Cegil.

7K 237 7
                                    

"Apasih yg lo mau hah?" Shani kesal saat Gracia ikut masuk ke dalam mobilnya.

"Lo, gue, pacaran." Gracia menunjuk Shani, lalu menunjuk dirinya. Kemudian menyatukan kedua tangannya.

"Keluar dari mobil gue." Shani menggeram.

"Kenapa sih? Kenapa lo nolak gue? Lo single, gue single, jadi apa? Kenapa???" Gracia mengacak acak rambutnya, berpura pura frustasi.

"Masalahnya gue ga suka sama lo. Kurang jelas?" Shani menghidupkan mesin mobilnya.

"Gimana caranya?" Gracia menatap Shani dengan serius.

"Hah?"

"Gimana caranya supaya lo suka sama gue." Ucap Gracia.

Shani menghela nafasnya, berpikir.

"Eh, kap mobil gue kebuka deh. Coba liat, kayaknya ga sengaja kesenggol gue tadi itunya." Shani menunjuk sebuah tuas yang memang fungsinya untuk membuka kap mobilnya.

"Sebentar." Gracia membuka pintu, lalu saat Gracia menutup pintu, Shani menginjak pedal gas nya.

"Bodoh, tuasnya kan di tarik. Mau gimana pun mana bisa ga sengaja." Shani menyetir dengan tenang. Meninggalkan Gracia yang sedang kesal.

Gracia berdecak, kemudian pergi ke arah mobilnya.

***

"Lo beneran ga suka gue ada di hidup lo?" 

Gracia mengepalkan kedua tangannya, mencoba menahan gejolak yang akan menjatuhkan air matanya. Ia menatap Shani lamat lamat. 

Mereka berada di koridor fakultas. 

Seharian ini Gracia benar benar mengikutinya kemanapun. Shani mengajak Gracia berbicara. Ia mengusir Gracia dari hidupnya. Shani lelah dengan seluruh gangguan yang berasal dari Gracia. Itu menurut otaknya.

Tapi, apa Shani benar benar membenci Gracia? Apa Shani benar benar tidak suka dengan keberadaan Gracia? Apa Shani tidak memiliki rasa apapun pada Gracia? Jika menurut logika, jawabannya adalah iya. Tapi jika menurut hati, mungkin jawabannya adalah tidak. 

Shani menunduk, ia bertanya pada hatinya. Apakah ia benar benar tidak menginginkan keberadaan Gracia dalam hidupnya? Sepertinya tidak begitu. Gracia pernah tidak muncul selama dua hari, dan Shani mencari Gracia dengan bertanya pada temannya. Baru dua hari, Shani sudah mencari Gracia. Bukankah itu yang disebut khawatir?

Tidak ada orang yang tidak suka pada orang yang di khawatirkannya bukan? Shani juga tidak membuang seluruh pemberian Gracia. Ia menyimpannya dengan baik. Bahkan bunga segar waktu itu masih hidup dan menjadi pajangan yang cantik pada bingkai jendela kamarnya.

Shani menggeleng.

"Bilang. Bilang kalau lo benci gue. Setelah kata kata itu keluar dari mulut lo, kita ga akan pernah ketemu lagi." Ucap Gracia.

Shani tersentak pada kata 'ga akan pernah ketemu lagi'. Ia tidak menginginkan hal itu terjadi. Tapi, bukankah Shani membenci Gracia? Ah, ini sulit.

"Say it. Shani." Gracia menghela nafasnya. Ia maju selangkah.

Shani diam. Gracia menunggu, tapi Shani tidak mengeluarkan suaranya.

"Baiklah, kayaknya lo benci banget sama gue. Maaf Shani. Maaf karena menganggu hidup lo. Habis ini kita ga ketemu lagi kok. Tenang aja." Gracia tersenyum. Senyum yang amat manis.

"Gue suka sama lo." Shani berbicara dengan nada yang rendah dan pelan.

Deg.

Gracia membeku. Ia sama sekali tidak bergerak, bahkan berkedip pun tidak.

GRESHAN ONESHOOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang