"Dih," sinis Aida
"Hahaha." Tapi malah mengundang gelak tawa Reiko yang sepertinya menikmati bagaimana Aida menunjukkan mimik wajah kesalnya itu.
Dia benar-benar lagi bahagia. Tak menunjukkan sama sekali kemarahannya dan bisa bercanda begitu?
Aida yakin seyakin yakinnya kalau modal itu memang sudah didapatkan oleh Reiko. Tapi memang tidak ada yang ingin diucapkan oleh Aida sehingga dia hanya menunggu Reiko mereda tawanya.
"Ya sudah kalau kamu mau keluar, yuk!" Reiko bicara sambil mengarahkan langkahnya menuju ke lemari Aida.
"Tumben saya disuruh pakai kerudung? Bukannya Bapak selalu bilang di sini cuma berdua?"
Sinis Aida yang justru mendapat sambutan senyum dari Reiko sambil dia memakaikan kerudung itu di kepala Aida dan kini bibirnya yang ada di hadapan Aida hanya berjarak tiga puluh senti itu pun bicara.
"Memangnya kamu mau keganjenan nunjukin rambut kamu sama housekeeping, hmm?"
Dan itulah protes Reiko sambil dia menyipitkan matanya dan membuat Aida tentu saja mengingat kembali kalau kemarin memang ada dua orang housekeeping, yang pertama adalah seorang wanita yang masuk ke dalam kamarnya dan yang satu lagi adalah seorang pria.
Kemarin pun waktu Aida dibawa ke kamar Reiko, dia memang masih mengenakan jilbabnya.
"Jadi rumahnya dibersihin lagi sama housekeeping?"
"Sebentar lagi juga housekeeping datang kok. Lagian memang gimana kamu mau ngebersihin kalau tangan dan kaki kamu begini?"
Sebuah tanya yang lagi-lagi membuat Aida menyipitkan matanya.
"Maaf ya Pak, pembantu Bapak jadi nyusahin gini."
"Hmm, kapan kamu nggak nyusahin aku? Dari awal juga udah nyusahin."
"Dih?" Aida pun kini mengerutkan dahinya ketika Reiko bicara begitu.
"Dari pertama aku mengenal kamu tuh dari dulu kamu memang selalu menyusahkan aku."
"Orang aku kenal sama Bapak juga aku nggak ngomong apa-apa kok. Waktu Bapak datang juga aku diem aja," sentak Aida kesal tapi saat Reiko mendudukkan Aida di sofa ruang tengah tepat berhadapan dengan dapur pria itu menaruh kedua tangannya di sisi kanan kiri Aida sambil matanya menatap tajam.
"Tanya sama Kakek. Saat itu kamu baru dilahirkan dan kebetulan aku ikut sama Kakek buat ambil cengkeh. Kamu ngompolin baju aku pas aku ngegendong kamu dan Kakakmu Aisyah itu sangat manis sekali, dia mengambilkan lap basah untuk menghilangkan air itu. Dia sangat menggemaskan untuk anak usia tiga tahun bahkan saat itu aku juga membantunya untuk menggantikan popokmu."
"Bapak lagi bohong, bukan?"
"Kakakmu tuh dulu sudah seperti punya boneka saat punya kamu. Dia ingin menggantikan popokmu padahal usianya masih tiga tahun dan akhirnya aku membantunya. Karena dia tidak mengizinkan Ibumu untuk membantunya tapi dia membolehkan aku untuk membantunya."
"Hahahah, ceritanya seru banget Pak. Dan teruskan saja kebohongan itu," seru Aida kesal betul, karena pembahasan ini bukan pembahasan yang diinginkan olehnya.
"Tanya sama Ibumu kalau tidak percaya. Dan untuk apa aku berbohong? Kataku juga kamu dari dulu selalu saja menyusahkanku."
Itulah kata-kata Reiko sebelum dia melangkahkan kakinya menuju ke dapur, membuat semburat merah di wajah Aida.
Kenapa Ibu ndak pernah cerita padaku soal ini? Heish!
"Makanya kalau kamu mau berpikir aku akan nafsu sama kamu ndak mungkin. Ditambah kamu sudah tidak punya sesuatu yang paling aku suka dari tubuh wanita dan yang kedua aku juga sudah mengurusmu dari kecil. Ya karena aku waktu itu penasaran sama adik kecil dan mamaku belum melahirkan Reti ke dunia ini. Usianya kan beda tiga bulan denganmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari (Bab 1 - Bab 200)
Romance"Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Jika Aida Tazkia bukan anak orang kaya, dirinya juga tak memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan kriteria Reiko Byakta Adiwijay...