19. Rujak buah

7.3K 236 1
                                    

✉️ Mas Wisnu

[Mas 🥺]

[Kenapa sayang?]

[Kamu ngga apa-apa kan?]

[Sayang....]

[Bales sayang, Mas khawatir]

[Mas pulang sekarang!]

Mobil yang di kendarai Wisnu melesat cepat, yang biasanya membutuhkan waktu satu jam lima belas menit, dan ini sampai hanya dalam waktu setengah jam. Bayangkan saja oleh kalian? Seberapa cepat Wisnu menginjak pedal gas nya.

~

"Gimana? Enak ngga?" Tanya bunda, sambil terus memperhatikan ku memakan sepiring rujak buah sendirian.

"Enak banget bun, makasih ya"

"Sama-sama sayang"

"Ngeliat mbak makan rujak, kok malah aku yang sakit perut ya" Ucap Syera.

Padahal Syera hanya menyicip sedikit tapi katanya rasanya sangat pedas. Tapi kok di mulut ku rasanya biasa aja, ngga terlalu pedes.

"Nih, mau lagi ngga?" Syera menggelengkan kepalanya cepat.

"Ngga sanggup aku mbak, itu sambel nya pedes banget, bunda nih ngga kira-kira masukin cabe nya"

"Perasaan cuma pake dua cabe deh" bunda coba mengingat ingat saat sedang membuat sambel rujak tadi.

"Dua? Ngga mungkin, itu pedes banget bun, cobain aja kalo ngga percaya" protes Syera.

"Tadi aku tambahin sepuluh bun cabe nya hehehe...." ucapan ku membuat bunda dan Syera terkejut.

"Allahuakbar...udah udah jangan di lanjut lagi makan rujak nya, nanti kamu sama bayi kenapa-napa" spontan bunda langsung menggeser piring kecil yang berisikan sambel.

"Ya allah mbak mbak, ih ada-ada aja deh..."

Bersamaan dengan itu mas Wisnu tiba-tiba saja datang, padahalkan ini baru jam dua siang. Kok udah pulang sih, kan waktu pulang kantor masih tiga jam lagi.

"Kamu ngga apa-apa sayang? Bayi aman kan?" Tanya mas Wisnu.

"A-man...kamu kok udah pulang? Tumben benget"

"Kenapa chat mas ngga di bales, mas khawatir sayang" mas Wisnu memeluk ku erat.

"Astagfirullahhalazim...maaf mas aku lupa"

"Tadi tuh Salma pengen makan rujak nu, kebetulan bunda lagi di jalan mau kesini, ya udah sekalian aja bunda belanja buah buat bikin rujak" jelas bunda.

"Ya ampun sayang, jantung mas udah kayak mau copot ini, mas takut kamu kenapa-napa, ini juga Syera mas telponin ngga di angkat angkat"

"Hape ku lagi di charge di kamar mas"

"Mas maaf, aku ngga bermaksud buat mas khawatir" ucap ku karena merasa bersalah.

"Ngga apa-apa sayang ku, yang penting kamu sama bayi baik-baik aja"

Awal pernikahan dengan mas Wisnu, aku sempat ragu saat dia meminta hak nya. Aku pikir itu hanya nafsu saja. Tapi, perkataan bunda benar, jika mas Wisnu sudah berkata bahwa dirinya tulus, itu jujur.

Berada di tengah-tengah keluarga yang sangat menyayangi ku, membuat aku merasa bahagia. Berbeda dengan ayah dan ibu, mereka lebih memberi perhatian lebih pada mbak Anggi. Ayah dan ibu lebih senang memperkenalkan dan membanggakan mbak Anggi di depan keluarga besar dan kerabat nya, di bandingkan aku.

"Mas, bun, syer... makasih ya" ucap ku pilu.

"Sayang, kok kamu nangis?" Melihat aku yang tiba-tiba menangis membuat semua kebingungan.

"Sini nak..." Bunda merentangkan kedua tangan nya.

"Mbak jangan nangis, aku jadi ikutan sedihh" Syera pun ikut memeluk ku.

"Bunda tau sayang, maka nya bunda sangat bahagia saat Wisnu tidak jadi menikah dengan Anggi, Wisnu membuat keputusan yang tepat saat dia lebih memilih kamu nak"

"Bun...makasih ya, udah mau terima aku disini" aku semakin menangis.

"Udah ngga usah di bahas lagi, mending sekarang kamu istirahat"

"Tapi bun, rujak nya belum habis"

"Ngga, udah cukup. Demi kebaikan kamu dan bayi, oke?" Aku mengangguk pasrah.

"Nu, ajak istri kamu ke kamar"

"Iya bun"

.
.
.
.
.

Bersambung...

MAS WISNUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang