Rich.

4.2K 318 28
                                    

Akhir akhir ini Shani tidak pernah lagi pergi dengan Gracia, bahkan ia jarang bertemu dengan Gracia. Gracia selalu pergi dengan orang yang sama. Ketika Gracia mengabari Shani bahwa ia akan pergi main dan Shani bertanya 'dengan siapa?', maka Gracia selalu manjawab 'sama Anin'.

Hari ini Shani merasa bosan bekerja di kamar kosnya, maka ia memutuskan untuk pergi ke cafe di sekitaran kampusnya. Ia tidak merasa perlu meminta izin pada Gracia, karena ia hanya pergi sendiri. 

Shani betah di cafe itu, ia sudah duduk disana selama tiga jam. 

Gadis itu merenggangkan badannya, lalu melihat sekeliling. Ia hanya ingin mengedarkan pandangannya saja, tak berniat mencari siapun. Dan sialnya, sudut matanya menangkap sosok yang amat di kenalinya. 

Shani menghela nafasnya, ia mengambil ponselnya, mengirimkan pesan pada Gracia, bertanya dimana keberadannya. Pandangan Shani tidak lepas dari sosok itu, ia memegang ponselnya sebentar, lalu kembali meletakkannya dan lanjut bercerita dengan orang yang ada di depannya.

Entahlah, Shani tidak tau harus bersikap bagaimana. Apakah Shani cemburu? Jelas! Tapi ia bisa apa? Ia sendiri yang selalu tidak memiliki waktu untuk menemani Gracia. Apakah ia terlalu mencueki Gracia? Sepertinya tidak.

Shani menutup laptopnya, lalu mengemasi barang barangnya. Ia menghampiri Gracia, berdiri di samping kursi Gracia. Gerakan Gracia terhenti ketika ia sedang bercerita, seakan kepergok selingkuh, ia membeku.

"Jangan kemaleman ya baliknya." Hanya itu kata kata yang terpikir oleh Shani. 

"Eh, Shani. Duduk sini." Gracia menunjuk kursi kosong di sampingnya.

"Engga Ge. Mau balik aja, kalau kamu mau mampir, pintunya ga dikunci kok."

Gracia mengangguk. Ia tak tau harus berkata apa, ia tak tau harus bereaksi seperti apa.

"Aku balik ya." Shani mengecup puncak kepala Gracia, lalu mengelusnya. Shani melangkah meninggalkan mereka.

Rasa dan sensasi itu masih ada. Rasa geli di perut, detak jantung yang tiba tiba terasa kuat, darah yang berdesir, dan rasa aneh yang membuat gugup hingga salah tingkah. 

Gracia tersenyum, ia masih mencintai Shani.

*

*

"Ayo akhiri hubungan ini."

Shani membeku. Nafasnya seakan tercekat, darahnya seakan berhenti mengalir ke kepala, jantungnya seperti melambat, matanya panas. Badannya lemas, kedua kakinya hampir tidak sanggup menanggung beban tubuhnya.

"Why?"

"Aku ga tahan sama sikap cuek kamu. Kamu berubah banget Shan, aku ga tau apa yang bikin kamu cuekin aku sampe segitunya. Seminggu ini kita ga ketemu Shan, chattan sehari sekali, bahkan aku udah ga pernah liat nama kamu di riwayat panggilan aku. Mau sampe kapan Shan? Mau sampe kapan kita terikat hubungan yang sama sekali ga berguna?" 

"Maaf."

"Terlambat. Aku udah jenuh banget Shan. Kamu ga bosan? Kamu ga merasa kesepian? Kamu ga merasa menderita karna seseorang yang amat kamu sayangin nyuekin kamu? Jawabannya ya jelas engga. Karna kamu bukan di posisi aku." Gracia menggigit bibir bawahnya. Padahal ia sudah memantapkan hatinya untuk mengatakan hal ini. Tapi kenapa rasanya masih sangat menyesakkan?

Mereka sedang berdiri di ambang pintu kamar Shani. Hari sudah malam. Tanpa mengabari Shani sebelumnya, Gracia pergi ke kos Shani. Mengetuk pintu dan langsung mengatakan isi hatinya.

Minggu ini benar benar minggu yang berat bagi Gracia. Sudah empat kali Shani membatali janjinya minggu ini. Kemarin Shani kembali berjanji untuk menemani Gracia setelah kelasnya selesai. Tadi siang, Gracia menunggu Shani di sebuah restoran, dan Shani tidak datang tanpa kabar. Gracia menghubungi Shani tanpa henti, tak ada satu panggilan pun yang di respon Shani.

GRESHAN ONESHOOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang