Revenge...

4.1K 233 5
                                        





Di sebuah ruangan yang penuh dengan alat alat dan mesin medis, dengan tubuh seorang laki laki yang terbaring di antaranya, seorang gadis berdiri dengan tenang di samping tubuh itu. Menatap tubuh itu dengan penuh harap. Melontarkan seluruh doa yang ditujukan pada tuhan. Membujuk tuhan untuk mengabulkan permohonannya. Meskipun takdir akan berkata lain, maka ia akan memaksa agar tuhan mengubah takdir itu.

Tangannya ia kepal, geram dengan laki laki itu. Seindah apa mimpinya? Kenapa ia masih tidak mau bangun? Tidakkah laki laki itu ingin melihat dunia yang indah ini? Bukankah ia sudah keterlaluan? Kenapa membuat semua orang mengkhawatirkannya!?

Saat gadis itu lelah dan hendak duduk, sudut matanya melihat pergerakan pada tubuh itu.

"Junho!" Gadis itu membuka matanya lebar lebar, memastikan bahwa ia tidak salah liat.

Benar saja. Jari laki laki itu bergerak lagi. Kini matanya mulai bergerak. Seperti sedang berusaha keras untuk terbuka.

"Junhoo.." 

Laki laki itu mengerjap ngerjap, lalu mencoba membuka mulutnya.

"Cii Shanii.." Suara serak dan berat itu terdengar lemah dan tipis.

Gadis itu berteriak tertahan, ia mendekat pada Junho, menggenggam tangan yang lebih besar dari tangannya. Air matanya menetes. Ia segera memencet tombol untuk memanggil perawat.

Mata Junho masih mengerjap ngerjap, menatap wajah gadis yang dikenalinya.

"Cii.." Gumamnya.

Gadis itu terisak. Lalu menggeleng kecil, ia bukan Ci Shani. Sedetik kemudian, ia teringat bahwa baju yang dikenakannya adalah milik ci Shani. Apakah penglihatan Junho belum stabil?

Gadis itu diminta keluar ketika para dokter dan perawat masuk. Ia segera menghubungi Shani yang tadi pergi untuk menemani pacarnya mencari cemilan.

"Kath.." Gadis itu langsung memeluk Shani dan kembali meneteskan air matanya. Shani menyuruhnya untuk menghubungi ketiga teman Junho, ia mengangguk.

Tak lama, dokter keluar, menjelaskan keadaan Junho. Setelah Shani cukup mengerti, mereka masuk ke kamar. Kathrina mendekat pada Junho, sementara Shani dan Gracia meletakkan makanan di atas meja.

"Hai Junho." Kathrina tersenyum senang, walaupun ada bekas air mata di pipinya.

"Kath.." Kini laki laki itu menyebut namanya dengan benar.

"Kenapa lo pake baju cici gue!?" Itu adalah pertanyaan pertama yang ia lontarkan pada gadis itu.

"Gue pinjem ish. Bukannya nyapa dulu kek, nanya dulu ini udah bulan apa kek, bilang apa kek. Malah nanyain baju!" Kathrina menyesal telah menangis, ingin rasanya ia masukkan kembali air matanya yang terbuang.

"Nyenyak banget tidurnya di liat liat." Shani mendekati mereka. Tangannya mengelus kepala Junho dengan lembut.

"Aku mimpi Kathrina mulu tapi ci. Dia datang sambil marah marah, rese banget." Junho sanggup mengomel, walaupun suaranya lemah.

"Dia memang marah marah mulu tiap hari." Shani terkekeh.

"Aku tidur seminggu ci? dua minggu?"

"Dua abad!" Kathrina yang menjawab.

"Kami udah lulus kuliah. Ci Shani udah nikah, udah punya anak dua. Gue udah tunangan. Lo lama banget tidurnya! Beruang aja kagak ada tuh yang hibernasi dua abad kayak lo." Kathrina mengoceh sambil berbohong.

"Lo udah tunangan?" Dari sekian banyak kebohongan yang di lontarkan Kathrina, Junho memilih untuk bertanya tentang hal itu.

"Iya, minggu depan nikah."

GRESHAN ONESHOOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang