Airplane.

6.5K 232 3
                                    

Pesawat mereka sudah siap. Petugas sudah memanggil para penumpang. Saatnya take off.

Gracia memasang topinya kembali, lalu menggengam holder kopernya. Begitu juga dengan Shani. Mereka mengonfirmasi kehadiran mereka, mengurus boarding pass, lalu naik ke pesawat.

Shani menatap Gracia, "Jika kita tidak bertemu lagi, maka selamat tinggal." Ucap Shani.

"Hei? Akan ada transit di bandara internasional Dubai. Apakah kau tidak akan menemaniku?" Protes Gracia.

"Oke." Shani mengangguk. Kemudian ia mencari tempat duduknya.

Betapa beruntungnya mereka, seat mereka bersebelahan. Bahkan Gracia hampir tidak percaya. Ia mengecek berkali kali nomor seat yang ada di boarding pass dan yang tertera di bangku.

"Duduk." Perintah Shani. Gracia dengan cepat mendudukkan dirinya.

"Apakah ini takdir?" Tanya Gracia.

"Tidak, ini kebetulan." Jawab Shani.

Gracia diam, ia mengeluarkan jaketnya. Kemudian memakainya.

Pilot sedang mengumumkan prosedur keselamatan. Pramugari juga melakukan demonstrasi atas prosedur itu di depan. Gracia mengambil brosur yang di sediakan, membacanya.

"Aku baru liat ada orang yang membaca itu." Shani menatap Gracia yang fokus membaca lipatan kertas di tangannya.

"Kalau begitu, kau beruntung." Gracia mencoba mengatur nafasnya. Jantungnya berdebar membayangkan pesawatnya akan lepas landas.

Shani memasang wajah yang seakan bertanya 'kenapa?'

"Karena saat pesawat ini jatuh, kau akan selamat. Aku akan melakukan protokol untukmu juga." Ucap Gracia, setelah itu ia menghembuskan nafasnya.

"Kecil kemungkinan pesawat ini mengalami insiden. Juga kecil kemungkinan kita akan selamat jika pesawat ini jatuh, karena kita terbang di atas laut. Dan lagi kecil kemungkinan kau akan menyelamatkan ku. Karena naluri manusia tidak di takdirkan untuk melindungi yang lain jika dirinya terancam. Manusia itu sering kali egois." Shani menyandarkan punggungnya pada sandaran.

"Tidak, aku tidak begitu. Aku akan menyelamatkanmu, bahkan jika itu harus membuang nyawaku." Gracia mengatakan kata kata itu dengan menutup matanya.

Pesawat yang mereka tumpangi sedang lepas landas. Gracia selalu takut saat pesawat lepas landas. Tangannya gemetar, ia menggigit bibir bawahnya. Dadanya naik turun. Ia merapatkan kedua kakiknya yang bergetar.

Semua pergerakan itu tak terlepas dari pandangan Shani.

Shani mengambil genggaman tangan Gracia, ia menggenggam tangan itu dengan erat.

"Aku punya pertanyaan, jawab cepat. Apa warna kesukaanmu?" Shani melontarkan pertanyaan itu.

Gracia mencoba menatap Shani, benarkah? Serius? Ia harus menjawab pertanyaan tak penting itu? Baiklah, ia akan menjawabnya. Shani menatap Gracia dengan tatapan yang mendesak.

"Ungu."

"Makanan kesukaanmu?"

Gracia terlihat berfikir. "Pocky, Udang di apain aja. Kepiting." Ia menjawab pertanyaan itu dengan menatap kedua mata Shani.

"Hewan kesukaanmu?"

"Kelinci." Gracia menjawab dengan pasti.

"Judul buku favoritmu?"

"How to win friends and influence people." Shani mengangguk. Ia tau judul buku itu.

"Untuk apa semua pertanyaan tak berbobot itu?" Gracia sudah tenang. Jantungnya sudah tidak berdetak dengan cepat seperti tadi.

GRESHAN ONESHOOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang