Bab 154. JANGAN MALU-MALUIN

41 4 3
                                    

"Malah ini kebab yang paling enak yang saya makan Pak!"

Saat Reiko menghempaskan tubuhnya duduk di pinggiran tempat tidur, tanya itu membuat Aida segera menggelengkan kepalanya dan menjawab cepat macam tadi.

"Kalau enak habiskan!"

"Bapak belum makan. Dan kalau Bapak nggak makan yang ini, nanti kalau Bapak buatkan saya makanan lagi, saya mogok makan. Saya ndak mau makan!"

"Berani ngancem kamu?" Reiko bicara sambil tangannya bergerak memegang kancing baju di paling atas pakaian Aida, karena dia ingin menggantikan pakaiannya.

Tentu saja Reiko juga sudah memindahkan gelas yang ada di Baki makanan itu ke nakas. Dan piring kosong beserta bakinya itu dia sudah menaruhnya di bawah.

Jangan ditanya apakah perasaan Aida saat kancing baju itu mulai di buka.

Tapi percuma di tolak, gak akan mempan! Aida tahu ini.

"Buka mulut Pak! Cepetan makan dulu jangan banyak alasan!"

Aida tidak menjawab iya atau tidak tapi dia malah menyodorkan dengan kedua tangannya yang memegang kebab itu di hadapan Reiko sebagai pengalihan nervousnya dari gerakan tangan Reiko yang berhasil membuka kancing pertamanya.

"Habiskan! Aku nggak laper! Lagian itu bagus untuk nutrisi kamu juga. Proteinnya...."

"Buka mulut aja apa susahnya sih, Pak? Ini udah saya pegangin, Bapak tinggal buka mulut tok! Daripada Bapak lihat saya nanti banyak bikin masalah di puncak? Bapak ndak tahu kan saya bisa bikin rusuh?"

"Berani, kamu?"

"Hmm! Berani. Saya bilang kolega Bapak kalau saya istri Bapak, hehehe!" Aida tak peduli tapi kali ini dia sudah memutuskan kalau setengah itu harus dimakan oleh orang yang membuatnya.

Hihi, dia pasti tidak mau kan namanya rusak di depan koleganya dan ribut dengan kekasihnya? Aida berbisik penuh kemenangan bercampur keperihan di batinnya yang berusaha dipendamnya.

"Nah gitu dong Pak! Kan enak kalau Bapak mau makan juga! Saya makan sendiri terus itu saya ngerasa bersalah soalnya inikan masakannya buatan Bapak!"

Tak peduli lah apa yang kamu pikirkan tentang aku! Tapi yang penting apa yang aku katakan ini benar dan aku tidak mau sampai dianggap kalau aku ini mengambil kesempatan atau memanfaatkanmu? Aida tak mau memikirkan ini tapi satu hal yang pasti ...

Mungkin ini akan jadi kenangan indah di saat aku mengingat kalau dulu aku pernah punya suami dan aku bisa menyuapi makanan untuknya di saat dia sedang membantuku mengganti pakaian dan membantuku yang sedang sakit!

Gila! Aida tahu pemikiran ini adalah pemikiran yang paling tidak waras yang ada dalam benaknya.

Tapi entahlah! Mungkin ini adalah awal api itu mulai berkecamuk dalam dirinya.

Aida sendiri juga tak pernah bisa mengerti bagaimana jalan pikirannya karena semua ini seperti mengalir begitu saja tanpa pernah dia rencanakan.

"Itu taruh dulu aku mau buka bajumu."

"Tinggal satu suap lagi sih! Cuman agak besar suapannya cepat habiskan dulu aja baru gantiin bajuku!"

"Ssssh!"

Meski kesal akhirnya Reiko membuka mulutnya lebar-lebar membuat Aida pun tersenyum ketika pria di hadapannya sudah makan semua sisa kebab yang ada di tangannya dan kini mulutnya benar-benar penuh pipi kanan dan kirinya juga menggembung.

"Seneng kamu?"

"Ssst, aturan pertama kalau makan itu nggak boleh ngomong Pak! Lagian ngomongnya juga kayak kumur-kumur gitu! Hehehe...."

Bidadari (Bab 1 - Bab 200)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang