30. Obrolan tengah malam

6.6K 208 4
                                    

"Welcome home sayang..." ucap Bunda, ayah, dan Syera.

Pagi tadi aku sudah di perbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit. Tiga hari berada disana benar-benar membuat energi ku sedikit terkuras. Apalagi saat melihat kondisi anak ku, banyak alat-alat medis di pasang di tubuhnya, membuat hati dan pikiran ku semakin berantakan.

"Anak ku masih di rumah sakit bun, aku belum bisa tenang" lirih ku, kemudian bunda dengan sigap membawa tubuhku ke dalam pelukan nya.

"Bunda paham sayang, tapi kamu harus tetap semangat, kamu ngga boleh banyak pikiran. Nanti akan berpengaruh pada produksi asi kamu"

"Apa iya bun?" Tanya ku.

"Iya sayang, jadi kamu harus semangat demi jagoan kalian"

Bunda awalnya sangat marah dengan mas Wisnu, tapi saat melihat ku bisa menerima dan memaafkan mas Wisnu, hati Bunda melembut. Aku juga sangat kecewa sebenarnya, tapi apapun yang terjadi sekarang adalah takdir yang sudah di tuliskan oleh tuhan, dan sampai kapanpun mas Wisnu tetap ayah dari anak ku.

"Mbak, semangat ya..." Syera memeluk ku.

"Terimakasih Syer"

"Nu, kenapa ngga tinggal dirumah bunda aja? Nanti kalo kamu kerja gimana? Salma sama siapa?" Tanya bunda khawatir.

"Salma mau nya disini bun, kalo Wisnu yang penting istri Wisnu nyaman bun"

"Kamu ngga nyaman sayang tinggal dirumah bunda?" Aku tertawa kecil saat mendengar pertanyaan bunda.

"Bukan gitu bunda ku sayang, Salma nyaman banget tinggal dirumah bunda---"

"Ya terus kenapa ngga pulang ke rumah bunda aja?" Tanya bunda menyela.

"Bun, sekarang kan sudah ada adik bayi, ya walaupun belum boleh di bawa pulang. Tapi Salma dan mas, sudah membahas soal ini, kalau kita mau mengurus adik bayi tanpa bantuan siapa pun. Aku mau belajar jadi mama yang baik, biar kayak bunda"

"Mana boleh begitu, anak kalian kan cucu pertama bunda" Bunda masih belum bisa terima.

"Boleh dong bun, lagi pula Bunda boleh kapan saja datang kesini"

"Setiap hari boleh bunda kesini?"

"Boleh banget bun, mau nginep juga boleh kok"

Akhirnya bunda mengerti dengan maksud ku, jujur saja aku tidak mau merepotkan siapapun. Sebelum bunda meminta ku untuk kembali tinggal dirumah nya, ibu juga sudah lebih dulu meminta ku. Tapi aku menolak nya, karna aku ingin keluarga kecil ku merasa nyaman. Apalagi di sana sudah ada mbak Anggi dan suami nya.

"Bunda udah masak, mending sekarang kita makan dulu yuk, abis itu kamu istirahat"

"Kebetulan banget bun, aku emang lagi laper banget" jawab ku penuh semangat.

"Tadi kan sebelum pulang kamu makan dulu sayang, belum ada dua jam loh?" Tanya mas Wisnu keheranan.

"Itu normal Nu, kan istri kamu sedang fase menyusui, jadi wajar kalo laper mulu" bunda yang gemas pun akhirnya menjawab.

"Ya aku kan ngga tau bun, maaf"

"Kamu nih udah jadi orangtua harus banyak belajar, kurang-kurangin juga keras kepala nya, jangan cuma mau nya di dengar tanpa mau mendengar" sindir bunda.

Skakmat!

"Bunda nyindir aku?" Tanya mas Wisnu.

"Ya baguslah kalo merasa, kamu itu kalo ngga di gituin ngga bakalan ngerti"

"Udah udah, katanya mau makan" ucap ayah menimpali.

~

"Sayang...."

"Iya mas, kenapa?"

"Masih pumping?" Tanya mas Wisnu kemudian berjalan mendekat dan duduk di hadapan ku.

"Sedikit lagi selesai, mas butuh sesuatu?" Mas Wisnu menggelengkan kepalanya.

"Banyak banget ya asi nya" ucap mas Wisnu takjub melihat hasil pumping ku.

"Iya mas alhamdulillah, stok buat adik bayi aman, ini juga berkat vitamin yang kamu beliin kemarin itu loh"

"Nanti mas beliin lagi, nanti kalau udah selesai kita ngobrol dulu sebentar ya..."

"Ya mas"

Setelah merapikan peralatan pumping dan menyimpan hasil pumping di lemari pendingin, aku menghampiri mas Wisnu yang sudah menunggu ku di atas ranjang.

"Mas mau ngobrol apa?" Tanya ku setelah duduk bersandar disamping mas Wisnu.

"Boleh peluk mas dulu sayang?"

"Boleh dong mas, sini sini" ku rentangkan kedua tangan ku, dan mas Wisnu membenamkan wajah nya di dadaku.

"Maafin mas dek, maafin segala kesalahan dan keegoisan mas sama kamu dan anak kita" bahu mas wisnu bergetar.

"Mas, kamu nangis?" Mas Wisnu mendongkakan kepalanya, pipi nya sudah basah.

Cup!

"Kamu ngga marah atau kecewa sama mas?" Tanyanya setelah mengecup bibir ku singkat.

"Aku marah, aku kecewa juga sama kamu mas, tapi aku juga salah disini. Coba aja waktu itu aku lebih berhati-hati, pasti kejadian nya ngga akan seperti ini, aku bersyukur karna tuhan masih memberikan kesempatan untuk kita"

"Itu semua murni kesalahan mas sayang, kamu hanya korban dari sikap egois mas, maaf" lirih mas Wisnu.

"Mas sungguh menyesali nya?"

"Ya, mas sangat menyesali nya!" Jawabnya dengan tegas.

"Mau berubah dan buka lembaran baru?"

"Tapi mas malu sayang..."

"Kenapa harus malu mas, aku akan selalu menemani setiap langkah kamu mas"

"you promise dear?"

"Ya mas, i'm promise"

"Terimakasih sayang, Mas sangat mencintai kamu dan adik bayi"

"Aku juga mas, apalagi kalau mas juga mau memperbaiki hubungan mas dengan sahabat-sahabat mas"

"Untuk masalah itu---"

"Ayolah mas, aku temani ya?"

"Baiklah sayang, demi kamu akan mas lakukan"

"Nah gitu dong, aku sayang deh sama mas"

"Tapi sayang...."

"Apalagi mas?"

"Bantu mas pelepasan boleh?" Tanya mas Wisnu dengan suara berat dan raut wajah sayu.

"Kamu lagi on" ucap ku kemudian tertawa gemas.

"Kok malah ketawa sih, jahat banget sih sayang"

"Sini aku bantu"

Srekk!

"Ahh sa-yangg pelanh pelanhhh hhmmm"

"Uuuhhhh sssshhhh ahhhh"

Melihat ekspresi mas Wisnu menikmati setiap gerakan dari mulut dan tangan ku, membuat nya tak bisa mengendalikan diri. Matanya terpejam, dengan kepala mengadah ke atas, kedua tangannya mencengkram seprei kuat.

"Sa-sayang stoppp"

"Mass mauu keluarhhh"

"Na-nanti kenaa mulutt kamuhhh" racau mas Wisnu, tapi tak aku hiraukan sama sekali.

Klok

Klok

Klok

Byarrrr....

"Ah, terimakasih sayang service nya"

.
.
.
.
.

Bersambung...

MAS WISNUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang