Bab 156. PUNYA OTAK GAK SIH?

51 7 1
                                    

Apa dia sedang marah padaku karena aku membahas masalah hubungan diantara kami dan membawa-bawa nama ratu lebah?

Aida tak tahu. Tapi itu yang ada dalam benaknya ketika Reiko membawanya keluar dari lift dan tak bicara apapun.

Aida juga sempat meliriknya, dia hanya berjalan dengan tatapan mata lurus ke depan tanpa memperhatikannya.

Tapi dia duluan yang membuat masalah denganku. Kalau dia tidak bilang aku harus memanggilnya Mas di dalam lift tadi itu, aku juga tidak akan terpancing. Dia bukan yang mengatakan kalau kami tidak boleh membahas masalah hubungan kami di luar tapi kenapa dia malah memarahiku saat aku memanggilnya Pak? Jadi yang harus disalahkan dia kan?

Di sini ada satu persepsi dalam benak Aida.

Dia merasa dirinya dipermalukan ketika Reiko menggendongnya dan memintanya untuk memanggil Mas dan disaat yang bersamaan Reiko yang masih ada di dalam lift itu menunjukkan sikap tidak suka dengan cara Aida yang membahas kemarahan ratu lebah dengan Reiko menggendongnya.

"Pakai seatbeltnya!"

Reiko tetap diam. Baru setelah dirinya masuk dan duduk tepat disamping Aida dalam mobil, dia bicara. Itupun karena Aida sendiri memang tidak memasang seat belt. Gadis itu lupa.

"Bapak lagi marah ke saya?"

Tak suka dengan sikap diamnya Reiko, makanya Aida langsung menuduh.

"Kalau kesel bilang Pak, jangan didiemin. Bisa sakit jantung."

Reiko tak menjawab, makanya Aida nyeplos lagi.

"Usiaku ini jauh di atasmu. Apa tidak bisa kamu bicara lebih sopan padaku?"

"Maaf Pak!"

Tak tahu lagi harus bagaimana bicara dengan Reiko. Tapi kalau bahasanya sudah usia Aida memang tidak berani banyak bicara. Dia memilih bicara singkat.

"Aku sudah bilang padamu untuk memanggilku Mas! Kenapa dengan dirimu? Terlalu sulitkah itu?"

Mobil sudah melaju meninggalkan apartemen. Saat ini, rodanya sudah menggelinding di jalan ibu kota. Tepat saat ingin memasuki tol dalam kota, pertanyaan ini diberikan oleh Reiko, setelah seperempat jam mendiamkannya.

"Oh, aku pikir Bapak gak akan ngomong ama saya lagi," sebenarnya Aida ingin bercanda.

"Apa aku terlalu lucu sampai setiap aku sedang tidak ingin bergurau kamu berpikir aku sedang main-main?"

Heish, sepertinya dia memang marah betulan! Aida tadi hanya berniat untuk menggoda Reiko supaya mereka lebih cair. Tapi mendengar celetukannya barusan, ini membuatnya terpaksa ikutan serius saat menjawab....

"Bapak yang bilang pada saya loh kalau kita ndak boleh membicarakan masalah hubungan ini di luar, tapi Bapak tadi menginstruksi saya pas ada orang di dalam lift. Saya memang tidak mengenal orang itu tapi saya juga tidak tahu kenapa Bapak membahas ini. Bukannya kata Bapak saya hanya boleh memanggil seperti itu dalam satu keadaan terpaksa?"

"Hei kamu punya otak gak sih?"

Reiko sepertinya sedang lelah dan dia saat ini menyentak Aida saat baru melewati gerbang tol kota jakarta.

Ya ampun! Kenapa dia dadakan ke bahu jalan? Reiko memang membanting setir ke bahu jalan saat lewat sekitar satu kilometer dari gerbang tol yang tadi dilewatinya.

"Aku sudah bilang di kamarmu kita mau keluar! Dan kamu harus memanggilku dengan sebutan MAS! Apa itu tidak cukup? Kenapa saat aku bertanya kenapa kamu diam aja, kamu jawab dan memanggilku Pak? Apa salah jika aku mengoreksimu, hmm? Segala membahas hubunganku dengan Brigita, menunjukkan seakan aku ini pria hidung belang? Kapan aku menyentuhmu untuk memuaskan nafsuku?" tegas Reiko menatap mata Aida saat bicara.

Bidadari (Bab 1 - Bab 200)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang