27. Kegelisahan

5.6K 257 14
                                    

Dua hari sejak kedatangan mbak Anggi dan bang Rudi, sikap hangat yang selalu mas Wisnu berikan, seakan tidak lagi ku dapatkan. Entah apa yang mengusik pikiran nya, tapi mas Wisnu jadi lebih banyak diam dan melamun.

"Mbak, mas Wisnu masih belum mau bicara?" Tanya Syera.

Untuk sementara waktu sambil menunggu waktu melahirkan, aku dan mas Wisnu tinggal dirumah bunda.

"Belum, mbak juga bingung Syer"

"Apa kita minta bantuan bang Gema ya mbak?"

"Jangan, kita biarkan saja dulu, mungkin mas Wisnu masih butuh waktu untuk mencerna semuanya"

"Tapi, aku khawatir sama mbak, aku ngga mau mbak sama calon keponakan aku kenapa-napa"

"Mbak ngga apa-apa kok, kamu tenang aja ya"

Bahkan ayah dan bunda sudah mencoba berbicara dengan mas Wisnu, tapi mas Wisnu tidak mau membahas nya. Ia meminta waktu untuk berpikir sejenak.

"Mbak, kenapa ngga coba menghubungi bang Bima?"

"Nomer nya udah ngga aktif, semua sosial media nya juga ngga ada"

"Kok aneh ya mbak, apa mungkin sedang terjadi sesuatu sama bang Bima"

"Mbak juga ngga tau, tapi mudah-mudahan bang Bima baik-baik aja"

"Terlalu banyak misteri mbak, aku bingung harus percaya sama siapa"

"Dulu waktu pertama kali bang Bima tau soal hubungan mbak sama mas Wisnu, bang Bima tuh sempet menyinggung soal hubungan gelap mbak Anggi dan bang Rudi, tapi masa iya sih bang Bima segitu ngebelain bang Rudi sampe rela berantem sama mas Wisnu"

"Aneh banget kan mbak?"

"Tapi mbak, inget ngga waktu bang Gema berantem sama mas Wisnu, bang Gema sempet ada bilang kalau mbak Anggi itu cewek munafik, itu maksudnya apa ya mbak?"

"Aduh...mbak jadi makin bingung Syer, ini cerita sebenarnya gimana sih"

"Udah mbak jangan terlalu di pikirin, mendingan mbak istirahat aja, nanti aku coba cari tau"

"Iya Syer, makasih"

"Sama-sama mbak"

~

"Mas, bisa kita bicara sebentar?" ucap ku.

Ku hampiri mas Wisnu yang sedang duduk di balkon kamar. Jujur aku sudah tidak tahan melihat sikap mas Wisnu yang seolah tak peduli dengan kehadiran ku.

Aku tau kalau mas Wisnu butuh waktu untuk mencerna semua pernyataan dari bang Rudi, tapi aku tidak bisa menunggu terlalu lama. Rasanya sangat tidak nyaman, bahkan jika kami berdua berada di dalam ruangan yang sama, mas Wisnu hanya diam.

"Ya, bicara saja"

"Apa aku ada salah sama kamu mas?" Tanya ku.

"Ngga ada"

"Terus kenapa sikap kamu berubah? Kenapa kamu seperti menghindar dari ku?"

"Kasih mas waktu Sal, kamu jangan nambahin beban mas"

Apa?

Aku, beban?

Apa mas Wisnu ngga salah bicara? Posisi ku sekarang sedang mengandung anaknya, dengan usia kandungan tujuh bulan satu minggu. Lalu sekarang siapa yang sedang sedang terbebani? Aku atau dia? Apalagi dengan sikap nya yang menurut ku sangat egois.

"Kamu sadarkan mas, sama apa yang kamu bilang barusan? Jadi, menurut kamu aku beban buat kamu?"

"Bukan gitu Sal, mas ngga bermaksud---"

"Sal? Kemana panggilan sayang kamu selama ini? Kamu berubah mas"

"Bu-bukan begitu maksudnya, tapi..."

"Tapi apa? Aku ngga ngerti sama jalan pikiran kamu, selama ini aku selalu banyak ngalah mas, tentang apapun itu. Apa ucapan bang Gema selama ini benar? Kalau kamu itu egois?"

"Jangan pernah sebut nama orang lain ke dalam hubungan kita, aku ngga suka!" Ucap mas Wisnu dengan raut wajah marah.

"Kenapa? Selama yang aku kenal bang Gema selalu baik, jangan sangkutkan dengan masalah kamu mas"

"DIAM SALMA! kamu ngerti ngga kalau mas bilang ngga suka? Hah?" Bentak mas Wisnu.

"Kalau kamu ngga suka, apa aku harus ikut ngga suka juga mas?"

"JANGAN KURANG AJAR KAMU SAMA SUAMI!" sebelah tangan mas Wisnu sudah terangkat ke atas hendak menampar ku, tapi masih ia tahan.

"Kenapa ngga jadi? Silahkan kalo mau nampar aku" ku tepuk-tepuk kencang pipi ku, lalu ku dekatkan dengan wajah nya.

"Argghhhhh...."

"Sedikit aja kamu berani sentuh aku dengan kekerasan, JANGAN HARAP KAMU BISA KETEMU SAMA ANAK KAMU!"

"Kamu ngga akan pernah bisa lakukan itu, kamu ngga akan bisa bawa anak kita"

"Terserah!"

Dari pada aku semakin marah, lebih baik aku pergi meninggalkan mas Wisnu sejenak. Tidak enak juga jika sampai ayah dan bunda mendengar pertengkaran kami berdua.

Brughh!

"MBAK SALMA....."

Sakit, seluruh tubuh ku sangat sakit, terutama di bagian perut. Bahkan mata ku sulit untuk terbuka, semua gelap, hanya suara-suara teriakan yang ku dengar. Bunda dan Syera seperti sedang menangis, lalu tiba-tiba tubuhku seperti melayang.

'Tuhan, lindungilah anak ku' gumamku pelan.

.
.
.
.
.

Bersambung...

MAS WISNUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang