"Lepasin." Seorang wanita tampak yang diikat pada sebuah kursi meronta ronta di sebuah ruangan yang bisa di sebut dengan kamar.
Dengan mata yang tertutup kain, wanita itu mencoba melepaskan ikatan pada tangannya. Ia tidak bisa berdiri, sepertinya lengannya di ikat pada kursi yang ia duduki. Ia berkali kali menghentak hentakkan tangannya. Berharap benda yang mengikatnya itu bisa lepas. Entah kain, tali, atau apapun itu.
Wanita itu mencoba membaca situasi dengan tenang. Tapi tidak bisa, ia panik. Wanita itu merapalkan kata kata penenang di dalam hatinya.
Ini mengerikan. Beberapa jam yang lalu ia sedang bersiap untuk naik ke altar, mengucap janji suci di depan sang pendeta dan para tamu. Lalu saat semuanya sedang sibuk mengurus hal yang lain, saat wanita itu sendirian di ruang rias, ia pingsan. Dan ketika bangun, ia sudah dalam kondisi yang seperti ini.
Baiklah, wanita itu mencoba merasakan sekitarnya, menerka nerka dimana dirinya berada. Lantainya tidak bergerak, bukan di kapal. Tidak ada angin atau cahaya matahari, bukan di luar ruangan. Tidak ada bau debu atau bau bau yang aneh, bukan di gudang lama atau bangunan tak terpakai. Kakinya tidak di ikat, ia mencoba melepaskan sepatunya. Berhasil.
Ia merasakan keramik yang dingin. Artinya ia berada di sebuah ruangan yang masih bisa di pakai. Tak ada suara apapun, hanya suara nafasnya yang terdengar, dan mungkin suara detak jantungnya yang menderu. Ruangan kedap suara? Tubuhnya tidak bisa merasakan keberadaan siapapun di ruangan ini, apakah ia sendirian?
Wanita itu menghirup udara sebanyak banyaknya. Ia merasa sedikit tenang saat mencium aroma yang di kenalinya. Ia hafal betul dengan aroma parfum ini. Tunggu, kenapa ada 'bau'-nya disini?
Sesaat kemudian, wanita itu merasakan seseorang berdiri di depannya.
"Siapa?" Wanita itu mendongak, seakan akan bisa melihat keberadaan seseorang di depannya. Padahal matanya tertutup kain.
Sejenak, wanita itu merasa aneh pada dirinya. Kenapa ia tidak beteriak meminta tolong? Atau berteriak memanggil manggil nama calon suaminya. Kenapa tubuhnya seakan pasrah saja? Ah, benar juga. Tubuhnya sudah lelah menangis sepanjang malam. Menangisi sang kekasih yang menghilang dari kehidupannya. Menangisi garis takdir hidupnya. Wanita itu kembali menangis. Ternyata ia sangat cengeng.
Seseorang yang berdiri di depan wanita itu, diam memperhatikan.
Wanita itu bergumam. "Shani, tolong." Gumaman yang di ucapkan berkali kali sejak ia di jodohkan oleh ayahnya. Gumaman yang selalu di ucapkan saat ia meringkuk sambil menangis di setiap malam malam panjang. Hanya ucapan itu yang sering keluar dari mulutnya saat ia meraung meratapi takdirnya. Ah ya, satu lagi. "Shani, aku rindu."
Seseorang yang berdiri di depan wanita itu mendengarnya. Ia membungkukkan dirinya, mengecup bibir wanita itu sekilas.
Wanita itu tersentak kaget. Tubuhnya merinding seketika.
"Maaf, Gracia." Ucap orang itu.
Gracia, wanita yang di ikat itu menangis. Kain yang menutupi matanya terlihat basah. Ia mulai terisak. Wanita itu sangat mengenali suara ini. Ia juga tau pasti aroma siapa ini. Dan bibir lembut itu, milik seseorang yang di tangisinya selama ini.
"Shani." Berkali kali Gracia menyebut nama itu.
Seseorang yang berdiri di depan Gracia kini berlutut tepat di depan tubuh Gracia, orang itu memeluk pinggul Gracia.
Gracia menunduk, masih terisak. Gracia mengumpat di dalam hatinya, bagaimana caranya agar ia bisa membuka kain yang menutupi matanya? Ia harus melihat dengan jelas. Agar ia yakin bahwa orang yang memeluknya ini benar benar Shani. Agar ia yakin bahwa ia tidak sedang bermimpi.

KAMU SEDANG MEMBACA
GRESHAN ONESHOOT
FanfictionFiksi. 21+ !! Hanya sekedar kumpulan cerita pendek dari Greshan. Bagaimanapun jalan ceritanya. Serumit apapun perjuangannya. Sejauh apapun jaraknya. Greshan akan berakhir bahagia.