Chapter 19 - Anniversary

30 5 0
                                    

Happy reading<3
×××

Alka tambah sibuk sekarang, banyak tugas ujian praktik yang harus dia jalani. Aku hanya bisa memaklumi hal itu, toh itu adalah syarat agar dia bisa lulus. Hari ini tepat hari jadi hubungan kita yang pertama, setelah satu tahun kita menjalani hubungan berstatus pacaran.

Kini aku tengah membantu Alka bersiap, hari ini Niskala mengadakan pagelaran tari untuk ujian praktik seni budaya. Seluruh murid kelas 12 secara berkelompok menunjukkan tarian-tarian dari sabang sampai merauke untuk memenuhi nilai seni mereka. Alka menampilkan tari kecak dari bali, agak tidak rela sebetulnya dia harus telanjang dada untuk menari.

Aku membenarkan kain yang melilit pinggang Alka agar lebih rapi dan tidak rawan untuk jatuh. Sekarang waktunya aku melukis di wajah Alka agar lebih on point, sedangkan teman-teman Alka saling melukiskan pewarna hitam di wajah mereka sendiri. Hanya Alka yang VIP aku lukiskan.

"Yang, aku tremor ini." Ditengah aku memegang wajah Alka untuk dilukis, Alka mengajakku untuk berbicara. Tadi ketika aku memegang tangan Alka memang dingin sekali.

"Santai mas, udah latihan kan? Kalau udah bener-bener latihan pasti bisa. Nanti aku semangati dari bawah." Aku menyisir rambut ikal Alka menggunakan tanganku, mencoba menenangkan Alka yang tengah gugup.

"Uhuk uhuk, dunia emang milik berdua yang lainnya cuma NPC." Aku dan Alka sontak tertawa ketika mendengar Saga, teman Alka menyeletuk seperti itu.

"Makanya cari pacar dong Sag, baru gini doang udah panas." Saga langsung terdiam tidak bisa berkata-kata.

"Dim, lihat nih manusia satu halal untuk dibunuh." Saga mencari pertolongan kepada Dimas yang tengah di lukis oleh teman Alka yang lain.

"Alka kui ora salah seng salah mung koe urip neng dunyo." Dimas membalas Saga dengan aksen jawanya yang kental. Aku dan Alka kembali tertawa puas mendengar penuturan Dimas, sedangkan Saga kali ini langsung terdiam membisu.

×××

"Keren banget kamu mas, sekarang udah lega kan?." Alka mengangguk mengiyakan perkataanku.

Satu tahun berpacaran tidak membuatku lancar memanggil Alka dengan sebutan kesayangan, aku masih bertahan dengan panggilan awalku sejak bertemu dengan Alka. Entah sampai kapan, tapi aku sudah mulai berusaha menghilangkan rasa geli ketika memanggil seseorang dengan sebutan 'sayang'. Jangan bandingkan aku dengan Alka yang dari awal lancar bilang 'sayang'.

Kami berdua sedang berada di backstage, bukan hanya berdua sebetulnya karena ada banyak teman-teman Alka yang ada di sini. Ada sedikit rasa malu tapi yasudahlah urusan mereka bukan urusanku. Aku mengajak Alka untuk mengabadikan momen kita hari ini. Tidak bosan-bosan aku mengabadikan momen bersama Alka, waktu tidak bisa di ulang kan?.

Setelah Alka selesai membersihkan dirinya dari kostum tari yang dia pakai, kami berdua kembali lagi ke depan panggung untuk menonton pertunjukan-pertunjukan selanjutnya. Banyak siswa Niskala yang sepertinya memiliki bakat terpendam dalam menari, buktinya mereka semua sangat lihai dalam meliuk-liukkan tubuh.

Pertunjukan telah usai, kami berencana untuk pergi berdua merayakan hari jadi peresmian hubungan kami. Hari masih terang, masih ada waktu untuk kembali ke masa lalu dimana aku dan Alka pertama kali pergi bersama. Benar sekali, tujuan kami adalah museum.

Dengan museum yang berbeda dari sebelumnya, kini kami sedang menyusuri jalan menuju Kota Q untuk mencari museum. Tanpa rencana hendak ke museum apa, kami sepakat akan memasuki museum yang pertama kali kami temukan. Kota Q menjadi pilihan kami karena di Kota S tidak ada satu pun museum yang bisa kami datangi.

P

ilihan kami jatuh pada museum di daerah kota lama, tidak bosan-bosannya kami berdua pergi menjelajahi museum. Mungkin di lain waktu kami bisa pergi mengunjungi museum yang lebih jauh lagi. Aku sangat menantikan hari itu.

"Yang, kamu mau nggak nanti pulang mampir makan di angkringan dulu?" Salah satu yang aku suka dari Alka, dia memilih langsung memberikan opsi makanan daripada menanyakan padaku ingin makan apa. Yang pastinya akan aku jawab terserah.

"Mauuu, nanti sama beli es kacang ijo ya" Aku menggoyang-goyangkan tangan Alka yang bertaut dengan tanganku, Alka tersenyum dan mengangguk.

Aku tersenyum riang lalu menarik Alka untuk masuk ke dalam bangunan museum yang ada di hadapan kami. Aku terperangah takjub melihat isi dari museum ini, bukan seperti museum konvensional pada umumnya. Museum ini bertemakan modern di tengah interior yang klasik. Banyak sekali layar LCD besar yang menampilkan seperti apa dulunya Kota Q pada masa penjajahan.

Aku dan Alka sama-sama meringis ngeri melihat kekejaman dari kolonial walaupun hanya dari layar kaca. Aku tidak bisa membayangkan jika aku hidup di masa lalu aku akan menjadi seperti apa untuk mempertahankan hidup. Ketika kaum wanita derajatnya sangat amat direndahkan. Dilecehkan, dipandang sebelah mata, diperlakukan seperti binatang, selalu diterima oleh kaum wanita ketika masa penjajahan itu berlangsung. Aku saja sampai berkaca-kaca ketika melihat tayangan demi tayangan yang ditampilkan. Dan kita masih teramat sadar bahwa standar ganda untuk kita para wanita masih ada.

×××

Diketik : 18-11-23
Dipublish : 24-11-23

Mirari : Melodi Semesta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang