Kenapa gak beli online aja?
Aida tadinya ingin menolak dan menjawab begitu.
Tapi....
Kenapa tatapannya kaya orang sakau dan nahan sakit?
"Hmmm, Ba-bapak gak pa-apa?"
Melihat wajah orang di hadapannya pucat dan memang perihnya perut Reiko, membuatnya tak bisa menutupi ringisan di bibirnya. Aida yakin ada sesuatu yang tak beres dengan Pria yang mengetuk pintu kamarnya tadi.
"Gak pa-apa. Cepetan bikinin aku makanan berkuah hangat!"
"Eeeh, Pak, hati-hati!"
Apanya yang nggak apa-apa? Dia hampir roboh di hadapanku! pekik di dalam hati Aida yang refleks sudah membuka pintunya dan kedua tangannya itu memegang satu lengan Reiko. Kaki Reiko hampir tak bisa menahan beban tubuhnya.
Sssh, ada apa denganku, sesek banget begini tiba-tiba?
"Ba-bapak yakin nggak mau dipanggilin dokter aja? Muka bapak pucat banget."
Tapi belum sempat Reiko memikirkan apa yang terjadi pada dirinya sendiri, Aida yang cemas, sudah bertanya lagi.
Jelas Reiko tak mau terlihat lemah. Dia menggelengkan kepalanya dan membiarkan tangan kanannya memegang dinding di mana tangan kirinya mencoba melepaskan lengan Aida yang melingkarinya.
Kenapa aku nyeri banget seperti sesak napas sampai ke ulu hati gini? Tadi beneran gapapa.
Reiko yakin ada yang tak beres pada dirinya. Tapi dia berusaha menjawab Aida.
"Aku gak apa-apa," dengan tubuhnya yang gemetaran Reiko tak mau terlihat lemah. "Cuma perutku perih karena aku belum makan. Jadi tolong buatkan makanan dan bawa ke ruanganku."
Yah, kalau aku sudah makan pasti enakan kan? pikir hati Reiko. Dia berusaha percaya dengan pikirannya dan mau meninggalkan kamar Aida.
Apa dia bisa naik ke atas sendirian? membuat Aida jadi makin cemas melihatnya.
Aida sebenarnya tak tega melihat Pria itu berjalan sambil memegang perutnya yang tak bisa dibayangkan sesakit apa. Tentu saja dengan beban tas di backpacknya.
Sssh, anggap saja balas budi, lah! pikir Aida, yang tak pikir panjang lagi, ingin melakukan apa yang ada dalam benaknya.
Sehingga....
"Pak, sini saya bantu! Tasnya bias saya yang bawain!"
"Aku gak pa-apa!"
"Iya, tapi biar saya bantuin Pak, kalo Bapak gak mau ngaku sakit!"
Aida sedikit nekat. Dia tahu tadi Reiko sudah menepis tangannya dan tak mau menerima pertolongannya. Tapi Aida tak peduli. Dia mendekat lagi padanya dan mencoba memegang tangan Pria itu yang tadi merambat, berpegangan pada dinding, melepaskan backpacknya dan memakai di punggungnya sendiri.
"Itu berat. Taruh saja dulu."
"Ayo Pak, gak pa-apa wes, sekalian jalan. saya anterin Bapak sekarang mau ke mana?"
Aida sadar, tas itu memang berat banget! Reiko mengisi barang-barang yang lumayan banyak di sana. Tapi Aida tak peduli, dia tetap mengikuti rencana awalnya.
"Tapi aku beneran nggak apa-apa kok! Aku bisa naik ke atas sen..sshhh... sendiri maksudku!"
Meringis Reiko karena rasa sakitnya benar-benar tidak tertandingi, padahal dia mau terlihat cool.
"Sudah Pak, tenang saja. Saya cuma nganterin Bapak sampai atas doang. Habis itu Bapak bisa istirahat. Nanti saya anterin makanan ke ruang kerja Bapak," seru Aida yang tetap ngotot.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari (Bab 1 - Bab 200)
Romance"Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Jika Aida Tazkia bukan anak orang kaya, dirinya juga tak memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan kriteria Reiko Byakta Adiwijay...