"Lalu kenapa kamu nikahin aku Shani Indira!?"
"Karena aku mencintaimu!"
"Lantas mengapa berpaling?"
"Karena kau tidak mencintaiku."
"Kau salah."
"Aku tidak. Kau tau? Aku selalu terbangun ketika kau menyebut nama wanita itu dalam tidurmu. Kau masih terjebak dengan masa lalumu itu, dan aku terjebak dalam rasa cintaku. Sepertinya kau memang bukan takdirku, aku minta maaf karena terlalu memaksa keadaan."
"Akhirnya kau sadar."
"Sejak awal aku sadar, kalau kita adalah keterpaksaan yang menyakitkan. Tapi keegoisan ini melarangku untuk melepaskanmu, hingga aku mencari pelampiasan pada orang lain, sampai akhirnya hati ini sudah tidak sanggup lagi."
"Maaf atas hatimu."
"Tidak perlu. Ini hadiah perpisahan dariku." Shani memberikan amplop coklat yang sejak tadi di pegangnya.
"Aku tidak membutuhkannya." Apapun isinya, Gracia menolak hal itu.
"Tolong terima." Shani meraih tangan Gracia, tangan yang sudah lama tidak di genggamnya. Ia memaksa tangan itu untuk menerima amplop darinya.
"Aku pamit." Shani balik kanan, pergi meninggalkan rumahnya. Kedua rumahnya.
***
"Udah?" Tanya Desy yang menunggu di mobil.
"Gue laper."
Desy membawa Shani ke sebuah restoran jepang. Mungkin sushi akan meringankan sedikit beban yang dipikul olehnya. Saat keduanya sudah memesan, tak ada yang ingin mengambil ponsel. Mereka beradu tatap, yang satu dengan tatapan merendahkan, dan yang satu dengan tatapan bingung karena ditatap seperti itu.
"Mana surat cerai lo?" Desy menjawab tatapan kebingungan Shani dengan sebuah pertanyaan.
Shani berpikir. Sesaat kemudian ia menepuk jidatnya, lalu merutuki diri.
"Yaudah, biar dia aja yang ngajuin ke pengadilan. Lagian hubungan kalian itu rumit, dan kalian juga ga nikah disini. Pada akhirnya semuanya tergantung anggapan kalian berdua." Desy menghela nafasnya. Shani pergi dari rumah itu tanpa membawa apapun. Itu artinya, surat cerai yang harus di tandatangani oleh Gracia ada di dalam amplop coklat itu. Shani tidak mengambilnya kembali.
"Des."
Desy menaikkan satu alisnya, kenapa Shani harus memanggilnya? Padahal dari tadi perhatiannya tertuju pada Shani sepenuhnya.
"Gue mau hapus ingatan."
Desy melongo. Mana ada yang seperti itu. Tapi Shani dengan cepat mengeluarkan ponselnya, menunjukkan sebuah source tentang itu. Kabar baiknya, informasi itu di lengkapi dengan iklan yang mempromosikan sebuah lab untuk menghapus kenangan itu.
"Shan.. Kita ga tau apa resiko dan bahayanya."
"Kalau lo ga mau nemenin juga gapapa, gue sendiri aja."
"Shan.." Desy mengambil nafas dalam dalam.
"Atau gue hapus semuanya aja. Katanya kalau sistem limbik pada otak rusak bisa ngehapus memori buruk." Shani mencari informasi tentang otak pada ponselnya.
"Itu amnesia goblok." Desy ingin sekali menampol manusia yang kini sedang cengengesan sambil menggulir ponselnya.
"Gue pilih kecelakaan tunggal aja deh." Gumam Shani. "Ah, kalau dari lantai sepuluh, kalau kena yang bagian ini juga bisa." Shani menyentuh bagian belakang kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GRESHAN ONESHOOT
Fiksi PenggemarFiksi. 21+ !! Hanya sekedar kumpulan cerita pendek dari Greshan. Bagaimanapun jalan ceritanya. Serumit apapun perjuangannya. Sejauh apapun jaraknya. Greshan akan berakhir bahagia.