23. Pamit

6.1K 227 4
                                    

"Hhm...apa kabar?" Tanya bang Bima.

Memenuhi janji ku yang kemarin sempat tertunda, akhirnya aku dan bang Bima bertemu lagi, setelah tiga bulan. Jangan lupakan mas Wisnu, sekarang dia sedang mengawasi kami berdua dari kejauhan, dia juga bisa mendengar percakapan kami lewat telpon ku yang tersambung dengan nya.

"Baik, abang apa kabar?"

"Ngga baik, tapi...setelah liat kamu sebahagia ini sama Wisnu, abang jadi baik-baik aja"

Bohong!

Laki-laki mana yang bahagia melihat wanita yang dicintainya bersanding dengan laki-laki lain, dan itu sahabatnya sendiri.

"Syukurlah kalo abang sudah bisa menerima pernikahan ku dengan mas Wisnu, aku berdoa semoga abang segera menemukan kebahagiaan abang, walaupun kebahagiaan itu ngga ada di aku"

"Berat ya sal" bang Bima menghela nafas nya panjang.

"Meninggalkan semua yang sudah di bangun sendiri, Meninggalkan kenangan kenangan bersama kamu dan yang lain" ucapnya begitu berat.

"Berat? Maksud abang apa?" Tanya ku tak mengerti dengan apa yang di ucapkan bang Bima.

"Abang minta maaf ya sal, kalau selama ini sikap abang sama suami kamu kurang mengenakan. Semua abang lakukan bukan tanpa alasan, karena hati ini belum bisa menerima kenyataan. Tapi mulai sekarang abang akan coba ikhlas menerima"

"Abang ngomong apa sih?" Aku jadi sedih gini dengar ucapan bang Bima.

"Abang ajak kamu ketemu disini cuma mau mengatakan apa yang mengganggu pikiran abang selama ini, sekalian abang mau pamit sama kamu dan Wisnu"

"Pamit? Abang mau kemana?"

"Abang mau pulang ke rumah umi, kasian umi sendirian"

"Terus cafe abang gimana?"

"Sudah abang jual sama Gema, sekarang itu milik Gema"

Habis sudah kata-kata di bibir ku, tidak ada kata yang menggambarkan perasaan ku saat ini. Rasa sakit dan kecewa yang selama ini di rasakan oleh bang Bima, seakan menusuk nusuk di hati ku.

"Boleh abang minta sesuatu?" Tanya bang Bima.

"Boleh, apa?"

Tiba-tiba bang Gema mengambil gitar yang di simpan di samping nya. Lalu menyiapkan kamera tepat di depan kita berdua.

"Bawain satu lagu yang menggambarkan kita saat ini" ucap bang Bima.

Tubuh saling bersandar
Ke arah mata angin berbeda
Kau menunggu datangnya malam
Saat kumenanti fajar

Sudah coba berbagai cara
Agar kita tetap bersama
Yang tersisa dari kisah ini
Hanya kau takut kuhilang

Perdebatan apapun menuju kata pisah
Jangan paksakan genggamanmu
Izinkan aku pergi dulu
Yang berubah hanya

Tak lagi kumilikmu
Kau masih bisa melihatku
Kau harus percaya
Kutetap teman baikmu

Pamit_Tulus

"Nanti kalo anak kamu udah lahir, tunjukin video ini ya? Kasih tau sama dia kalo ini laki-laki yang mencintai mama nya dengan sangat tulus, sebelum hadir Wisnu" ucapan bang Bima kali ini buat aku nangis kejer.

"Bang, emang kita ngga akan ketemu lagi?" Tanya ku sambil menangis sesegukan.

"Entahlah sal, tapi kalaupun suatu hari nanti kita di pertemukan lagi, abang ingin kita sudah sama-sama bahagia" jawabnya lalu mengusap air mata di pipi ku.

Melihat ku yang semakin menangis, dan tak bisa mengendalikan diri, mas Wisnu berlari menghampiri ku lalu membawa ku ke dalam dekapan nya.

"Nu, titip Salma, jaga dia dan sayangi dia dengan sepenuh hati" Setelah mengucapkan itu bang Bima pergi meninggalkan kita berdua.

"Ssttt udah sayang" Mas Wisnu terus mencoba menenangkan ku.

"Cukup ya nangis nya, kasian bayi dalam perut kamu sayang" ucap mas Wisnu lembut.

"Maaf mas" ucap ku lirih.

"Its okey baby, sekarang kita pulang ya?" Aku mengangguk.

~

"Mas..."

"Iya istriku, kenapa sayang?" Tanya mas Wisnu.

"Aku laper mas, mau makan"

"Tututu yang abis nangis langsung laper" goda mas Wisnu.

"Ih mas nyebelin"

"Ngga ngga, mas bercanda sayang, kamu mau makan apa?" Mas Wisnu menepikan mobilnya.

"Aku mau makan tapi pengen makan di tempat nikahan orang"

"Sayang, makan sama yang lain aja ya? Mau cari kemana?" Mas Wisnu tampak frustrasi mendengar permintaan ku.

"Pokoknya aku mau makan masakan khas orang nikahan" rengek ku memaksa.

"Oke, sebentar ya mas telpon bunda dulu"

📱Bunda

(Hallo Bun...)

(Iya hallo, kenapa mas?)

(Bunda dimana?)

(Bunda dirumah, ada apa sih mas? Tumben)

(Bun, ini istri aku ngidam)

(Katanya pengen makan masakan khas orang nikahan)

(Sini sini ke rumah bunda aja)

(Kebetulan banget ini bunda sama ayah mau kondangan ke tempat bu Reni)

(Alhamdulillah, tunggu ya bun, aku kesana sekarang)

(Iya hati-hati)

"Gimana mas?" Tanya ku penasaran.

"Ada sayang, tapi kita harus ke rumah bunda dulu?"

"Ayo mas cepetan"

"Sabar istriku, keselamatan nomer satu"

.
.
.
.

Bersambung...

MAS WISNUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang