigaan dan mereka lebih terlihat mirip, jadi orang awam pasti tidak bisa membedakan mana Alka dan mana Kai. Sedangkan Arkan adalah sosok yang sama sekali berbeda dengan keduanya, dia terlalu ceria sama seperti Alka dulu.

Aku tenggelam dalam lamunan masa lalu, sebenarnya apa yang membuat mereka hadir dalam hidup Alka. Pemicu apa dan apa sebabnya. Begitu beratkah 8 tahun ini untuk Alka sampai ibunya pun tidak bisa mendekati dia lagi. Begitu banyak kemungkinan yang ada di dunia ini dan ada beribu jika yang tidak akan pernah terjadi.

"Nei, dari tadi makannya kok belum di makan?." Aku tidak menyadari kalau ternyata Arkan sudah terbangun dan berdiri di sebelahku. Satu hal lagi, kami menghilangkan bahasa formal dan menjadi seorang teman. Agak aneh menyebutkan teman ketika aku sudah lama mengenal dia tapi dia baru saja mengenal aku.

"Malah melamun lagi, ini dimakan dulu baru minum obat. Nanti kalau sakit nangis lagi." Aku terkekeh singkat, ya sudahlah toh kita adalah teman sekarang.

Arkan menata meja lipat untuk menaruh makanan milikku. Semuanya dia siapkan, aneh juga untuk seukuran orang asing dia mau-mau saja menjaga aku.

"Terimakasih banyak ya Mas, aku terharu lo ini. Padahal kita stranger tapi kamu mau-mau aja jagain aku." Aku mulai memakan makananku. Arkan juga duduk di samping ranjang sembari memakan buah-buahan yang dia beli.

"Kalau kata siapa gitu aku lupa, nolongin orang itu jangan setengah-setengah." Tanganku yang memegang sendok mendadak kaku, aku tersenyum ringan untuk menutupi hal itu.

+++

Bonus

"Kenapa harus di bawa pulang sih yang, kan tadi udah di kasih makan. Nanti kalau balik lagi ke rumahmu gimana." Seorang laki-laki terlihat bersungut-sungut ketika melihat pacarnya membawa kucing yang terluka kembali ke rumah.

"Yaudah sih, kamu tau nggak kalau nolongin itu nggak boleh setengah-setengah. Kalau nolongin setengah-setengah mending nggak usah nolongin sekalian." Laki-laki itu sontak terdiam mendengar penuturan pacarnya yang langsung kena di hati. Dia hanya bisa menuruti pacarnya untuk membawa kucing itu pulang ke rumah agar bisa diobati.

Diketik : 29-11-23
Dipublish : 7-12-23

Mirari : Melodi Semesta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang