Airplane.

9.3K 266 7
                                        

Shani terus bertengkar di dengan batinya, hingga Gracia juga terbangun.

Gracia menangkap basah Shani yang menatap bibirnya. "Eh. Ekhm." Ia gelagapan. Lalu ia menjauhi tubuhnya dari Gracia yang baru saja membuka matanya.

Tangan Gracia dengan sigap menahan tubuh Shani, ia tidak mengizinkan adanya jarak di antara tubuh mereka. Gracia sudah sadar, ia tau apa yang di inginkan Shani.

Gracia mendekatkan bibirnya pada bibir pacarnya. Jantungnya berpacu dengan cepat, seakan berlomba dengan desiran darahnya.

Sedetik kemudian, Gracia mengecup bibir Shani.

"Kiss setelah bangun tidur." Gracia berkata dengan bergumam. Ia mengalihkan padangannya, malu.

"Mau lagi." Shani tersenyum, sangat cantik di mata Gracia.

Jari jemari Gracia bergerak dengan sendirinya untuk mengelus pipi Shani, Gracia bergitu mengagumi bentuk wajah Shani. Ia tenggelam dalam lamunannya.

Ketika sadar dengan apa yang telah di lakukannya, Gracia mengalihkan pandangannya. Kemana saja, asalkan tidak memandang Shani.

"Emm, berapa jam lagi jadwal keberangkatan kita?" Tanya Gracia dengan gugup.

"Masih dua jam lagi." Ucap Shani lembut, dengan wajah yang terus bergerak untuk mendekati Gracia.

Bibir mereka bertemu kembali. Gracia membuka sedikit bibirnya, Shani melumat bibir bawah Gracia. Gadis itu menikmatinya.

Shani mencoba mengontrol nafasnya. Tangannya bergerak untuk mengelus punggung Gracia, sedangakan tangan Gracia masih setia mengelus pipi Shani.

"Eumhh." Lenguh Gracia saat Shani memindahkan ciumannya pada lehernya. Tangannya sudah mengelus kepala Shani dengan lebut, ia menyusupkan jemarinya di antara helai helai rambut Shani.

"Eh, maaf. Kau terlalu menggoda." Lenguhan Gracia membuatnya tersadar. Jantungnya berdetak semakin cepat.

"Tak apa, lakukan sesukamu. Aku milikmu." Gracia menggeleng.

Shani merubah posisinya, sekarang ia sudah berada di atas tubuh Gracia. Tadi mereka berdua masih berbaring dengan berhadapan.

"Apakah kau tidak akan menyesal." Shani ragu.

"Jika aku menyesal, setidaknya aku sudah tau konsekuensi dari duduk di pangkuan orang yang tidak ku kenal." Gracia berdecak ringan.

"Jadi, kau akan menyesal?"

"Hei? Apa kau ingin aku menyesali keputusanku? Buat aku untuk tidak menyesalinya, itu tugasmu. Jangan pernah biarkan aku menyesalinya."

Shani kembali menyatukan bibir mereka, kini ciuman dan lumatannya terasa lebih dalam dari yang sebelumnya. Tangan Gracia masih menjelajahi kepala Shani sampai nafasnya habis, tangannya menolak tubuh Shani.

"Eum, maaf." Shani menjauhkan tubuhnya, ia memalingkan wajahnya.

"Lanjutkan saja. Lakukanlah apapun yang kau inginkan." Gracia mengalungkan tangannya pada leher Shani yang sedang tersenyum.

"Apa kau menyerahkan dirimu pada setiap orang baru kau temui?" Shani hanya berniat untuk bercanda, tapi Gracia tidak menganggap itu sebagai lelucon.

Mereka diam, saling memandang dengan tatapan yang berbeda satu sama lain. Yang satu menatap dengan tatapan tersinggung sedangkan yang satunya menatap dengan tatapan merasa bersalah.

Gracia mengerutkan alisnya, giginya menggerutuk, ia menggeram. "Ah, ternyata sakit mendengarnya." Ia sadar kalimat itu juga yang ia ucapkan saat di pesawat.

GRESHAN ONESHOOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang