Bab 86. NGEGOMBAL

68 2 0
                                    

"Maaf Bi, aku harus ke Jakarta karena papaku menelponku berkali-kali. Ada masalah besar di perusahaan."

Sesaat sebelumnya, di Bali. Reiko mencoba memberikan alasan pada kekasihnya.

Dari wajahnya, Reiko memang terlihat penuh dengan keruwetan. Tidak terlihat tenang sama sekali, kacau balau mimik wajahnya.

"Tak bisakah mereka menunggu, sayang? Mungkin papamu bisa memberikan pengertian karena dia juga mendukungku. Dia bilang akan mengembalikanmu padaku," seru Brigita yang ingin kekasihnya tetap ada di sana.

Karena dari sikap Endra Adiwijaya, dia memang tak menunjukkan sikap membenci Brigita saat mereka bertemu dua hari silam.

Makanya Brigita memberikan saran ini.

"Aku rasa masalahnya cukup pelik, my Queen."

Reiko menggelengkan kepalanya pelan, tak ingin bernegosiasi kali ini.

"Selain urusan papaku aku juga harus ketemu Roy dan ini untuk kepentingan tender MTC, Bee. Bagaimana jika mereka tidak mempercayaiku lagi dan mengurungkan niatnya berinvestasi di BIA?"

Wajah Reiko memang terlihat begitu cemas saat membahas ini lagi. Dia masih mencoba untuk membujuk, tapi terlihat gusar dan tak bisa relax.

"Jadi ini berhubungan dengan MTC?"

"Ya, banyak yang aku tinggalkan kemarin. Jadi, sehari aja semua berantakan," seru Reiko masih menunjukkan kekhawatiran yang rumit di mimik wajahnya.

"Aku sebenarnya berat meninggalkanmu di sini." Reiko juga melangkah pelan mendekat pada Brigita.

Dia jongkok di pinggiran tempat tidur dan menaruh kedua tangannya di pangkuan Brigita yang memang duduk di tepian ranjang itu.

"Maafin aku Bee, aku gak ada pilihan untuk saat ini. Aku harus menjaga kepercayaan Reyhan Dharma Aji," tambah Reiko lagi sebelum mengecup punggung tangan Brigita.

"Kamu bisa kan menghandle sendiri di sini?"

Reiko mendongak menatap wajah wanita yang memang masih sangat dicintainya dan terlihat cantik flawless tanpa make up dengan tubuh polosnya yang hanya ditutupi selimut.

"Ya sudah, hati-hati di jalan ya."

"Hmm," jawaban Brigita yang membuat Reiko sedikit lega.

"Kamu bisa merekamnya sesuai dengan rencana kita dan kamu bisa tunjukkan padaku apa saja yang mereka katakan saat kita ketemu." Reiko mengingatkan rencana mereka.

"Dan nanti kita akan mendiskusikan ini. Bagaimana?"

Hanya itu penawaran yang bisa dilakukan oleh Reiko untuk membujuk Brigita tanpa kecurigaan wanita itu. Meskipun saat ini Reiko merutuki dirinya sendiri.

Bagaimana bisa akhir-akhir ini aku selalu membohongi wanita yang menjadi bagian dari diriku, yang kucintai dengan segenap jiwaku, resah dalam jiwanya saat kembali mengecup punggung tangan Brigita.

Tapi aku tidak punya cara lain. Aku tidak mungkin pula mengatakan rencanaku akan pulang untuk menemui gadis itu dan melihat kondisi kesehatannya. Ini pembenaran dalam hati Reiko akan tindakannya.

Dia tidak keluar-keluar kamar. Kalau ada apa-apa di dalam dan dia mati di sana bagaimana? Aku tak tahu bagaimana pertanggung jawabannya nanti. Dan ini juga memang untuk memperjuangkan hubunganku dengan Brigita.

Yah, setiap orang kalau melakukan sesuatu dia akan mencari alasan terbaik untuk dirinya sendiri sebagai pembenaran.

Sama seperti yang Reiko lakukan sekarang. Dia butuh pembenaran untuk dia sendiri apa yang membuat dirinya memang harus kembali ke Jakarta.

Bidadari (Bab 1 - Bab 200)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang