"Silakan minumnya Nyonya."
"Heeh, i...iya makasih ya."
Sesaat setelah Alif dan Silvy meninggalkan apartemen, Aida yang masih duduk di tempat yang sama saat tadi pemeriksaan dia sedang tidak fokus dan pikirannya kemana-mana itu sampai kaget mendengar tawaran barusan.
"Maaf ya Nyonya, saya mengagetkan Anda?"
"Oh, enggak, kayaknya tadi aku cuman nggak konsentrasi aja deh. Hehehe. Ngomong-ngomong Mbak Rani panggil aku Aida aja. Kayaknya umur Mbak Rani sama umur aku juga masih tua umur mbak Rani deh."
Merasa tidak enak dan dianggap terlalu tua untuk dirinya sendiri maka Aida tentu saja tak mau dipanggil dengan sebutan seperti itu.
"Yang nggak papa dong."
"Ya biar kita temenan aja Mbak Rani. Biar lebih enak kalau dipanggil Nyonya itu kayak aku ini udah umurnya lima puluh tahun," seru Aida yang masih bersih keras menolak.
"Baiklah kalau begitu saya akan panggil Mbak Aida aja ya?"
"Nah Iya deh nggak papa Mbak Rani itu lebih baik soalnya kalau aku dipanggil kayak tadi aku jadi deg-degan." Aida sedikit mencairkan suasana sebelum dia menyeruput minumannya.
"Wah enak banget jahenya anget. Makasih ya Mbak Rani."
"Iya. Apa mau disiapkan sekarang makan siangnya?"
"Sebenarnya sudah ada sih makan siang di kulkas tuh. Cuman perlu diangetin aja ada dua porsi dan itu bisa kita makan berdua. Buat Mbak Rani satu buat aku satu jadi kalaupun mau masak kita tinggal masak nanti malam aja, gimana?"
"Oh ya sudah kalau begitu saya hangatkan dulu ya."
Lega Aida. Akhirnya dia diberikan lagi waktu sendiri sehingga dia bisa berpikir.
Kebakaran di pabrik di Kudus. Jadi ini yang terjadi? Dan Kakek masuk rumah sakit karena serangan jantung. Aku harusnya melihat berita sebelum aku marah-marah.
Mata Aida kembali pada layar handphonenya yang retak itu.
Selepas kedua dokter tadi pergi dia mengecek sendiri apa yang terjadi dengan perusahaan karena tadi tidak enak kalau harus bertanya pada keduanya.
Apa yang sudah kukatakan padanya? Dan mungkin sekarang dia sedang mengurus ini bukan?
Aida tentu tidak berpikir kalau Reiko pergi ke Abu Dhabi.
Aku rasa dia pasti pusing sekali mengurus urusan pabrik ini. Belum lagi menjaga Kakeknya, makanya dia mengirim perawat untuk menjagaku. Lagi pula ini juga karena keinginanku sendiri yang meminta dia untuk tidak lagi dekat-dekat denganku kan?
Kata orang rasa menyesal itu hadirnya belakangan, dan ini sama seperti yang dirasakan oleh Aida.
"Ini sudah dihangatkan Mbak Aida, silakan dimakan dulu."
"Terima kasih ya."
Dan untuk pertama kalinya Aida juga memakai meja makan yang selalu dihindarinya itu karena rasa tak enaknya kepada Rani.
Sesuap demi sesuap makanan itu masuk ke dalam mulutnya
Apakah tiga hari lagi dia akan kembali makanya perawat ini hanya tinggal di sini selama tiga hari? Aida hanya menebak-nebak karena memang dia tidak tahu jadwal Reiko.
Dan bukan menikmati makannya justru pikiran inilah yang mengganggu dalam benaknya.
Kalau begini ceritanya aku harus berusaha sabar dulu selama tiga harian sampai dia kembali dan aku punya waktu untuk bicara dengannya begitu kan? Aku tetap harus minta maaf karena aku tidak tahu apa yang terjadi dan aku sudah marah-marah padanya. Ya ampun aku benar-benar bodoh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari (Bab 1 - Bab 200)
Romansa"Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Jika Aida Tazkia bukan anak orang kaya, dirinya juga tak memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan kriteria Reiko Byakta Adiwijay...