Bab 147. JANGAN DIKETUK!

42 4 2
                                    

"Kenapa Bee?"

Reiko yang tadi mendengar sayup-sayup suara obrolan antara Brigita dan kurir tentu saja penasaran dan bertanya.

"Itu tadi driver-nya bilang ke aku katanya apa perlu aku cek dulu makanannya lengkap atau enggak? Ngapain coba aku capek-capek buka ini di sana? Kalaupun nggak lengkap ya aku tinggal complainkan? gampang sih!"

Hah, apa itu kurir yang sama dengan kurir yang mengantar ke sini waktu dia membongkar belanjaan?

Reiko hanya menduga-duga saja!

Tapi mungkin kurir yang lain juga bisa kan? Dan bisa jadi operator mereka membiasakan untuk menyuruh mengecek?

Bisa jadi kan? Mungkin itu standar yang sekarang dibuat oleh pihak aplikasi mereka!

Reiko tak mau ambil pusing soal ini.

"Sini makanannya!" Dia lebih memilih untuk cepat-cepat membuka pesanan mereka itu.

Lebih cepat lebih baik! Harus dihabiskan cepat-cepat dan tidur! Ya aku akan menemani Brigita untuk tidur lalu setelah itu aku akan mengecek dulu kondisinya. Ya ampun, mudah-mudahan dia belum kebelet ya? Reiko bener-bener khawatir sekarang.

Tapi mungkin kalau aku punya alasan cuci piring dulu dan membiarkan Brigita masuk ke kamar lebih dulu aku bisa mampir dulu ke kamarnya barang lima menit?

Bukannya makan dengan tenang, pikiran Reiko malah terus saja pada strategi yang akan dipilih selepas makan itu.

Bibirnya memang mengunyah makanan tapi hati dan pikirannya tak pada makanan itu. Bukan rasa makanan itu yang dirasa enak atau tidak di mulutnya.

"Sayang,"

"Hmmm?"

Agak sedikit kaget Reiko. Tentu saja Brigita langsung meliriknya lagi mendengar intonasi Reiko barusan.

"Kenapa kamu panggil aku, Bee?"

"Kamu makannya cepet banget sih? Nggak ngajak aku ngobrol atau apa gitu? Laper bukan?"

Di situlah baru sadar Reiko kalau dirinya memang tidak bicara apapun selama makan dan ini bukan kebiasaannya dengan Brigita.

Mereka selalu menikmati momen makan dengan sedikit obrolan renyah yang bisa mengundang tawa atau juga obrolan serius yang membuat mereka mendapatkan ide-ide baru untuk pekerjaan mereka atau obrolan yang berhubungan dengan hubungan mereka namun hanya hal positif saja. Tapi, tidak pernah diam seperti ini.

"Oh, iya. Aku lagi mikir-mikir ini, kira-kira apa yang harus aku lakukan nanti di Mesir."

"Tapi apa benar kamu bisa masukin produk perusahaan kamu dalam waktu sebulan?"

Melihat kepanikan di wajah Reiko tentu saja kekasihnya Brigita jadi ikut kepikiran.

Gawat kan kalau nggak bisa! Duitnya nanti malah nggak cair! Dia harus berhasil kalau enggak, gimana aku bisa kenal dekat dengan Gerald Peterson?

Ini yang ada di pikiran Brigita di saat Reiko tersenyum dan bicara.

"Udah kamu tenang aja. Aku bisa kok ngehandle itu!"

Dan ini yang terucap dari Reiko meskipun...

Sama sekali aku tak terbebani soal urusan Kakek. Tapi ini masalah yang lain. Kenapa aku terus-terusan jadi berbohong begini? Sssh, ini karena dia! Aku jadi terus saja menipu kekasihku.

Mengumpat Reiko di dalam hatinya. Tapi mengumpat juga tidak membuat dirinya merasa tenang sama sekali.

"Cepat habiskan makananmu, Bee. Besok pagi aku harus bekerja lebih awal sepertinya."

Bidadari (Bab 1 - Bab 200)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang