"Satu hal yang pasti kamu tidak bisa main rahasia-rahasiaan sama papamu Reiko."
Endra belum menjawabnya, tapi dia sudah memicingkan matanya.
"Dan Papa juga ingin penjelasan darimu. Apa kamu masih memperjuangkan kerjasamamu dengan Aurora Corporation yang sudah ditentang kakekmu?"
Endra cukup sabar untuk tidak bicara masalah ini tadi di telepon saat pagi sebelum Reiko pergi ke tempat Hartono.
Dia bisa menunggu sampai mereka bertemu muka sehingga tidak ada lagi yang ditutupi dari mimik wajah dan Reiko bisa menjelaskan face to face.
"Hmm." Reiko sebetulnya masih ingin tahu bagaimana papanya menyiapkan rencana keamanan begitu rapi.
Tapi sepertinya Endra Adiwijaya tidak akan memberikan informasi itu semudah yang dipikirkan oleh Reiko kalau dia belum melewati semua pertanyaan dari papanya.
"Ini demi karirku Papa. Jadi aku mohon padamu jangan campuri dulu urusan yang satu ini."
"Aurora Corps mencari tahu tentang dirimu dan Brigita. Mencari tahu tentang keluarga kita juga aku rasa. Makanya aku benar-benar berhati-hati sekali dengan rencana pernikahanmu yang diinginkan kakekmu itu. Aku khawatir mereka akan menjadikan ini sebagai tameng untuk menurunkan lagi harga diri keluarga kita. Kamu masih ingat kan apa yang sudah dilakukan oleh Prawiryo tentang penyesalannya mengenal dan bersahabat dengan pendiri perusahaan kretek dan rokok?"
"Iya Pah. Dia bilang dulu dia mengabaikan masalah kesehatan dan pemikiran bahwa kretek adalah sesuatu yang sehat untuk dihisap karena mengandung cengkeh adalah salah. Dia juga menyesali penjualan rokok dengan filter yang ternyata tak bisa menyaring nikotin dan zat penyebab kanker."
Tentu saja Reiko kembali mengangguk. Dia sudah diingatkan berkali-kali dan ini membuat dirinya juga tak mengerti bagaimana permasalahan keluarganya bisa muncul.
"Nah orang tua itu menyalahkan semuanya pada produsen. Tanpa dia berpikir kalau itu keputusannya sendiri untuk merokok."
"Mungkinkah ada yang didengar olehnya yang didapatnya dari kakek sehingga dia percaya sekali pada kakek lalu dia menghisap itu?"
"Entahlah." Sambil mengangkat bahunya Endra bicara. "Tapi tetap saja tidak etis kalau dia menyalahkan kita. Kematian istrinya tak ada hubungannya dengan kita. Dan penyakit kanker yang dideritanya juga bukan karena kesalahan kita. Dirinya yang memutuskan sendiri kan untuk menyesapnya?"
Polemik ini sebenarnya juga menghantui Reiko. Dirinya sendiri juga tidak tenang dengan bisnis keluarganya yang menurut dirinya seperti makan buah simalakama. Satu sisi Reiko tidak bisa menyalahkan anggota keluarganya dengan bisnis yang sudah mereka geluti dan juga memberikan kehidupan bagi mereka dan bahkan memberikan banyak keuntungan bagi para pekerja mereka. Tapi di sisi lain dia juga memang melihat ada banyak efek sampingnya juga.
"Papa, aku rasa kemarahan Prawiryo pada keluarga Adiwijaya dan sikapmu ini juga tidak bisa kita teruskan seperti ini pada keturunannya." Sampai akhirnya Reiko yang sudah gerah dengan kondisi hubungan yang tidak baik ini pun mencoba untuk meluruskan.
"Karena aku melihat Radit Prayoga itu termasuk orang yang cukup baik untuk jadi partner bisnis, maksudku dia profesional."
Reiko yang memang sudah berbicara dengan Radit berusaha membujuk papah-nya.
"Dia akan terus menyindirmu sebagai seseorang yang menjual sesuatu yang merusak anak bangsa. Apa kamu tidak gerah mendengar semua yang dia katakan? Padahal kita juga banyak memberikan beasiswa dan bantuan lain pada anak bangsa?"
"Papa, aku rasa dia adalah seorang pria yang tidak berpikir picik dan sempit seperti itu, Papa. Dan mungkin kita harus meluruskan kesalahpahaman ini karena kakek sebetulnya juga adalah teman dekatnya Prawiryo, bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari (Bab 1 - Bab 200)
Romance"Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Jika Aida Tazkia bukan anak orang kaya, dirinya juga tak memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan kriteria Reiko Byakta Adiwijay...