Bab 133. SYARATKU

42 5 1
                                    

(Sesaat setelah Adiwijaya menutup teleponnya)

"Kamu sudah dengar semua kan yang dikatakan sama cucu mantuku?"

Saat ini sudah tidak ada lagi senyum kelembutan yang diberikan oleh Adiwijaya. Dia tidak perlu berpura-pura apapun di hadapan Lesmana.

"Dengar Tuan Besar." Pria yang ditanya pun tahu kalau dirinya sedang diajak bicara serius sekarang. Lesmana menunjukkan keseriusannya seperti mereka memang sedang berbisnis.

"Menurutmu dia berbohong tidak denganku Lesmana?"

"Anak itu dari kecil memang tidak pernah saya lihat ada cela-nya, Tuan Besar. Dan kalau menurut Anda sendiri bagaimana Tuan besar?"

Di sini Adiwijaya diam dulu sejenak.

Dia tak ragu pada Aida. Tapi apakah Aida melakukan ini karena sebuah paksaan?

Inilah yang sedang ada dalam benak Adiwijaya.

"Ya, tapi aku juga ndak mau kalau cucuku sakit karena pikirannya ini. Dan sebetulnya aku juga ingin mendukungnya. Hanya saja masalahku, dia sekarang kan mengurus perusahaanku. Kalau dia terbagi fokusnya, bercabang, gimana?" jawaban yang membuat Lesmana senyum-senyum.

"Kowe ni ndak percaya sama Aku tah?"

"Yang Anda khawatirkan bukan karena den Reiko tidak bisa mengurus perusahaan Tuan Besar. Anda sendiri yang sudah banyak mengajarinya bagaimana supaya menjadi seorang pemimpin dan dia juga sudah banyak belajar dari Anda dan papanya Tuan Endra Adiwijaya. Saya rasa, memimpin dua sampai sepuluh perusahaan sekaligus sebetulnya den Reiko pasti mampu."

"Jadi kamu meragukan alasanku?"

Tanya yang tentu saja membuat Lesmana mengangguk pelan. Karena memang inilah yang menjadi pertimbangan di dalam benaknya.

"Brigita Michelle sebetulnya yang jadi masalah bagi Tuan Besar, bukan?

Ya benar. Makanya Adiwijaya pun menganggukkan kepalanya dan terlihat cemas.

"Aku tidak mau kalau wanita ular itu bisa merusak rumah tangga cucuku. Makanya aku ndak mau kalau dia terjun lagi ke pekerjaannya itu, Lesmana."

"Tapi bukannya seseorang yang semakin dilarang itu malah akan semakin ingin membuktikan, Tuan Besar?"

"Aida akan sengsara kalau misalkan mereka kembali bersama, Lesmana."

"Jadi apa yang Anda rencanakan sekarang, Tuan Besar?"

"Aku tapi tidak bisa membiarkan cucuku kesulitan seperti sekarang dan dia terjebak dalam hutang yang makin besar dan mempengaruhi kestabilan mentalnya nanti, Lesmana."

Bukan menjawab pertanyaan justru Adiwijaya seakan-akan meminta Lesmana memberikan sedikit kelonggaran untuk alasannya ini.

"Anda berhak melakukan apapun Tuan Besar. Dan saya rasa Anda adalah orang yang sangat bijaksana."

Ya betul Lesmana pun mengangguk pelan disaat Adiwijaya mengambil lagi telepon yang ada di meja tadi. Dia sudah siap menghubungi seseorang.

Agak lama tadi Adiwijaya menelepon Aida. Dan sekarang dia bicara juga dengan Lesmana ini juga sudah menghabiskan waktunya hampir sejam. Dia berpikir lumayan pelik. Keputusan yang diambilnya tidak bisa sembarang.

Karena itu, sekarang setelah dirinya sudah merasa bisa yakin, pria berambut putih itu pun memencet sebuah nomor.

Reiko: Kakek ada apa menelponku?

Untung saja zoom meetingnya sudah selesai sehingga Reiko sudah bisa dihubungi.

Adiwijaya: Mbok yo kalau ditelepon kamu kasih salam dulu atau gimana gitu. Langsung saja membuat Kakekmu jantungan.

Bidadari (Bab 1 - Bab 200)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang