"Yaudah, Qian biar pergi sama Chika aja ma." Ucap seorang gadis yang sedang menuruni anak tangga.
"Kamu ga ada jadwal kuliah hari ini?" Tanya seorang wanita paruh baya untuk memastikan bahwa anak gadisnya benar benar tidak ada kegiatan apapun.
"Ga ada ma. Hari ini kosong. Qian pergi sama kak Chika aja ya." Gadis itu duduk di samping mamanya. Lalu menoleh pada lelaki kecil yang sedang bermain puzzle di lantai yang beralaskan ambal.
"Yasudah. Hati hati nak. Mama mau ketemu klien papa dulu." Wanita paruh baya itu mengelus pelan puncak kepala anak gadisnya.
Chika tersenyum senang, ia mengangguk. "Mama siap siap gih, nanti telat."
"Iya, kamu juga. Nanti kabari mama."
Chika mengacungkan jempol pada ibunya yang sudah berjalan menapaki tangga. Gadis itu menatap Qian, adik kecilnya yang spesial.
Ketika Chika asyik memperhatikan Qian, ponselnya berdering.
"Ya?" Ia menempelkan benda pipih itu di telinganya.
"Hah? Tapi gue mau ngantar Qian." Chika tampak berfikir. Orang di seberang sana sangat membutuhkan pertolongannya.
"Okedeh. Setengah jam lagi gue nyampe." Chika menutup telfonnya.
Gadis itu mencari kontak seseorang, lalu menghubunginya.
"Tolong anterin Qian, mama ada janji sama klien papa. Gue ada urusan penting." Setelah panggilan itu tersambung Chika langsung menjelaskan maksud dan tujuannya.
"Lo kan lagi main, tinggalin sebentar. Jam sebelas. Lo perginya naik mobil, biar gue yang naik motor."
"Kali ini aja. Untuk pertama dan yang terakhir. Please. Psikolognya ga garang kok. Ntar gue tf jajan lo buat besok deh." Chika terus terusan membujuk orang di seberang sana.
"Gracia. Qian adik lo juga. Adik kita. Tolong kak. Gue minta tolong." Chika sudah sampai pada batasnya. Ia tidak memiliki banyak kesabaran untuk memohon terus terusan.
Akhirnya Gracia, anak pertama dari keluarga itu. Kakak kandung Chika, mengiyakan permintaan adiknya.
"Chika ga bisa ngantar ya?" Mamanya berjalan menuruni anak tangga.
"Engga ma. Tiba tiba Chika dapat tugas ma. Tapi Qian di antar Gracia kok ma." Chika menggeleng, kemudian tersenyum lembut.
"Eh? Gracia? Memangnya dia mau? Tumben?" Wanita paruh baya itu memasang wajah kebingungan.
"Iya ma. Tadi katanya mau, dia langsung pulang kok ma."
"Baguslah. Mama senang kalo gitu. Mama pergi dulu ya."
Chika menyalami ibunya. "Qian sayang, mama tinggal sebentar ya."
Lelaki kecil itu tidak peduli pada ibunya yang mencium dan melambaikan tangan padanya. Ia asik dengan mainannya, mulutnya mengocehkan deretan bunyi absurd yang tidak diketahui artinya.
"Hati hati ya ma."
***
"Anak siapa sih, ngerepotin banget." Gracia melepas helmnya, kemudian masuk ke rumahnya. Ia berdecak kesal ketika melihat Qian yang memberantakan seisi ruang tengah.
"Chika manasih?" Geram Gracia.
"Gue disini." Chika yang sedang duduk di sofa yang terletak di depan televisi melambaikan tangannya.
"Itu adik lo nyerakin seluruh kabinet." Gracia menunjuk pengacau kecil yang sekarang sedang menarik narik tirai jendela.
"Ntar di beresin, asal ga bahaya gapapa. Gue pergi dulu." Chika berdiri. Ia menghampiri Gracia, mengadahkan telapak tangannya. Gracia meletakkan kunci motor di telapak tangan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
GRESHAN ONESHOOT
FanfictionFiksi. 21+ !! Hanya sekedar kumpulan cerita pendek dari Greshan. Bagaimanapun jalan ceritanya. Serumit apapun perjuangannya. Sejauh apapun jaraknya. Greshan akan berakhir bahagia.