"Hahaha jadi kau mengantar sepupumu ke kamar mandi juga?" Radit terkekeh refleks.
Kenapa dia harus membahas masalah kamar mandi di depan orang banyak? Lihatkan dia jadi di tertawai seperti itu oleh mitranya yang sepertinya lebih berpengaruh daripada dirinya. Habislah kau dan habislah aku juga nanti di apartemen!
Pipi Aida jelas memerah dan saat itu juga tak tahu harus bicara apa lagi. Tapi sebetulnya Reiko sendiri juga tak kalah bingung dengan Aida mendapati situasi ini.
Anggap saja aku bodoh karena bertanya langsung begini. Tapi aku tidak punya pilihan termasuk tadi saat aku ingin memberikan makanan itu aku juga tidak punya pilihan. Sebenarnya aku ingin memberikannya saat di mobil tadi dia menunggu di dalam sana dan gak usah turun. Tapi dia sudah terlanjur keluar di dalam Villa ini. Ditambah lagi di sini tidak mungkin kan aku bisik-bisik atau memberikan dia handphone untuk membacanya sendiri? Itu pasti tidak akan sopan dan mereka pasti tidak akan nyaman.
Iya Reiko memang tidak bodoh. Tapi dia tak punya pilihan kecuali bertanya hal memalukan ini di hadapan Aida dan semua yang mendengar. Dia juga sebenarnya tak ingin. Tapi bisa apa dia?
Sssh! Anggap aja aku terlalu bodoh mempedulikannya sampai sejauh ini karena rasa bersalahku! seru hati Reiko yang berusaha menahan dirinya di saat yang bersamaan setelah Radit tergelak tawa beberapa detik ....
"Sudah selesai Raditya! Senang bisa tertawa seperti buto ijo?" Nada menatapnya sinis.
"Buto...hei, kemejaku warna hijau ini kau yang pilihkan juga!"
"Gak ada hubungan sama kemejamu!" Nada meringis. "Tentu saja Aida perlu dibantu ke kamar mandi tapikan setelah di kamar mandi dia bisa melakukan apapun sendiri. Kenapa dengan pikiranmu? Apa kau mengharapkan sesuatu dan mengimajinasikan yang ngeres?"
"Denada Aprilia apa-apaan kau?" kesal Radit, karena istrinya tidak berpihak sama sekali padanya
"Sekarang aku tanya padamu! Kenapa tidak kau panggil saja perawat medis untuk menjaga sepupumu dan tidak perlu kau bawa-bawa ke sini? Bukankah ini aneh? Salah aku jika berpikir begini?"
Radit tak bisa menahan diri lagi makanya dia bicara begitu.
"Kemarin ada kehilangan di ruang kerja Mas Reiko pas ada perawat, Tuan. Makanya saya gak ditinggalkan sendirian di apartemen."
Aida yang memilih bicara dengan senyum dibibirnya, sambil mengumpat dirinya untuk kebohongannya.
"Saya juga yang minta ikut ke puncak soalnya saya belum pernah jalan-jalan ke puncak. Di Kendal dulu saya jalan-jalan tidak terlalu jauh paling sekitaran rumah ke sekolah."
Inilah kenapa kami dilarang berbohong karena sekali berbohong akan berbohong lagi untuk menutupi kebohongan yang sebelumnya padahal belum tentu kebohongan itu dipercaya, kesal dalam relung hati Aida.
"Sudah Aida tak perlu dipikirkan suamiku itu memang kadang-kadang suka iseng! Kan aku sudah bilang padamu dia ini sok-sok galak padahal sebenarnya dia malah mempermalukan dirinya sendiri, jadi lucu," celetuk Nada yang makin gerah dengan ke-absurb-an Radit yang sepertinya belum bisa membebaskan pikirannya dari merasa di tipu oleh Reiko.
"Kau membuat sesuatu menjadi guyonan, Raditya!" protes Nada lagi. "Aku pun kalau punya sepupu yang lagi sakit seperti Aida ya aku bawa juga! Apalagi kalau di apartemen sendirian kan kasihan sih? Malah pikiranmu ini yang aneh membiarkan dia bersama dengan dokter perawat saja. Kalau perawat itu punya niat gak baik bahkan lebih buruk dari yang tadi diceritakan Aida bagaimana kalau dia sampai di bunuh di apartemen?"
Heish,
Radit tak mau menjawab justru dia memilih duduk di sofa panjang yang berada di dekat tempat duduk Bambang.
Prcuma aku berdebat! Kan ada CCTV! Masa iya kayak gitu aja harus diajarin sih!
Dan jelas bantuan nada tadi membuat lega hati Reiko meski Radit masih ngedumel di hatinya.
Istrinya ini memang cerewet tapi dia menolongku dari situasi sulit.
Reiko tak tahu harus bagaimana menghadapi suami istri itu karena memang ini tidak pernah diduga olehnya kalau keluarga Prayoga akan membuat suasana sore itu cukup complicated.
"Sudah-sudah tak perlu khawatir. Nanti kalau di sini butuh sesuatu aku bisa membantunya Pak Reiko.
"Benar yang dikatakan Nada." Riyanti menimpali.
"Di sini juga ada kursi roda bekas dulu almarhum Eyang Prawiryo, jadi kau bisa pergi dulu aja, nanti gampang soal sepupumu Aida."
"Terima kasih."
Memang apalagi yang bisa dikatakan oleh Reiko selain mengucapkan kata-kata itu dan mood-nya juga lebih baik kala ini berkat tawaran dari Riyanti dan Nada.
Tinggal Radit yang bersungut.
Awas kau nanti malam Denada! Terus-terusan kau membelanya? Cih! kesal Radit saat matanya sudah melihat punggung Reiko yang sudah pergi bersama Sandi, barulah tangannya juga melepaskan putri dalam dekapannya yang sudah tak sabaran mau menyusul ke tempat Nada duduk.
Tapi
"Dimakanlah! Atau kau ingin sesuatu yang hangat lagi? Mungkin sup atau sesuatu yang bisa membuatmu lebih nyaman? Karena di sini dingin."
"Tidak apa-apa. Ini juga udah banyak dan kebabnya besar, Nyonya." Aida tak ingin merepotkan Nada.
Wanita itu sudah terlalu baik untuk Aida makanya dia tidak mau merepotkan apa-apa lagi.
"Panggil aku Nada, atau Mbak Nada saja, gapapa," seru Nada mengoreksi kembali.
Tentu saja Aida mengangguk meskipun sebetulnya dirinya enggan bicara begini karena Reiko juga memanggilnya dengan sebutan Nyonya.
"Beruntung kau punya sepupu sangat baik sekali seperti Pak Reiko!"
Dan Nada memang cukup cerewet sehingga membuat Aida kembali harus memutar otak dan menjawabnya.
"Iya memang sangat baik sekali, Mbak Nada. Mbak Brigita juga sangat baik. Dua-duanya sangat baik. Tapi saya ini benar-benar kampungan jadi saya memang menyusahkan keduanya, untung Mbak Brigita sangat sabar. Hehehe..."
Tak tahu Aida harus bicara apa tapi di sini justru Radit yang mencebik sendirian.
Aku tahu ini ada permainan pasti! Baik? Kalau dia baik dia tidak mungkin punya rasa bersalah sampai harus mengurusmu seperti itu sama seperti yang dulu pernah aku lakukan pada Denada Aprilia!' bisik hati Radit dan dia jadi teringat sesuatu yang membuat hatinya jadi bad mood.
Tahu seperti ini aku tidak datang ke sini! Aku jadi kepikiran tentang apa yang dulu aku lakukan pada istriku di gudang!kesal hati Radit.
Tapi sudahlah! Aku sudah lebih baik sekarang dengan Denada. Sandi kurasa benar, ini urusan pribadinya. yang penting sekarang dia bisa membuat sesuatu yang sesuai dengan keinginanku. Awas saja kalau sampai karena masalah hubungan pribadinya yang tidak mulus membuat semua urusanku jadi berantakan dengannya. Aku benar-benar akan menghabisinya! Ini sudah paling pol dalam tingkat kesabaran Radit.
Kalau untuk profesional memang sangat mudah tapi banyak orang yang memiliki kepandaian dan talent, mereka punya masalah karena tak bisa profesional antara kerjaan dan kehidupan pribadi.
Makanya Radit biasa selalu mengecek sebelum dia bekerja sama dengan seseorang dan perusahaan.
Dan Radit memang tidak mengganggu Aida lagi. Dia hanya duduk di seberang kursi Bambang sambil memperhatikan anaknya yang memang bersama dengan Nada juga Riyanti berada di sofa itu dan mengobrol dengan Aida.
"Raditya bagaimana pekerjaanmu?"
Tentu saja karena melihat putranya yang terus saja mengawasi, Bambang mengajaknya bicara sambil mengulurkan buku yang dipegangnya.
Ayah mau bilang apa? bisik hati Radit.
Ini juga membuat Radit mengulurkan tangan tanpa menjawab dan membaca....
[Jaga sikapmu dengan keturunan Adiwijaya itu! Kesalahpahaman hubungan antara Kakekmu dengan Kakeknya ini tidak harus dibawa ke tingkat hubungan antara cucu dan cucu. Dan jangan campuri urusan pribadinya!]
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari (Bab 1 - Bab 200)
Romance"Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Jika Aida Tazkia bukan anak orang kaya, dirinya juga tak memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan kriteria Reiko Byakta Adiwijay...