Bab 17. PRIDE

98 5 0
                                    

"Tunggu sebentar ya, aku cek gak lama kok."

Aida menerima belanjaannya dan tadinya dia ingin menutup pintunya

Tapi

"Kalau bisa saya lihat juga Mbak. Biar fair ngeceknya saya juga tahu, Mbak cuma ngecek. Karena kan saya nggak tahu Mbak nanti nilep barang belanjaannya atau enggak dan bilang belum ada. Sama-sama berjaga-jaga aja, Mbak."

Pria berjaket hijau itu pun juga jujur terhadap Aida sehingga membuat Aida memikirkan dari posisi sang kurir.

"Oke, oke!" Ini juga dianggap oleh wanita itu fair. Aida tidak mau memperburuk keadaan dan memperlama negosiasi mereka.

"Kalau gitu aku lihat di sini aja. Kamu diri di situ ya. Tapi tolong buka maskernya dong. Ya minimal kalau kamu buka masker kan di sini ada CCTV jadi aku buka pintu juga nggak takut kamu macem-macem."

Aida sengaja membuka pintu apartemennya setelah pria itu setuju melakukan apa yang dimintanya tanpa bicara, dia melepaskan penutup wajahnya.

Lumayan punya tampang. Dia seumuran denganku kan? Atau mungkin lebih tua dariku? Hmm ... tapi mungkin tidak lebih dari dua tahun? Tapi tetap saja wajahnya kaku kayak daun kering, sama kayak Royko minta maaf dengan salep! Aida pun mengecek sambil memegang list belanjaan yang tadi sudah dicatatnya. Sambil menggerutu juga dalam hatinya Kenapa tiba-tiba dia jadi mengingat pria ber-bathrobe yang mengingat orang yang tak mau dipikirkannya itu.

"Ya semuanya sudah lengkap. Maaf ya, aku merepotkanmu dan aku juga tidak punya tipping untukmu, majikanku nggak ngasih," ucapnya lagi setelah semuanya clear.

"Iya gapapa, yang penting bintang limanya, mba. permisi Mbak!"

Pria berjaket hijau itu pun kembali memakai maskernya, memencet tombol, menyelesaikan misi pengirimannya dan pergi setelah pekerjaannya sudah selesai.

TING!

Dan disaat dia mau mencet tombol lift

dreet dreet dreet

Handphone di kantongnya juga bergetar memaksanya melihat ke arah handphone tersebut

"Iya kak Nada?"

Untung saja di apartemen itu ada penguat sinyal jadi meskipun dia sudah di dalam lift masih bisa mengangkat telepon dari seseorang yang sepertinya cukup dekat dengannya.

Nada: Kau kenapa belum pulang ke rumah sih Didi? Ayah sendirian kan.

Didi: Ini aku juga baru mau pulang, baru habis nganterin belanjaannya kostumerku, pembokat resek!

Nada: Ngojek lagi?

Didi: Hmm.

Didi menjawab dingin sambil matanya mengikuti nomor lift yang menunjukkan lift sedang melaju ke bawah

Nada: Nah, ketulah kau kan, ketemu pelanggan resek. Gak nurut sih!

Didi: Apa maksudnya sih kak? Nyumpahin aku?

Nada: Ya abisnya, kamu tuh! Aku mesti ngomong kayak gimana lagi sih biar kamu nurut?

TING!

Didi: Nggak usah ngomong apa-apalah, kak. Aku juga nggak ngapa-ngapain, kan? Aku cuman baru beresin kerjaan dan nggak berbuat yang aneh-aneh kok.

Berbarengan dengan pintu lift terbuka Didi keluar sambil dia menjawab,

Nada: Kau itu ya, bebal amat sih. Jawab mulu!

Nada mulai naik emosinya

Nada: Aku kan udah bilang kalau kau fokus aja kuliah nggak usah mikirin yang lain-lain. Harusnya kau sudah mulai kuliah dari tahun kemarin. Seneng banget sih buang-buang waktu, heh?

Bidadari (Bab 1 - Bab 200)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang