New house.

17.7K 423 7
                                    


"Shan, lo beneran pindah rumah?" Tanya seorang gadis yang menggenggam segelas ice coffee di tangannya.

"Iya, deket kok." Jawab gadis di sebelahnya.

"Dimana? Ntar kasi tau gue yak."

"Gue juga belum tau pasti, siang ini mau kesana, liat doang." Shani melirik ke arah gadis yang sedang berjalan di sebelahnya.

"Ntar kami main, kalo senggang." Yang di maksud dengan 'kami' adalah teman teman mereka yang lainnya.

"Kelas kita dimana?" Mereka berdua sudah memasuki gedung perkuliahan. Shani bertanya pada Feni yang baru saja mengecek geup kelasnya.

"Lantai enam, naik lift aja." Feni menunjuk arah lift dengan dagunya.

"Ya iyalah kalau lantai enam. Engap gue naik tangga." Shani melangkahkan kakinya menuju lift, mengikuti langkah Feni, gadis dengan kopi di tangannya.

Shani dan Feni masuk ke dalam lift. Karena ada satu gadis yang terlihat berjalan ke arah lift, Shani menekan tombol untuk menahan pintu lift tertutup.

Shani melirik ke arah gadis itu.

Ia sedikit bingung karena gadis itu mengenakan seragam SMA lengkap. Lagi pula ini jam sembilan pagi, seharusnya anak ini ada di sekolahnya. Jika ada kepentingan pun, seharusnya ada yang menemaninya.

Karena merasa di perhatikan, gadis dengan pakaian SMA itu melirik ke arah Shani.

Shani tertangkap, tapi ia mengelak. "Pegangin." Feni mengalihkan perhatian mereka berdua. Ia menyodorkan gelas kopinya pada Shani.

Shani menerimanya, kini Feni memegang ponsel dengan kedua tangannya. Ia mengetik dengan lancar pada layar ponselnya.

Lift berdenting pelan. Mereka sampai di lantai enam. Shani dan Feni melangkah keluar, meninggalkan gadis itu. Shani kembali bingung. Seharusnya gadis itu juga turun di lantai yang sama karena gadis itu tidak memencet lantai berapapun pada tombol lift. Shani sedikit melirik kebelakang, dan benar saja, gadis itu tidak keluar dari lift.

Sebentar, kenapa Feni tidak berkata apapun tentang gadis itu?

Saat mereka sudah duduk di kelas, Shani menepuk pundak Feni. "Fen, lo liat cewe tadi kan?" Shani merapatkan alisnya.

Feni menatap Shani sebentar. "Ha? Cewe mana?" Feni terlihat mengingat ingat sesuatu. Ia berniat mengerjai Shani.

"Serius lah lo. Yang pake seragam di lift tadi. Masih pagi loh, ga mungkin hantu." Shani berdecak.

"Hahaha, liat kok. Lo naksir? Serius amat natapnya barusan." Feni tertawa karena puas melihat wajah Shani yang sedikit panik.

"Engga, dia bolos? Trus kenapa ga mencet tombol lift coba?" Shani menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi.

"Bukan urusan gue." Feni menyeruput kopinya, sambil terus menatap layar ponselnya.

Shani menghela nafas.

***

Shani, anak semester dua di perguruan tinggi yang terkenal di negaranya, melangkahkan kaki untuk masuk ke rumah barunya.

Ia melihat pekarangan rumahnya, yang setengahnya di lapisi oleh rumput yang tampak terawat. Dengan pagar tinggi dan kokoh.

Shani sedikit berjalan dari teras rumahnya menuju pagar. Ia memperhatikan sebuah gapura yang berdiri tepat di seberang rumahnya.

"Loh? Sekolah?" Gumam Shani sambil membaca tulisan yang ada di gapura itu. SMAN Alvarest. Ia mencoba mengingat sesuatu, sepertinya ia pernah membaca nama sekolah itu.

GRESHAN ONESHOOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang