Bab 84. HARUSKAH SEPERTI ITU?

57 3 0
                                    

Pergilah kalian pergi. Aku juga tidak mengharapkan kalian di sini. Lebih cepat pergi lebih baik.

Ini adalah kejadian di mana Reiko menaiki tangga bersama dengan Brigita dan seorang wanita berbisik seperti itu di dalam hatinya.

Seorang gadis yang merasa sangat bersyukur dengan kepergiannya.

Tapi

Ya ampun darahnya banyak banget.

Ketika dia melihat cairan menempel di marmer dan merasakan tusukan-tusukan di kakinya, berasa lemas dirinya.

"Ini bukan waktunya menyerah. Aku harus bereskan ini secepat mungkin," seru wanita yang kini mulai berinisiatif.

"Untung saja aku pakai cardigan. Bisa untuk mengurangi sakitku saat berjalan dan membantuku bisa kembali ke dapur. Semangat, Aida!"

Aida Tazkia membuka cardigan yang memang dikenakannya.

Iya dia memakai kaos panjang dan juga cardigan karena merasa sedikit dingin tubuhnya saat berdzikir tadi.

Huh, jadi ini yang kamu rencanakan, berjalan merangkak dengan lutut dan punggung tanganmu untuk membersihkan darah di lantai itu? tanya seorang pria pada dirinya sendiri yang memang menonton di cctv-nya. Dia tak ada di sana, dan ini beberapa jam, jauh dari waktu kejadian itu.

Tapi tetap ada getaran miris dalam hatinya melihat seorang gadis dengan kaki masih penuh dengan luka, tangannya juga, terpaksa mengepel tempat tinggalnya.

Kemana otakmu, bodoh. Menyeret cardigan itu juga tak akan membuat darahnya bersih, bisik hatinya lagi makin tak karuan melihat rekaman cctv-nya itu. Seakan lupa dia kalau tadi turun dari lantai atas apartemennya lantai itu sudah kinclong.

Inginnya sih dia tidak menonton ini

Tapi

Dia kesakitan dan menangiskah?

Reiko tak jelas saat dia menatap di cctv-nya Aida sudah sampai di dapur dan kini menggunakan punggung tangannya ke dekat pelipis matanya, tapi menunduk. Makanya Reiko berpikir begitu

"Aish, gatalnya. Kenapa lagi aku mau kerja begini malah gatel sih?"

Tapi sebenarnya itulah yang terjadi. Aida merasa gatal di pelipis matanya makanya dia sedikit mengucek-ngucek sambil nunduk, bukannya menangis.

Entah gatal kenapa. Tapi dia tidak mungkin menggunakan jari telunjuknya yang penuh darah itu bukan?

"Nah, sekarang aku harus mengurusi ini dulu. Cairan sup krimnya bercampur dengan beling," gerutu Aida, yang tentu saja saat ini sedang dilihat oleh Reiko sedang mengumpulkan semua cairan sup krim di dapur dan menyeretnya.

Jadi dia merencanakan untuk membuang semua itu ke dalam kamar mandi dengan bantuan cardigannya itu? tebakan Reiko. Lah beling-belingnya nanti mampet dong ke saluran air? Anak ini bodoh bukan sih?gerutu Reiko yang masih menyaksikan Aida mengelap semuanya dan memang membawa semua cairan itu dengan cardigannya tadi ke kamar mandi pembantu di dekat dapur.

"Dan sekarang, Apa yang dia lakukan di kamar mandi itu? Kenapa lama sekali keluarnya?"

"Aduh duuuuh, sssssh, sakit sakit. Sabar Aida kamu harus menahannya. Jangan nangis, namanya juga beling masuk ke dalam daging, ya pasti sakitlah."

Aida menguatkan dirinya sendiri dengan kalimat itu saat dia menggosok kakinya untuk mengeluarkan semua duri-duri dari beling.

Entahlah bersih apa tidak dia membersihkan itu semua.

Masih ada rasa sakit dan seperti tertusuk-tusuk tapi memang ini sudah lebih baik. Dia mengambil banyak sekali beling-beling yang memang pecah di kakinya.

Bidadari (Bab 1 - Bab 200)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang