Airplane

9.1K 264 4
                                        


Seorang gadis tampak berlari di terminal sebuah bandara yang ada di kotanya. Sepertinya ia akan terlambat.

Gadis itu segera menuju loket keberangkatan. Bertanya tentang pesawatnya. Yup, benar saja. Ia terlambat lima menit.

Gadis itu berdecak kesal, sedikit mengumpat di dalam hatinya, ia melirik jam di ponselnya. Keresahan gadis ini di sebabkan karena adanya acara pernikahan yang harus ia hadiri. Ia menghubungi seseorang, mengabari bahwa ia akan terlambat.

Gadis bersurai panjang itu kembali memesan tiket untuk penerbangan selanjutnya. Ia menghembuskan nafas kecewa. Tiketnya hangus.

Ia mencari tempat untuk menunggu. Jadwal penerbangannya masih dua jam dua puluh menit lagi.

Gadis berumur dua puluh tahun itu menoleh sekitar. Ramai sekali. Sepertinya tidak ada bangku untuknya. Tapi ia tidak menyerah, gadis itu tetap mencari.

Gotcha! Setelah lelah berputar putar di terminal bandara, akhirnya ia menemukan satu sofa yang terlihat sangat nyaman, sofa itu kosong. Ia segera melangkah dengan cepat sambil menyeret kopernya.

Gadis itu meletakkan koper yang ia bawa di sampingnya. Ia mendudukkan dirinya. Berusaha membuat dirinya nyaman. Gadis itu mengeluarkan handphonenya.

Beberapa menit kemudian, ia merasa bahwa ia harus ke toilet. Gadis itu menghentak hentakkan kakinya bimbang. Jika ia meninggalkan sofa empuknya, pasti ada yang akan mengisinya nanti.

Ah sudahlah, ia tidak mau mengompol. Dengan cepat ia pergi mencari toilet. Ia sudah lega saat sehabis membuang urinenya. Tapi kemudian ia kembali gelisah mengingat kursinya. Ia buru buru kembali ke sofanya.

Sial baginya. Saat ia sudah berada tepat di depan sofa itu, ada orang lain yang membuang tubuhnya di atas single sofa yang ia duduki tadi.

"Hei! Thats mine." Protes gadis itu.

"Nope. This common amenities." Orang yang merebut sofanya melambaikan tanggannya, lalu jari jari lentiknya membuat gerakan mengusir.

"Aku yang menggunakannya lebih dulu. Lihatlah, itu koperku." Gadis itu bersi keras.

Gadis yang merebut bangkunya diam, kemudian menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Tell me your name."

"Gracia." Gadis itu menyebut namanya. Kemudian ia memperhatikan orang di depannya. Orang ini adalah seorang gadis, ia mengenakan topi dengan rapat, menutupi separuh wajahnya. Gadis ini memiliki aura yang... ah, entahlah. Gracia juga bingung.

Gadis yang bernama Gracia itu menyadari sesuatu, gadis di depannya ini memiliki aksen bahasa inggris yang berbeda. Sepertinya familiar.

"Just find another place, this mine for the next hour." Orang itu menyilangkan tangan dan kakinya.

"No. Aku akan berdiri disini sampai kau memindahkan bokongmu." Gracia ikut menyilangkan tangannya.

Gadis itu diam. Ia mengangkat wajahnya. Menatap Gracia.

"Do you speak Indonesian?" Gracia curiga jika gadis ini tidak mengerti perkataannya.

Gadis itu menggeleng. Gracia menghela nafasnya. Pantas saja.

"May I know your name?" Tanya Gracia dengan sopan.

"Shani."

Sekarang Gracia tau bahwa gadis ini adalah orang jepang. Aksennya menjelaskan semuanya.

"Don't you go?" Shani mengangkat wajahnya.

"I'am here until you move."

"Nope. Naver." Ia mengeluarkan ponselnya.

GRESHAN ONESHOOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang