Chapter 55 - Museum

23 3 0
                                    

Happy reading <3
+++

Aku dan Alka sudah sampai di Museum, seperti de javu Museum kembali ramai dengan anak sekolah yang melakukan study tour. Aku dan Alka memilih untuk menunggu sampai lebih sepi dengan berjalan pelan mencari jajanan kaki lima yang bisa dibeli. Benar-benar seperti kembali ke masa lalu ketika kami masih di masa putih abu-abu. Semesta sepertinya sedang bercanda, dua manusia yang seharusnya sudah asing entah kenapa malah dipertemukan lagi dengan perasaannya masing-masing.

"Nei, mau itu?" Alka menunjuk pedagang yang menjual cimol kentang, ini dia yang aku cari.

"Mau, ayo udah lama aku enggak beli itu," sahutku dengan antusias.

Aku berjalan cepat mendahului Alka agar bisa segera sampai ke pedagang itu. Lama sekali aku tidak memakan makanan kaki lima seperti ini terakhir kali ketika pulang ke Kota S. Kepalaku sampai bergoyang senang ketika memakan kentang goreng yang sudah sampai di tanganku. Tubuhku langsung membeku ketika ada tangan yang mengusap kepalaku, aku lupa jika masih ada Alka disini refleks aku melangkah mundur menghindari tangannya yang masih menangkring di kepalaku. Dengan mulut yang masih mengunyah kentang aku menatap Alka, perbedaan tinggi badan kami membuat aku mendongak untuk bisa menatap tepat pada bola mata Alka. Tidak sampai lima detik langsung saja aku memutus tatapan mataku dengan Alka seperti tidak pernah terjadi apa-apa lagi. 

Aku mengedarkan pandanganku, lagi-lagi pohon menjadi pilihanku untuk berteduh dari teriknya matahari. Alka hanya diam saja mengikuti kemanapun aku pergi, kami berdua lalu duduk bersebelahan di bawah pohon dengan pemandangan kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya.

"Nei, Kamu percaya keajaiban?" tanya Alka.

Aku seperti kembali tersedot ke masa lalu ketika Alka dengan santainya menanyakan pertanyaan yang bertahun-tahun yang lalu pernah aku tanyakan kepadanya. Pertanyaan yang menjadi awal kedekatan kami, pertanyaan yang dia pun sudah tahu jawabannya sedari awal. Aku melirik Alka dengan ringan lalu kembali fokus dengan kentang goreng milikku sendiri.

"Bukannya dulu Mas bilang kalau keajaiban itu takdir yang menyamar. Enggak pernah ada keajaiban di dunia ini, semuanya cuma takdir," sahutku dengan tenang.

"Kalau semuanya adalah takdir berarti pertemuan kita adalah takdir? Takdir kalau memang kamu jadi cahaya buat aku." Kentang yang akan masuk ke dalam mulutku terhenti di udara, pertanyaan atau pun pernyataan yang diberikan oleh Alka sangatlah menantang.

Aku menoleh untuk kedua kalinya lalu menatap Alka dengan lamat-lamat, manusia yang diagung-agungkan, manusia yang menjadi salah satu tonggak penyangga perekonomian negeri ini kini duduk berdampingan denganku tanpa memikirkan citranya sama sekali. Manusia yang sudah melewati beribu kesakitan di dunia kini hanya meminta dengan sederhana untuk bisa meraih kebahagiaan yang selalu dia idam-idamkan.

"Kamu sudah berusaha terlalu keras Mas, dunia selalu tidak berpihak kepada kamu tapi terima kasih sudah mau bertahan. Sekarang saatnya beristirahat, tidak akan ada lagi Mahesa dan tidak akan ada lagi mereka yang bisa menyakiti kamu. Aku tidak tahu pertemuan kita ujungnya akan menjadi seperti apa, kita hanyalah manusia biasa. Tuhan sudah mengaturnya sedemikian rupa dengan akhir terbaik bagi masing-masing dari kita. Jadi sebagai manusia kita hanya bisa berusaha meraih akhir terbaik itu sendiri," balasku dengan penuh emosional.

Aku memikirkan hal-hal berat yang sudah dilalui Alka selama ini, pasti ada kalanya dia ingin secara instan mengakhiri segalanya. Tapi dia adalah manusia hebat yang masih mau dan bertekad untuk bertahan di tengah kejamnya dunia kepadanya. Mata Alka kembali berkaca-kaca, kepalanya langsung mendongak tidak membiarkan air mata itu jatuh dengan bebas. Sepertinya aku mencari momen yang tidak pas, dipinggir jalan dengan banyaknya lalu lintas orang aku malah mengatakan sesuatu yang emosional seperti itu.

"Nei, tapi aku masih bisa mengejar kamu kan? Anggap saja ini adalah usahaku untuk mencapai akhir bahagia versi diriku sendiri," melas Alka setelah kembali menormalkan suasana hatinya.

Aku menggangguk,"Bukannya dari kemarin sudah dimulai?"

"Terima kasih banyak Nei, jadi sekarang kita resmi berteman kan? Hapus semua masa lalu yang tidak mengenakkan, kita membuka lembaran baru tentang cerita kita," ujar Alka dengan sungguh-sungguh.

"Eitss, kamu enggak ingat Mas? Kamu masih banyak hutang kebohongan sama aku entah itu dari aku bisa jadi asistenmu ataupun kebohongan dulu waktu kamu pergi tiba-tiba. Aku enggak akan pernah lupa," sanggahku membuat Alka langsung meringis, kesalahannya kepadaku memang sebegitu banyaknya.

"Iya yang itu juga, pelan-pelan aku bakalan cerita kok. Ayo sekarang masuk, udah sepi." Alka bangkit dari duduknya dan aku langsung mengikuti. Kami berjalan berdampingan menuju ke dalam Museum.

Aku tidak tahu situasi seperti ini akan bertahan berapa lama dan akan sampai kapan. Yang aku tahu, semua momen yang dulu pernah menjadi abu-abu harus kembali di cat ulang agar menjadi lebih berwarna, agar tidak ada lagi penyesalan dari masa lalu. Entah bagaimana nantinya cara Alka untuk bisa meluluhkan hatiku yang selembut kapas, tentunya aku tidak akan membiarkan dia lolos ke pertahananku begitu mudah seperti dulu. Harga diriku sebagai perempuan yang pernah di tinggalkan cukup tinggi.

"Mas, tetap menjadi Mas Alka yang dulu ya," ucapku lirih entah Alka akan mendengar atau tidak yang pasti langit dan bumi menjadi saksi kedekatan kita hari ini.

+++

Diketik : 4-1-2023
Dipublish : 4-1-2023






Mirari : Melodi Semesta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang