49. Telat satu minggu

5.8K 176 5
                                    

"Mas...kalau aku hamil lagi gimana?" Mas Wisnu yang sedang asyik bermain dengan Maaliq pun beralih menatapku.

"Kamu, hamil lagi? Alhamdulillah ya allah"

"Ngga tau mas, tapi aku telat satu minggu, belum berani cek juga"

"Mas beliin testpack ya? Jaga-jaga takut kamu hamil beneran, nanti malah kayak hamil Maaliq lagi, ngga ketahuan"

Aku diam, tidak mengiyakan pertanyaan Mas Wisnu. Bukan mau nolak rezeki, tapi Maaliq masih terlalu kecil untuk punya adik, apalagi aku dan mas Wisnu ngga mau pakai jasa babysiter. Kebayang bakalan capek banget, apalagi sekarang mas Wisnu lagi banyak project, pasti pulang malem terus.

"Mas...kalau bener aku hamil lagi...gimana kalau di gugu--"

"Astagfirullahhalazim! Kok bisa kamu punya pikiran kayak gitu, tega kamu lakuin itu sama anak kita!"

Sudah pasti ucapan ku akan mengundang amarah mas Wisnu, Maaliq sampai menangis mendengar papa nya berbicara dengan nada tinggi.

"Tapi, Maaliq masih kecil mas, aku takut--"

"Ngga ada alasan apapun! Jahat kamu mau bunuh anak sendiri!"

Maaliq digendong, kemudian mas Wisnu mengambil kunci mobil dan keluar rumah begitu saja. Tangis Maaliq semakin kencang, ia ketakutan melihat papa nya berteriak.

"Mas! Tunggu, jangan bawa Maaliq"

"Ngga! Ngga akan mas biarin Maaliq sama ibu yang jahat!"

"Pak Udin, buka pintu gerbang!" Pak Udin mengangguk lalu membukakan pintu Gerbang.

"Mas! Bahaya, jangan bawa Maaliq!" Teriak ku sambil mengetuk-ngetuk kaca mobil.

Luruh sudah airmata ku melihat kepergian mereka yang entah kemana, meninggalkan ku dengan keegoisan yang merugikan diri sendiri.

"Bu, minum dulu" Mbok iyem menyodorkan segelas air putih.

Semenjak ada Maaliq, mbok Iyem merubah panggilan nya, memanggil ku ibu, mas Wisnu bapak, dan Maaliq Aden"

"Makasih mbok"

"Sudah lama sekali, si mbok tidak melihat Bapak semarah itu, jangan bertengkar terlalu lama bu, kasian Den Maaliq" mbok iyem mengusap kedua tangan ku.

"Aku yang salah mbok, aku jahat karna mau bunuh anak sendiri"

"Maksudnya apa bu?"

"Aku telat datang bulan mbok, udah seminggu, aku bilang sama mas Wisnu kalau aku beneran hamil, pengen aku  gugurin aja"

"Astagfirullahhalazim ibu! Istighfar bu, nyebut, ya allah" mbok iyem sampai menepuk-nepuk bahu ku.

"Aku belum siap mbok, lagi pula Maaliq masih kecil, masih butuh perhatian kedua orangtua nya"

"Anak itu rezeki bu, allah tau ibu mampu, jadi ibu kembali diberi kepercayaan untuk mengandung"

Benar, apa yang dikatakan oleh mbok iyem ada benarnya, bangun Salma, bangun. Berdosa sekali mempunyai pikiran jelek seperti itu, maafkan Salma ya allah, maaf telah menodai kepercayaan mu.

"Mbok, tolong beliin aku testpack ya?"

"Iya bu, mbok ke apotek sebentar"

Salah ku juga tidak menggunakan KB, malah mengiyakan ide mas Wisnu untuk KB alami, yang berujung kebobolan juga. Hasil testpack menunjukkan dua garis biru, benarkan feeling ku, pasti hamil, lagi. Aku harus tetap bersyukur, karena ini adalah rezeki, ngga boleh memikirkan sesuatu yang belum terjadi.

Mas Wisnu tak kunjung pulang, padahal hari sudah semakin sore, Maaliq udah makan belum ya? Aku khawatir. Apalagi Maaliq sering rewel kalau mau tidur siang, terus kalau diajak mandi juga suka susah. Aduh, Maaliq, mama kangen nak.

"Bu, mau kemana?" Mbok iyem juga belum pulang, khawatir sama aku katanya.

"Mau ke rumah bunda mbok, pasti Maaliq ada disana"

"Bentar lagi maghrib bu, ngga baik pergi-pergi, ibu kan lagi hamil"

"Takut Maaliq nangis nyariin aku mbok, aku pesen taksi online aja kali ya mbok?"

Belum sempat mbok iyem menjawab, dua mobil masuk ke halaman rumah, setelah gerbang di buka lebar oleh pak Udin. Bunda turun lebih dulu, dengan Maaliq yang tertidur dalam gendongan nya.

"Assalamu'alaikum..."

"Waalaikum salam, masuk bun" disusul ayah dan mas Wisnu, mas Wisnu masuk begitu saja, terlihat sekali ia masih sangat marah.

"Sal, ini Maaliq ditidurin ke kamar aja"

"Iya bun"

Saat masuk ke dalam kamar, terdengar suara gemericik air, kayaknya mas Wisnu lagi mandi. Maaliq sudah aman di dalam bok bayi nya, aku segera keluar kamar untuk menemui bunda dan ayah. Mbok iyem ada di sana, duduk bersama ayah dan bunda, sepertinya bunda sedang bertanya ke mbok iyem.

"Wisnu mana?" Tanya bunda.

"Mas Wisnu lagi mandi bun"

"Duduk sini, bunda mau bicara"

Sudah pasti mas Wisnu tidak akan diam saja, ia pasti akan bercerita kepada orangtua nya, ini bukan masalah kecil, kedua mertua ku juga pasti marah dengernya. Heran, seneng banget buat masalah sih Sal, kenapa harus di bikin ribet juga coba, orang belum dijalanin, udah takut duluan, payah.

"Kamu udah makan?" Tanya bunda saat aku duduk di sampingnya.

"Ibu ngga mau makan nyonya, tadi udah si mbok siapin, tapi ngga dimakan" yang jawab mbok iyem.

"Ibu hamil mana boleh ngga mau makan, makan dulu ya, bunda temenin"

"Boleh aja bun, orang dia mau bunuh anaknya sendiri kok!" Suara mas Wisnu menggelegar, masih sangat emosi.

"Wisnu!" Itu ayah, mencoba mengingatkan putranya agar tetap tenang.

"Sal, bunda sama ayah ngga bermaksud buat ikut campur urusan rumah tangga kalian, tapi...kalo udah urusan nya nyawa, bunda ngga bisa diem aja, ya walaupun dia belum lahir ke dunia" perut ku diusap bunda.

"Maaf bun, Salma salah, Salma khilaf" Bunda langsung peluk aku, saat melihat ku menangis.

"Jangan pernah ada niat seperti itu lagi, ini titipan yang harus kita jaga sama-sama"

Mas Wisnu masih tampak acuh, aku menghampiri mas Wisnu, lalu duduk bersimpuh di hadapan mas Wisnu.

"Mas, aku minta maaf, aku ngga ada niat buat gugurin anak kita, aku cuma takut mas...tolong maafin aku mas..."

Terdengar helaan nafas berat dari mas Wisnu.

"Mas tegaskan sekali lagi, mas ngga suka dan ngga mau kejadian ini ke ulang lagi, cukup dua kali, kita hampir kehilangan Maaliq kalau kamu lupa, mas ngga mau anak-anak jadi korban gara-gara keegoisan kita sebagai orangtua, "

"Maaf mas, sekali lagi maafin aku..."

"Janji dulu sama mas?"

"Aku janji mas, ini yang terakhir, maafin kekhilafan aku ya mas, maaf"

"Mas juga minta maaf, tadi bentak-bentak kamu sayang"

Kami akhirnya saling memeluk, sangat erat, dan cukup lama.

"Makan dulu ya...kasian dede nya"

"Iya mas, tapi mau di suapin" Aku berbisik, malu kalau kedengeran ayah bunda.

"Iya sayang, yukk"

.
.
.
.
.

Bersambung...

MAS WISNUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang