Chapter 39 - Tau

26 4 0
                                    

Happy reading <3
+++

"Anak kakakku, bukan anakku. Mas Arkan kok bisa disini?." Ada sesuatu yang mencurigakan tentang kenapa Arkan bisa ada disini. Karena pasti yang pertama kali memiliki inisiatif untuk pergi ke sini adalah Alka, ingat mereka ada dalam satu tubuh yang sama.

"Jalan-jalan aja. Untung anak ini ketemunya sama aku, walaupun tadinya mau aku culik sih. Mumpung ketemu kita makan dulu yuk." Jika bukan karena sekarang aku menggendong Tama pastinya jari-jari lentikku sudah mendarat dengan mulus di lengan Arkan.

"Boleh, ayo mau makan dimana?." Aku menganggukkan kepalaku, ada hal yang harus aku tanyakan pada Arkan. Tujuan sebenarnya aku datang adalah misi bukan?.

"Sushi mau?. Tama biar aku gendong aja sini. Tama ayo sama om." Tama mengendurkan tangannya pada leherku lalu beralih menuju ke gendongan Arkan. Walaupun Tama masih kecil tapi kalau terlalu lama menggendong Tama juga akan membuat tangan kebas.

Aku menyetujui ajakan Arkan, kami sekarang menuju ke Restoran Sushi. Sudah lama aku tidak makan Sushi. Di sepanjang jalan kami berdua saling berbincang, jika sedang bersama Arkan aku pasti mengalami de javu. Kenangan masa lalu tumpang tindih dengan kenangan sekarang. Rencana Tuhan memang tidak ada duanya, aku yang dulunya berfikir seumur hidup tidak akan bertemu lagi dengan manusia ini malahan sekarang bertemu lagi. Kadang takdir memang sebercanda itu. Sampai rasanya keajaiban dunia hanyalah melodi dari sang semesta.

Restoran Sushi yang kami pilih cukup ramai. Aku cukup beruntung karena aku tidak memiliki alergi lain selain Kopi, jadi aku bisa makan apapun sepuasku. Tama kali ini cukup menjadi pendiam, mungkin karena tadi sempat lepas dariku Tama menjadi takut untuk pergi kemanapun. Kami makan dengan senang, perut kenyang hati pun riang.

"Mas, kamu sudah tau kan?." Arkan menaikkan alisnya bertanya, seperti tidak menangkap maksud dari perkataanku.

"Tau apa sih? Kamu ngomong jangan setengah-setengah dong." Arkan kembali menyuapkan Sushi ke mulutnya.

"Kamu kenal Kai?."

"Kai siapa? Aku nggak kenal." Matanya terlihat mengelak, jelas sekali terlihat bahwa dia sedang berbohong.

Akan sedikit aku jelaskan mengapa aku bisa langsung menanyakan hal ini pada Arkan. Mungkin bagi Alka si jiwa 'utama' fase pergantian identitas diri menjadi Arkan hanyalah waktu tidur singkat yang dia alami, namun bagi identitas lain seperti Arkan maupun Kai mereka pasti merasakan perbedaan waktu yang signifikan. Mereka semua saling menyadari bahwa mereka ada, namun mereka tidak berbagi memori yang sama. Arkan dan Kai tidak dikendalikan oleh Alka, mereka memiliki pemikiran sendiri dan berperilaku sesuai watak mereka sendiri.

Mereka cukup rumit, dan kondisi ini manusia yang bisa 'menyembuhkan' diri mereka sendiri tergolong langka dan hampir tidak ada yang bisa. Yang harus aku lakukan sekarang hanyalah sedikit meringankan beban psikologis yang menghantui Alka hingga saat ini. Salah satunya dengan dimulai dari Arkan, aku akan memancing Arkan agar dia mau mengungkapkan kenapa bisa dia ada.

"Kai itu kamu. Aku tau kalian berdua berbeda, tapi kalian berdua ada di tubuh yang sama. Benar begitu Pak Kai?."  Aku menyadari kalau tiba-tiba Arkan mengubah raut wajahnya menjadi datar dan bola matanya menggelap. Arkan mencoba bersembunyi dari pertanyaanku dengan Kai sebagai tamengnya.

"Kaneisha, kamu tau terlalu jauh. Ini bukan ranah kamu untuk mencari tau." Kai meletakkan sumpitnya pada piring, lalu mencoba untuk beranjak pergi. Dengan lancang aku langsung menggenggam lengannya agar tidak pergi.

"Pak, ini ranah saya. Anda tidak tau? Semuanya berawal dari Alka yang meninggalkan saya lebih dulu, sebelum kalian berdua hadir." Mataku berkaca-kaca, aku berhasil membuat Kai duduk kembali. Tama masih sibuk dengan makanannya sendiri dan tidak menghiraukan aku yang beradu dengan Kai. Salahku karena terlalu terbawa suasana.

"Kaneisha, kamu memang aneh. Keberadaanmu sangat aneh, kamu bisa tau tentang apa yang kami tidak tau. Kamu bisa membuat saya tidur nyenyak tanpa ada mimpi buruk yang menghantui saya. Kamu bisa tau kalau kami berbeda." Kai mencurahkan isi hatinya, dia memang kepribadian yang lebih dewasa daripada Alka dan Arkan. Dia juga lebih bisa menganalisis situasi lebih baik daripada mereka berdua. Dia tau keberadaannya hanyalah sisi lain dari kehidupan Alka.

"Saya bisa membedakan kalian dengan mudah, Alka yang kini pendiam, Arkan yang suka tertawa, dan Kai yang dewasa. Semuanya bisa dibedakan dengan jelas. Saya tau anda berbeda, dan saya tidak menuntut anda untuk berperilaku menjadi seperti Alka. Yang saya inginkan adalah kejelasan tentang mengapa anda bisa ada." Tangan Kai terkepal di atas meja, mungkin aku terlalu berlebihan ketika bertanya. Aku mengatur kembali nafasku agar tidak menjadi lebih menggebu-nggebu. Tama masih disini dan aku tidak boleh memperlihatkan emosi berlebihanku.

"Kaneisha, biarlah semuanya berlalu. Saya cukup senang, kamu bisa mengakui kehadiran saya yang menjadi bayangan dari Alka. Tidak ada yang perlu dibahas lagi, dan tolong lupakan pembicaraan kita hari ini." Kali ini Kai benar-benar beranjak pergi. Aku menghempaskan badanku ke belakang, aku terlalu gegabah kali ini. Semoga apa yang aku lakukan hari ini tidak membuat dinding di antara kami semakin meninggi.

+++

Diketik : 5-12-23
Dipublish : 15-12-23

Mirari : Melodi Semesta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang