Chapter 34 - Maaf

31 3 0
                                    

Happy reading<3
+++

"Pak, letakkan semua barang elektronik. Hari ini anda wajib istirahat total. Saya tidak mau anda menjadi tambah drop dan mengakibatkan semua jadwal yang sudah disusun terpaksa untuk diundur lebih lama lagi." Alka ini bandel sekali kalau dibilangin, tidak memikirkan kondisi tubuhnya sendiri yang semalam mengalami demam tinggi. Aku menjauhkan laptop dan ponsel dari jangkauan Alka, agar dia mengesampingkan pekerjaannya terlebih dahulu.

"Kaneisha, kamu bawel sekali." Aku melirik sinis pada Alka dan melanjutkan menata barang Alka di meja sofa. Aku beralih mengambil sarapan Alka yang tadi diantar oleh suster. Kini pekerjaanku sebagai asisten pribadi sudah realistis sekali. Sana saja yang menjadi asistenku tidak bekerja se-loyal aku.

"Ini pak, sarapan anda. Saya tinggal ke kantin dulu ya pak. Nanti jika sudah selesai sarapannya, obatnya ada disini. Kalau ada apa-apa langsung tekan tombol ini, biar dokter atau susternya langsung datang." Aku menata makanan pada meja lipat yang sudah tersedia di depan Alka. Aku sibuk mengingatkan Alka tentang hal-hal yang harus dilakukan ketika aku meninggalkan Alka sendirian di dalam ruangan ini.

"Kaneisha, kamu tetap tidak berubah." Gerakanku yang menaruh obat di nakas terhenti. Aku menoleh dan menatap bertanya ke arah Alka. Ini kenapa dia tiba-tiba menuturkan sesuatu yang terkesan aneh.

"Saya berubah pak, saya tidak se-naif dulu." Aku menegakkan badanku agar sejajar dengan tinggi Alka yang terduduk di ranjang. Aku tidak tau arti tatapan Alka padaku itu apa, tapi matanya sedalam samudera dan aku takut untuk tenggelam kedalamnya.

"Kamu benar, kita semua berubah." Alka mulai menyuapkan makanan ke mulutnya.

"Anda sangat berubah sampai saya pun tidak menyangka akan bertemu anda dalam posisi sekarang." Ternyata luka itu tetap ada, hatiku rasanya sakit sekarang. Luka kemarin saja belum sembuh aku malah menantang maut untuk kembali membuka luka lama yang belum reda.

"Neisha, Maaf. Aku sebagai Alka meminta beribu maaf dari kamu atas semua luka yang pernah aku beri." Cukup, rasa-rasanya aku tidak kuat untuk terus mendengarkan penuturan dari Alka. Tapi bukankah memang ini yang selama ini aku cari?. Sebuah kebenaran atas segala hal yang terjadi di masa lalu.

"Pak, biarlah luka itu hilang seiring dengan berjalannya waktu. Tapi yang saya butuhkan hanyalah sebuah kejelasan tentang apa yang terjadi pada waktu itu. Hanya itu, saya tidak mengharapkan lebih." Aku mencoba mengulas seutas senyum, Alka terdiam cukup lama sampai aku sudah diambang batas ingin pergi keluar dari ruangan ini. Aku perlu udara bebas.

"Tidak untuk saat ini, mungkin nanti." Aku tau kalau aku tidak bisa memaksa. Semua yang dipaksa pasti akhirnya menjadi tidak baik.

"Baik pak, saya hargai keinginan anda. Sekarang saya ijin pergi ke kantin. Obatnya jangan lupa diminum." Aku sedikit membungkuk lalu keluar dari ruangan yang rasanya penuh sesak ini.

Kantin rumah sakit terasa sejuk, mungkin karena area kantin berada di antara area indoor dan outdoor. Semangkuk bubur ayam menemani diriku yang kini berada dalam kubangan rasa campur aduk. Walaupun rasaku campur aduk, bubur ayamku tidak akan pernah aku aduk. Membayangkan bubur yang diaduk saja sudah membuatku tambah badmood.

Kali ini aku menyesal sudah menerima misi ini, ternyata jiwa kepoku seharusnya aku pendam dalam-dalam agar tidak menjerumuskan aku dalam lautan penyesalan. Fakta lain, hatiku ternyata amat lemah.

Untuk Bara, sebut aja dia hewan karena aku amat jijik menyebutkan namanya. Setelah dipikir-pikir aku sekarang sudah baik-baik saja, kemarin aku terlalu bodoh karena menangisi hewan satu itu. Sedari awal aku benci dengan kata perselingkuhan, apalagi kemarin dua hewan itu sudah melakukan hubungan lebih. Mana mau aku dengan barang bekas. Rasa sukaku sekarang sudah jatuh ke titik terendah, sudah memasuki tahap jijik. Sekarang saja aku merinding sekujur di sekujur tubuh karena memikirkan ketololanku kemarin.

"Neisha?. Kok disini, siapa yang sakit?." Aku terkejut ketika mendengar suara orang yang aku kenal memecahkan lamunanku. Aku mendongak, kebetulan sekali bertemu orang ini disini.

"Kak Saga juga kenapa kok disini?." Aku berjabat tangan dengan Saga, sudah lama aku tidak berkontak dengan dia. Tau-tau malah bertemu disini.

"Mamaku sakit, eh pertanyaanku tadi belum dijawab." Tanpa permisi Saga duduk di hadapanku. Bertahun-tahun sudah berlalu dan kelakuannya masih sama, seperti bocah.

"Semoga cepet sembuh ya mamanya, oh iya soal kenapa aku bisa disini kayanya Kak Saga harus ikut aku ketemu seseorang deh, pasti Kak Saga kaget. Ayo." Saga menaikkan alisnya seolah bertanya kepadaku, mau tidak mau karena dia penasaran, dia mengikuti langkahku yang menjauhi kantin.

Saga berkali-kali bertanya kepadaku siapa orang yang akan kita hampiri tapi aku tetap saja bungkam. Biarlah ini menjadi kejutan untuk dia yang juga sama-sama mencari. Aku sampai di depan ruang rawat Alka, lalu perlahan membuka pintunya. Aku memincingkan mataku, Alka ini kepala batu sekali. Siapa coba yang mendekatkan barang elektronik itu kepada Alka lagi.

Alka tidak mendongak untuk melihat siapa yang masuk, dia masih saja fokus dengan laptop yang ada di pangkuannya. Aku bergerak masuk ke dalam ruang rawat, tapi aku tidak merasakan Saga mengikuti langkahku. Saat aku menoleh ke belakang Saga masih membeku di pintu sambil menatap lurus ke arah Alka.

"Nei?. Kalian berdua?." Dengan lirih Saga mengucapkan hal itu, seperti tidak percaya kalau kita ada dalam ruang yang sama. Aku tersenyum sambil menggeleng.

"Nanti tak jelasin." Yang tidak kusangka adalah, Saga tiba-tiba melesat masuk ke dalam ruangan dan,

Bugh

Dia meninju wajah Alka yang terlihat tanpa dosa. Waduh sepertinya mempertemukan mereka adalah pilihan yang kurang tepat.

+++

Diketik : 30-11-23
Dipublish : 8-12-23

Mirari : Melodi Semesta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang