"Anaknya Harlan?" Indra bertanya dengan nada kaget.
Gracia patah patah mengangguk.
"Astaga." Pria itu mengusap kepalanya dengan frustasi. Shani menatap Gracia, mencoba mencerna situasi. Ia mengingat ingat nama Harlan, siapa orang itu.
"Astaga." Kali ini Shani yang mengusap wajahnya. Kemudian ia memijit pelan kepalanya. Apa apaan ini. Ia paham sekarang, ia ingat siapa gadis ini, ia ingat siapa Gracia.
"Shani, tolong ambilkan laptop papa." Perintah Indra.
Shani mengangguk, segera pergi melaksanakan perintah ayahnya. Indra berdecak.
"Gawat. Kau tau apa yang sudah terjadi dalam tiga hari ini?" Indra menatap Gracia lekat lekat.
Gadis lugu itu menggeleng.
"Perusahaan ayahmu, sudah jatuh di tangan oom-mu yang gila akan uang itu. Ia berbohong bahwa seluruh keluarga Harlan meninggal dunia. Ia berpura pura berduka akan kehilangan anggota keluarganya. Bahkan ia sampai mencari mayat yang mirip dengan mu, kau dinyatakan meninggal dunia. Orang payah itu sudah mencari seluruh surat surat kepemilikan milik Harlan yang di atas nama-kan namamu. Ia memanipulasi surat wasiat yang di tulis oleh ayahmu sejak sebelum kau lahir." Indra menarik nafasnya sejenak, lalu menoleh ke arah tangga. Mengapa Shani belum kembali?
"Dua hari lagi, ia akan mengklaim dengan sah bahwa dirinya adalah CEO dari perusahaan ayahmu. Pria brengsek itu sudah membatalkan seluruh trasfer wajib saham yang di dasari kesepakatan mutlak dari Harlan, bahkan ia belum sah menjadi pemilik dari saham Harlan. Parahnya, ia menjual saham itu kepada pihak ketiga yang entah atas dasar apa, dia mengaku bahwa dirinya perwakilan dari Harlan. Pria itu juga hampir memecat seluruh bawahan terpercaya Harlan disaat ia belum menjadi siapa siapa. Dan kau, penerus tunggal dari keluarga Harlan, berada di depanku sekarang." Indra menjelaskan kekhawatirannya. Kemudian Shani datang, memberikan latop milik ayahnya itu.
"Bagaimana dengan pasal pasal perusahaan tentang pemilik saham dan pewaris tunggal pa?" Shani menanyakan hal yang bisa ditebak.
"Tentu saja, di hapus. Lebih parahnya, diganti sesuai kemauannya." Indra membuka laptopnya. Jarinya dengan lincah mengetik dan matanya meneliti seluruh data data yang diterimanya.
"Pa. Gracia masih kecil, dia pasti belum paham." Ucap Shani.
"Berapa umur kamu?" Tanya Indra.
"Lima belas, om."
"Sudah besar." Ucap Indra acuh, ia masih sibuk dengan laptopnya.
"Gracia, mandi dulu ayo. Pa, Gracianya mandi dulu ya." Ajak Shani pada Gracia, lalu ia meminta izin pada ayahnya.
Indra mengangguk. Shani menarik tangan Gracia, membawa Gracia ke kamarnya.
Shani menyuruh Gracia untuk masuk ke kamar mandi, gadis itu menurut. Kemudian Shani membuka lemari pakaiannya, mencari baju yang cocok untuk Gracia.
Gracia siap mandi setengah jam kemudian. gadis itu menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, mencari Shani. Tidak ada, mungkin turun. Ia memakai baju yang sudah disiapkan Shani, lalu duduk di pinggir kasur sambil mengeringi rambutnya menggunakan handuk.
"Ge, di panggil papa. Ayo turun." Shani yang baru saja masuk ke kamarnya, mengajak Gracia untuk menemui Indra.
"Ge?" Gracia mendongak untuk menatap Shani yang berdiri tepat di depan dirinya yang masih duduk di pinggir kasur.
"Iya, lebih singkat. Gapapa kan?" Shani merebut handuk yang di genggam Gracia, kemudian membantu Gracia mengeringi rambutnya.
Mereka segera turun setelah rambut Gracia setengah kering.
KAMU SEDANG MEMBACA
GRESHAN ONESHOOT
FanfictionFiksi. 21+ !! Hanya sekedar kumpulan cerita pendek dari Greshan. Bagaimanapun jalan ceritanya. Serumit apapun perjuangannya. Sejauh apapun jaraknya. Greshan akan berakhir bahagia.