Sesaat setelah Reiko meninggalkan Aida di dapur.
"Bee, kamu bisa lepasin tanganku sekarang."
"Sayang, tapi kamu beneran nggak apa-apa?"
Saat mereka berdua sudah masuk ke dalam kamar, Reiko meminta Brigita untuk melepaskan tangannya. Tapi wanita itu masih bersikeras memegangnya sambil menanyakan kondisi kekasihnya itu.
"Aku udah nggak pa-apa, Bee,"
"Tapi kenapa bisa sampai kayak gini sih? Permasalahannya sejauh apa sih?"
"Sssh, ini kelalaianku sayang. Bukan salah orang yang memberikan luka pada wajahku ini." Reiko masih bisa memberikan sebuah senyum di hadapan kekasihnya dan memegang jari tangan Brigita yang sedang mengelus luka di pipi kirinya.
"Kataku sih kelewatan dia tidak seharusnya begini. Lagi pula Apa dia tidak tahu kalau kamu juga sedang ada masalah di bisnis keluargamu?" selidik Brigita lagi.
"Kejadian ini lebih dulu daripada kejadian yang itu, jadi tidak perlu dipikirkan berlebihan."
Reiko menghempaskan nafas pelan selesai dia bicara.
"Aku ke kamar mandi dulu ya. Kamu bisa beristirahat dulu di sini. Lagi pula,q kamu juga capek kan habis perjalanan jauh dan baru pulang dari Batam?"
"Hmm ... mau mandi berdua?"
"Aku rasa nanti saja. Lagi pula aku harus membersihkan lukaku dulu. Dan tubuhku benar-benar tidak segar." Reiko memberikan sebuah kecupan bagi Brigita.
Dan saat ini adalah pertama kalinya dirinya menolak untuk mandi bersama dengan wanita yang sangat dicintainya itu.
Entah kenapa, tapi memang dia sedang ingin sendiri dulu.
"Ya sudah. Kalau begitu aku menunggu di tempat tidur saja ya. Apa kamu mau aku pesankan makanan online?"
"Hmm, pesanlah."
Reiko tak pernah menyembunyikan apapun di handphonenya sehingga saat itu juga dia mengulurkan benda tersebut kepada Brigita.
"Tidak perlu, aku pesan pakai milikku sendiri saja."
Kalau soal membeli makanan kan harganya juga tidak seberapa sih. Makanya Brigita tak ambil pusing.
"Kalau gitu aku mandi dulu ya." Reiko berjalan menuju ke ruang ganti pakaian setelah menaruh handphonenya di meja dalam kamarnya.
Brigita sendiri memilih langsung naik ke tempat tidur dan menggulir layar handphonenya di saat Reiko sudah tak lagi terlihat di pandangan matanya karena sudah masuk ke dalam ruang ganti pakaian.
"Sayang, Kakekmu gimana kondisinya?"
Namun kembali Brigita memekik dari kamarnya.
"Syukurlah sudah baik sekarang, Bee. Bentar aku mandi dulu ya."
Heish, padahal aku buru-buru kembali ke sini karena berharap tua bangka itu mati. Aku sudah senang sekali mendengar dia kena serangan jantung, keluh hati Brigita ketika mendengar ucapan dari Reiko barusan.
Dan memang ada sedikit masalah yang membuat Reiko tadi malam begitu sibuk. Ini juga yang membuat dirinya di kamar mandi sekarang sebetulnya mau mandi tapi tidak tenang.
Dia marah padaku bukan? tanya Reiko sambil matanya menatap ke arah cermin.
Hah. ada tawa sinis di bibirnya saat kedua tangannya kini ada di pinggang masih dengan pandangan matanya menghadap cermin.
"SAYA TAK PERNAH BERMIMPI DISENTUH PEZINA PAK. JIJIK SAYA DAN DEMI ALLAH SAYA NDAK PERNAH INGIN BAPAK MENYENTUH SAYA."
Reiko mengulang apa kata-kata Aida yang terdengar di telinganya sendiri. Di saat kini wajahnya menjadi sulit dan hilang sudah senyum di bibirnya itu.
Sebuah ucapan yang terlontar dari bibir Aida saat mereka tadi ada di dalam dapur.
Kau kesal padaku makanya bicara begitu? Tidak mau mengakuinya, padahal kau menungguku tadi malam? Kau pikir aku pergi begitu saja tanpa alasan? Sssh.
Reiko sudah memalingkan wajahnya dari cermin. Dia membuka jaketnya dan menarik kerah pakaiannya.
Tak ada kata yang keluar dari benaknya saat dia melucuti satu persatu bahan di tubuhnya dan menyalakan shower, hingga tubuhnya pun diguyur di bawah pancuran shower hangat itu.
Mata Reiko tertutup sehingga dia bisa merasakan dengan jelas jatuhnya rintikan air itu sambil membayangkan beberapa hal yang terjadi kemarin dengan semua letupan di dalam hatinya.
Flashback on
"Roy nggak mungkin kan meneleponku lama-lama," pikir Reiko, makanya kompensasi lima menit-an itu adalah waktu yang cukup panjang dan Reiko yakin Roy tidak akan menelepon lebih dari itu.
Reiko: Halo Roy.
Roy: Maaf Pak Reiko. Saya terpaksa harus menghubungi Anda malam-malam begini. Ada kejadian tidak menyenangkan di proyek.
Reiko: Apa?
Reiko yang tadinya duduk bersandar di ergonomic chair-nya, kini menegang mendengar informasi yang dibawa Roy yang tidak mungkin hanya sebuah isapan jempol.
Roy: Ada kesalahan tadi saat penurunan barang Pak. Saya tidak tahu apa yang terjadi dengan tronton yang membawa barangnya dan itu menyenggol alat berat di sana sehingga menyenggol crane dan roboh terkena dinding Mall. Hantamannya menghancurkan sisi kanan dan bagian interior di foyer mall.
Cenat-cenut kepala Reiko mendengar ini. Tentu saja dengan tangannya yang juga bergetar.
Crane, letaknya memang tidak berdekatan dengan Aurora tower di mana mall berada. Crane itu ada d bagian belakang dekat taman. Tapi kalau Crane itu jatuh, bagian atasnya tentu saja akan roboh. Dan inilah robohnya yang mengenai bagian sudut kanan yang di sebut Roy.
Seperti kebanyakan bentuk Tower. Empat lantai pertama dari tower tersebut itu memang lebih lebar daripada bagian atasnya yang merupakan hotel dan kondominium.
Dan crane di sana, itu sebenarnya untuk menyelesaikan bagian di atasnya dan membawa barang-barang yang dari bawah.
Sungguh kecelakaan yang tidak bisa diduga oleh Reiko.
Roy: Saya sedang berusaha untuk menghubungi tuan Reyhan dan saya juga sudah mencoba memberikan informasi ini pada penanggung jawab Aurora corporation supaya memberitahukan pada atasannya. Ini murni karena kesalahan driver dan semua yang berhubungan dengan trontonnya. Human eror.
Dan suara Roy ini mengembalikan Reiko pada kesadarannya.
Reiko: Kalau begitu aku akan segera kesana sekarang juga.
Tak tunggu lama. Setelah menutup teleponnya Reiko yang memang bertanggung jawab terhadap project Aurora corporation itu terburu-buru segera berdiri dari tempat duduknya.
Saat itu Reiko sudah tidak kepikiran sama sekali tentang Aida. Dia melupakan ini karena memang sudah panik sekali dengan projectnya.
Dia berlari cepat menuju lift setelah keluar dari apartemennya. Tak memikirkan apapun lagi, segera mungkin melaju dengan cepat bahkan beberapa kali Reiko juga melanggar rambu lalu lintas.
Untung saja itu masih tersamarkan. Dia menerobos lampu merah di kala lampu merahnya baru saja merah. Dan beberapa kali mengambil jalur orang lain.
Reiko tak peduli dia hanya ingin cepat-cepat sampai ke kota satelit Jakarta itu.
Dan perjalanan yang dibutuhkannya lumayan satu jam lebih. Kebayang bagaimana Reiko yang belum sempat beristirahat tadi dari puncak, empat jam perjalanan bolak balik dan harus menyetir lagi sejam lebih untuk sampai ke tempat tujuan
Dirinya sangat lelah.
Saat keluar dari mobil juga masih pegal tubuhnya. Tapi ini memang tanggung jawabnya dia harus melihat dan memperbaiki kerusakan.
Tapi baru juga Reiko turun dari mobilnya, sesosok Pria di parkiran itu bergegas menghampirinya.
Reiko mengenal orang itu.
karenanya
"Pak Ra...."
BUG.
Reiko ingin menyapa, hanya saja, balasan sapaannya bukan uluran tangan tapi sesuatu yang terasa panas di tulang pipinya.
"Aku sudah bilang padamu profesional. Tapi lihat apa yang kau buat dengan project-ku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari (Bab 1 - Bab 200)
Romans"Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Jika Aida Tazkia bukan anak orang kaya, dirinya juga tak memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan kriteria Reiko Byakta Adiwijay...